54 - Terus Terang, Terus Menerangkan

112 6 16
                                    

Akhirnya cuy, update jugaaa
Abisnya buntu, masa yaaaa aku lupa ndiri ama cerita yg aku bikin ndiri. Kan lucu cuy 😂
Ya sudah, enjoy ya!
2100an kata nih. Kenyang kan?
Awas kalo ga vote + komen!

***

Jam menunjukkan pukul 4 sore lebih 10 menit ketika Baskara menghilang dari pandangan Feliz. Gasta sedari tadi sudah menunggu perginya Baskara, untuk menunjukkan rasa kesalnya pada kakaknya. Bisa-bisanya Feliz dengan entengnya menanggapi Baskara dengan ramah. Kali ini, hati Gasta yang lembut sepertinya sedang dalam mode off. Tapi sejak awal, hati lembutnya memang selalu dalam mode off kalau berurusan dengan Baskara.

"Kakak kenapa masih baik ama Baskara sih?" serang Gasta ketika turun dari tangga.

Tau adiknya semarah itu, Feliz mencoba meredam emosinya. "Sini. Duduk."
Gasta duduk di sofa, masih dengan raut masam.
"Dia nampar aku Kak. Bikin Kakak sakit hati. Diusir dari sekolah. Dan Kakak masih mau baikan ama dia?"
"Dia udah minta maaf, Gas. Apa salahnya sih maafin dia?" bela Feliz.
"Tapi Kakak tuh terlalu welcome ama dia!" Gasta masih bersikeras.
"Ya udah sih orang urusannya dia ama Kakak!" balas Feliz sedikit kesal. Gasta semakin merengut.
"Urusan Kakak kan urusan aku juga."

Feliz menoleh.
Adiknya ini berhasil membuatnya tertegun. Terperangah di sore hari. Gasta, si hobby bikin khawatir ini, tiba-tiba berkata demikian. Rasanya sudah dewasa sekali. Feliz positif bungkam oleh kalimat Gasta.

"Urusan aku aja urusan Kakak, berarti urusan Kakak urusan aku juga dong." lanjut Gasta, masih keukeuh dengan kalimatnya.

Feliz terpaku di tempatnya. Dia tidak mau menatap Gasta. Kini dia sadar, adiknya sudah besar, dengan pemikirannya yang turut mendewasa.

"Katanya masa lalu biarin hidup di masa lalu. Kakak sendiri kan yang bilang." Gasta melanjutkan ucapannya. "Giliran aku mati-matian ngelupain Aimee, eeeh Kakak sendiri dengan mudahnya buka pintu lebar-lebar buat Baskara. Buat orang dari masa lalu Kakak yang udah nyakitin Kakak. Kakak becanda?"

Jantung Feliz terasa ditikam dari belakang. Bukan apa-apa, Feliz hanya merasa kedatangan Baskara tadi itu seakan membawa harapan.

"Terus Kak Raymond gimana? Kakak mau jadi Aimee part dua? Yang ngeduain yang udah ada buat dia?" cecar Gasta kemudian. Feliz menggigit bibir. Bisa-bisanya adik semata wayangnya itu menohoknya seperti itu.

"Jawab dong. Diem diem bae. Kakak kira aku ngga peduli ama kehidupan Kakak?"
"Gasta!" bentak Feliz tiba-tiba.
"Kakak masih mau marahin aku? Setelah Kakak yang salah?" sahut Gasta, yang ternyata lebih berani.
"Kamu nggak ngerti apa-apa, Gas." Feliz menunjuk-nunjuk wajah Gasta.
"Apa? Salah kalo aku nanya Kak Raymond gimana? Kak Raymond udah ada di kehidupan Kakak, loh. Di kehidupan kita. Di kehidupan aku. Dan Kakak masih aja kasih kesempatan buat Bas..."
"Kamu nggak ngerti, Gasta." sela Feliz, mencoba meredam emosinya.
"Dia cuma masa lalu, nggak perlu dibawa-bawa lagi ke masa..."
"Bedaaaaa! Ini beda, ngerti?" nada tinggi Feliz menelan nyali Gasta bulat-bulat.

"Perasaan kamu ke Aimee, itu beda, sama perasaan Kakak ke Baskara! Kasusnya beda, Gas. Kamu ngga bakalan ngerti meski Kakak jelasin berkali-kali. Paham?"

Lidah Gasta kelu, seakan ditelan rasa kecewa. Gasta hendak kembali melawan, namun rasa putus asa lebih dulu menahannya.

Feliz menghela napas panjang. Disentuhnya punggung tangan Gasta yang kini tidak menatapnya.
"Kalo kamu ngga mau kasih Herr Baskara kesempatan buat baikan ama kita lagi..." Feliz memutus kalimatnya, "kasih kesempatan buat Kakak. Buat bisa baikan lagi ama Herr Baskara."

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now