31 - Aimee VS Gasta... Wait, What?

116 13 0
                                    

Sekolah lagi.

Bertemu Aimee lagi.

Entah sudah berapa hari Gasta tidak berbincang-bincang dengan Aimee. Menyapapun tidak. Bukan karena Gasta masih marah. Namun karena Aimee yang benar-benar berubah.

Aimee berubah sejak Deon pergi. Terlepas dari asumsi bahwa Gasta-lah yang memicu kepergian Deon, Aimee memang menjadi cenderung pemarah kali ini. Bukan hanya Gasta, namun seisi kelas 8A juga menyadarinya.

"Aimee stress kali."
"Ya masih trauma lah, pacarnya men yang meninggal, pacarnya!"
"Lebay banget lah si Aimee. Kayak nggak ada yang naksir dia aja."
"Gagal move on paling berat itu bukan ama pacar yang tiba-tiba jadian ama orang lain. Tapi ama pacar yang udah meninggal dunia. Dan Aimee salah satu korbannya."

Dan masih banyak cibiran lainnya yang bahkan Aimee dengar, tapi pura-pura tidak tahu.

Namun Tuhan Maha Berencana.

Di mata pelajaran fisika, entah bagaimana Bu Lisa tiba-tiba mengelompokkan Gasta dengan Aimee, Danes, dan Fitri. Semuanya terbelalak kaget, tentu saja. Apa jadinya nanti? Fitri anak yang paling pendiam di kelas 8A. Dan Gasta tentu jarang sekali berinteraksi dengannya.

"Bu, saya pindah kelompok ya?" protes Gasta di depan meja Bu Lisa.
"Kenapa?"
"Nggak enak Bu, ama mereka."
"Nggak enak gimana? Aimee kan peringkat 3 di kelas. Danes anak olimpiade. Fitri juga lumayan pinter. Gimana bisa nggak enak?"
"Ck. Ayolah Bu."
"Kamu jangan pilih-pilih teman, Gas. Udah. Nggak ada pindah-pindahan kelompok."

Gasta tertunduk lesu dan kembali ke bangkunya.

Dan, sepertinya yang sudah Gasta duga, kelompok mereka sungguh dingin. Danes, apalagi Aimee, seakan tidak menganggap bahwa Gasta ada di sana. Aimee bahkan bersikap manis pada Danes, yang mana sulit sekali dipercayai oleh Gasta.

"Gue garap yang mana nih?" Gasta memberanikan diri buka suara.
"Yang materi keempat aja Gas." sahut Fitri pelan.
Gasta melirik Aimee, mencoba berbasa-basi. "Mee, mau tukeran materi ama gue?"
"Ngga usah."
"Punya gue cuma dikit loh. Gampang bikinnya."
"No, thanks." balasnya tanpa menatap Gasta. Gasta menghela napas panjang. Ingin rasanya dia menarik Aimee dari situ lalu mengajaknya ngobrol serius untuk meluruskan masalah mereka.

Fitri tampaknya peka. Dia langsung mengajak Danes berdiskusi. "Dan, sini deh gue bantu. Etapi di bangku gue aja ya? Biar Aimee ama Gasta fokus ama materi mereka."
Danes mengiyakan saja.
"Eit, mo kemana? Gue ikut!" seru Aimee.
"Udah lo di sini aja, lo sharing ama Gasta. Kan materi ketiga ama keempat nyambung. Gue ama Danes kesono." kilah Fitri. Aimee mendengus kesal.

Tinggallah kini mereka berdua, duduk bersebelahan. Rasa canggung menyelimuti mereka. Betapa sakit hati bisa mengubah suatu rasa menjadi sebaliknya dalam kurun waktu yang tidak lama.

"Gue kaga paham Mee."
"Makanya baca."
"Lo ngerti kan? Gimana sih maksudnya?"
"Masa gitu aja lo ga ngerti sih?" dengus Aimee. Namun aneh juga rasanya memanggil Gasta dengan 'lo', bukan 'kamu' seperti biasa.

"Ngga ngerti. Gue kan ngga masuk lama. Makanya ajarin."
"Ck. Ya udah dengerin. Jadi ini tuh..."
Aimee mulai menerangkan. Gasta jelas tidak fokus. Matanya mengarah pada raut Aimee yang serius berbicara sambil terus menatap buku fisika yang digunakannya untuk menjelaskan pada Gasta.

Suara itu...
Suara yang selalu menggema dalam lamunan serta mimpi-mimpi Gasta di tidurnya...
Suara yang sudah lama tidak didengarnya dalam jarak sedekat itu...

Gasta larut dalam nostalgia pedih khas pasca-patah hati.

"Paham kaga?"
Gasta tersentak. "Oh, eh, iya. Iya Mee."
"Iya apa?"
"Iya, paham."
"Coba ulangi."
"Apanya?"
"Penjelasan gue tadi."
Gasta menelan ludah. "Duh, gimana ya... Gue paham, tapi kalo jelasin lagi... Masih agak bingung..."
"Ck. Aaaah!" Aimee mendengus emosi. "Terus gimana dong? Bego banget sih lo."
Alangkah sakitnya hati Gasta saat itu.
Biasanya, kalau Aimee mengata-ngatainya seperti itu, dia malah senang. Karena olokan Aimee dulu berbumbu rasa sayang dan senyuman manja. Namun kali ini, Gasta jelas merasa berbeda. Aimee marah dan kata-kata menyakitkan itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Jelas ini olokan yang sebenarnya, bukan candaan. Namun Gasta hanya bisa membisu sambil terus menatap buku fisika itu.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now