51 - Danes Kembali

102 9 7
                                    

Setelah sekian lama hehehe

Untung cuma ide yg buntu, bukan usus.
Dikit sih ini, tapi bikin greget wqwq
Enjoy, gaes!

***

Tiba-tiba Aimee terbayang wajah Gasta siang tadi.

Bulir airmata Gasta yang jatuh, raut kecewa Gasta, semua tentang Gasta siang itu. Dia kembali merutuki dirinya, kenapa dia selalu beringas dan tidak mengontrol emosi saat Gasta ada di dekatnya.

Gasta yang bolos pelajaran tambahan karena dirinya. Gasta yang airmatanya harus mengalir juga karena dirinya. Aimee kalut dalam perasaan bersalah.

Bukan kali pertama atau kedua, tapi sudah kali ke-entahlah. Aimee selalu begitu. Selalu menyesal di akhir. Selalu menangis sendiri.

Drrrk. Drrrk. Getar ponselnya menghentikan tangisnya kali itu. Aimee mengusap airmatanya, memastikan bahwa suaranya tidak seperti habis menangis. Dilihatnya di layar, nama Danes muncul.

Aimee menelan ludah. Sungguh hal yang tidak disangka-sangka.

"Halo?"
"Lo bilang apa ke Gasta?"
"Hah?" pekik Aimee tidak mengerti. Dia tidak merasa bilang aneh-aneh pada Gasta yang menyangkut Danes siang itu.
"Mee? Lo denger kan?" suara Danes terdengar kasar.
"Lo ngomong apa sih?" Aimee sungguh tidak mengerti.
"Gak usah pura-pura bego! Jawab aja ga pake lama!" bentak Danes dari seberang.

Aimee tercekat. "Bangsat. Gue beneran ga ngerti, Dan. Dia bilang apa ke lo?"

"Dia tiba-tiba ngechat nanyain gue kenapa ama lo. Kenapa? Lo lapor ke dia? Ngadu ke dia kalo lo udah ngga ama gue lagi? Bangga gitu? Biar diajak balikan ama Gasta gitu? Biar Gasta jatuh lagi ke lo, gitu?" serang Danes kasar.

Aimee runtuh, lahir dan batin.

"Bangsat lo Dan. Tuduh aja gue terus, tuduh! Drama banget sih lo! Terus mau lo apa, hah?" Aimee berlindung di balik kata-kata kasarnya.

"Eh, apa perlu gue beliin lo spion, buat ngaca? Lebih drama mana gue ama lo?" balas Danes tak mau kalah.

"Lo bilang gue ngadu ke dia kalo gue udah ngga ama lo lagi? Emang selama ini gue ama lo? Lo kenapa naif banget sih Dan? Lo pikir, gue bener-bener suka ama lo?" jurus pukulan telak Aimee keluar. Dia meniru Gasta.

Giliran Danes yang terdiam. Tak ada suara.

"Napa lo diem? Ngerasa beneran naif?" Aimee terus menyerang.
"Liat aja lo besok di sekolah. Brengsek."

Tut. Telepon terputus. Danes mematikan telepon setelah menyumpahi Aimee.

"Apaan sih setaaaan!" Aimee melempar ponselnya ke kasur. Kembali pada tangisannya, yang kini karena dua hal: Gasta dan Danes.

***

"Gas? Kok?" Feliz tercengang mendapati Gasta yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya, muncul dari tangga atas.
"Apa?"
"Kan kemaren perjanjiannya ngga sekolah dulu."
"Berubah pikiran." tukas Gasta sembari memasang jaketnya. "Sarapan apa nih?" Gasta melongok ke arah dapur, mengalihkan pembicaraan.

"Hei." Feliz mendekat, meletakkan punggung tangannya di dahi Gasta. "Masih panas. Lepas seragamnya."
"I'm okay, Kak..." sanggah Gasta. Feliz menggeleng. "No. You're not."
"Ya udah. Aku naik angkot aja ke sekolah kalo Kakak gak mau nganterin." dengus Gasta, melesat ke meja makan.
Feliz akhirnya mengalah. "Fine. Ya udah kalo kamu mau sekolah."
Gasta tersenyum dalam hati. Lemah sekali kakakku ini, begitu pikirnya. Tapi dia tetap memasang wajah datar.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now