27 - Deon Telah Memutuskan

132 14 13
                                    

Hola, readers!
Maapkan, setelah sekian lama baru update. Gegara buntu gimana bikin momen putus yg makjleb hahahaha.
Yasudah.  Saya tidak bakat basa-basi. Nikmati saja ya part 27 ini!

Don't forget to vote and comment! ❤

***

Aimee ada dalam kebimbangan yang selama ini belum pernah dirasakannya. Sepulang sekolah, hatinya gamang tak karuan. Ada rindu yang berat membebani hatinya. Ironisnya, dia tak tahu rindu itu untuk siapa. Rasanya, ada yang hilang begitu saja.

Tiba-tiba, dering ponsel mengagetkannya. Ternyata Deon. Aimee jelas terkesiap. Tumben sekali Deon menelepon, begitu pikirnya.
"Halo?"
"Aimee?" Suara Deon terdengar lirih.
"Ya?"
"Kita bisa ketemu?"
"Kapan?"
"Sekarang."
"Kok dadak banget?"
"Penting, Mee. Tolong."
"Di rumah sakit?"
"Iya lah. Dimana lagi?"
"Penting banget ya?"
"Banget, Mee. Plis."
"Okay. See ya."

Aimee mengakhiri percakapan. Diambilnya jaketnya, lalu segera dia menuju rumah sakit tempat Deon dirawat. Meski tidak panik, Aimee tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya akan ajakan Deon sore ini.

***

Deon tampak lemah di ranjangnya ketika Aimee datang. Senyum Aimee merekah, namun tanpa binar bahagia di matanya. Berbeda dengan Deon yang lebih menonjolkan sisi dinginnya kali itu.

"Ada apa? Gimana keadaan kamu?" tanya Aimee.
Deon memalingkan wajah. Sikap oposisinya kali itu langsung saja menyentakkan perasaan Aimee.

"Yon? Kamu kenapa?"
Deon mulai menoleh pada Aimee.
"Kita nggak usah kayak gini lagi."
Nafas Aimee tertahan.

"Kayak gini?"
"Pacaran. Nggak usah."
"Wait... what?" tukas Aimee. Di pikirannya mulai terbersit bahwa ada yang tidak beres.
"Udah. Selesai. Kita putus. Kamu pulang sana."
"What the... Deon!"
"Apa? Udah jelas kan?" sahut Deon bernada tinggi.
"Kamu apa-apa'an sih. Aku dateng malah dimarahin kaya gini."
"Siapa juga yang marah!" pekik Deon, lagi lagi dengan intonasinya tinggi.
"Terus kalo kaya gitu gak marah itu apa namanya? Kamu apa-apa'an sih?!" Aimee sewot tak mau kalah.
"Ya kamu itu yang apa-apa'an. Selama ini kamu anggep aku apa, hah?"

Deg. Denyut jantung Aimee sempat terhenti.
"Anggep apa... Gimana maksudnya?" suara Aimee lirih.
"Aku tau aku ga selalu bisa ada untuk kamu, Mee. Tapi bukan berarti kamu bisa gantiin aku dengan yang lain gitu aja."
Aimee menatap Deon tak percaya.
"Bukan berarti juga kamu seenaknya nganggep aku gak mau usaha buat selalu ada untuk kamu." imbuh Deon.

Aimee termenung sendiri.

"Aku sayang banget ama kamu, Mee. Sayang banget. Aku gak mau kehilangan kamu." lanjut Deon, dengan suara lirih seperti hampir berbisik.

Aimee jelas bungkam seribu bahasa. Kata-kata Deon barusan seakan membekukan lidahnya untuk berkata-kata.

"Tapi kalo kamu sayangnya ama Gasta..." Deon mulai terisak. "...aku bisa apa?"

Aimee mendongak ke arah Deon. Dahinya berkerut dengan mata yang membelalak.

"Jadi semua ini karena Gasta?" tanya Aimee berapi-api. "Gasta datang kemari? Iya? Dia ngomong yang aneh-aneh soal aku? Hah? Dia bilang apa? Jawab, Yon! Jawab!" Dada Aimee bergemuruh diserang emosi.

Gejolak emosi Aimee barusan semakin memperkuat asumsi Deon perihal Aimee yang memutuskan Deon secara sepihak, dan takut ketahuan.

Deon semakin terpuruk di ranjangnya.
"Kamu gak perlu tau siapa yang terlibat di sini soal perasaan kamu ke Gasta. Yang pasti aku tau. Kamu, sayangmu tuh buat Gasta. Bukan buat aku."

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now