56 - Pengungkapan Penuh Derita

94 9 6
                                    

Gercep karna ide udah ada dari kemaren kemaren tinggal eksekusi.

Sebenernya aku bisa lebih sadis dari ini, tapi kayanya ga masuk akal aja gitu kalo nurutin kesadisanku. Jadi ya aku minimalisir. Daripada kalian anggep aku sadis beneran hahahaha

Buat pecinta siksaan lahir batin yang bersamaan, dan kamu kamu yg masokis, part ini cocok untukmu ❤ enjoy!

***

Turnamen tahunan antar SMP tingkat kota dimulai tiga minggu lagi. Sebagai kapten tim basket, jelas Gasta diminta Pak Hans untuk segera mempersiapkan yang terbaik bagi timnya.

Tapi jelas pula, Feliz bakal melarang keras Gasta untuk ikut turnamen. Pasalnya, liver Gasta tidak seperti dulu. Dia juga baru seminggu lalu keluar dari rumah sakit pasca relaps karena Raymond. Tentunya aktifitas berat harus dikurangi drastis. Tapi untunglah, setelah pertimbangan yang matang, Feliz memperbolehkannya dengan syarat durasi latihan tidak lebih dari 30 menit.

Hari itu hari pertama Gasta berlatih. Feliz sudah mewanti-wanti Pak Hans untuk tidak memforsir tenaga Gasta. Pak Hans mengerti. Apalagi, posisi Gasta di tim ini adalah kapten. Belum ada yang bisa menggantikan Gasta. Dalam artian, belum ada yang bisa menyaingi skill Gasta dalam bermain dan mengatur kerjasama tim basket.

Petang menjelang dan Gasta belum pulang. Yang membuat deg-degan, mama dan papa sedang berkunjung ke rumah Feliz. Kenapa harus saat Gasta pulang telat? Alamat dia dihabisi dengan macam-macam pertanyaan, terutama oleh papanya.

Feliz cemas, karena Gasta tidak kunjung mengangkat teleponnya. Papa dan mamanya sudah duduk manis di ruang tamu dengan tangan terlipat di dada dan raut menahan amarah.

"Udah hampir jam setengah tujuh loh, Fel." tegur papanya. Feliz menggigit bibir. "Iya, Feliz tau, Pa. Ini juga lagi ditelpon si Gastanya." gerutunya. "Ayolah Gas, angkat."

"Liat aja sampe dia datang tar. Aku habisin dia." gumam Papa dingin. "Sampai ada yang ngebelain dia, awas!" telunjuk Papa terarah pada wajah Feliz dan Mama.

Cklek. Pintu ruang tamu terbuka.

Gasta, dengan T-Shirt ganti dan celana basketnya, berdiri tercengang mendapati kedua orangtua dan kakaknya berkumpul di ruang tamu seperti itu. Di pundaknya tersampir tas basket yang isinya sepatu, jersey, dan bola basket.

"Assalamu'alaikum." ucap Gasta pelan.
Tidak ada yang menjawab.

Sang papa berdiri. Feliz merapat ke mamanya. Seakan mengetahui bahwa setelah ini akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

Buk!
Kepalan tinju Papa mendarat di hidung Gasta, membuat Gasta tersungkur ke lantai.

Ini dia.

Gasta yang memalingkan wajahnya dari sang papa, merintih menahan sakit. Hidungnya mati rasa. Ditolehnya Mama dan Feliz, mereka hanya diam saja sambil menatap Gasta iba. Sangat tidak dipercaya.

"Maaf, Pa." hanya itu yang terlontar dari bibir Gasta. Sedetik kemudian, Gasta merasakan tendangan keras di perutnya, yang membuatnya menunduk makin dalam.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now