55 - Dia atau Dia, Aku atau Mereka

105 6 3
                                    

Halohalo
Keasyikan ngehalu, eh kebablasan jadi tiga rebu dua ratus kata. Hahahahaha

Ya maklum lah yaaa kenapa lama.
Enjoy gaes!

***

Cukup berwarna.

Begitulah hari-hari Gasta kini di kelas. Sejak senyuman Aimee kali itu, Aimee tak lagi sedingin biasanya. Meski tidak pernah mengobrol, setidaknya Aimee masih 'mau' diajak bicara oleh Gasta. Gastapun, tidak berekspektasi yang berlebihan pada Aimee. Aimee tidak bersikap dingin padanya saja sudah lebih dari cukup baginya. Meski tak dapat dipungkiri, hatinya masih untuk gadis itu.

Namun, mengetahui bahwa hati gadis itu tak lagi untuknya, dia bisa apa?

Perkembangan kesehatan Gasta juga cukup pesat. Livernya dalam kondisi yang baik. Gasta bahkan sudah mulai ikut basket lagi. Meski hanya sebentar-sebentar. Tangannya juga mulai memainkan stik-stik drumnya lagi, meski hanya di dalam kamarnya dan tanpa drum. Semua semakin membaik dan Gasta sangat bahagia akan hal itu.

Lain Gasta, lain pula Feliz.

Kedatangan Baskara secara tiba-tiba beberapa waktu yang lalu bukan berarti tiada artinya bagi Feliz. Justru malah menjadi titik balik perasaan Feliz yang dia sendiri kira sudah mati.
Kebaikan dan perhatian Baskara ditanggapinya dengan biasa saja, namun bukan berarti tanpa makna. Diam-diam ada harapan yang terselip di sana. Baskara pun demikian. Perhatiannya yang hidup kembali setelah lama sekali mati, membuatnya merasa bahwa dia dapat menggenggam Feliz sekali lagi.

Sayang sekali, Gasta tidak senang akan hal itu. Harapan Gasta untuk Feliz hanya satu: Raymond, yang mana diam-diam juga merasa diberi harapan oleh Feliz.

Raymond yang masih menelponinya hampir tiap dua malam sekali.
Raymond yang masih mengontaki Gasta dan turut mengawasi perkembangan kesehatan Gasta.
Raymond yang kini, dengan baik mengabarinya seakan Feliz adalah seseorang yang 'berarti' baginya.

Dan sayangnya, Feliz sadar akan hal itu.

Namun Baskara seakan mengacaukan semuanya, dan anehnya Feliz seakan tidak keberatan.

Di hari yang sama, Feliz berkomunikasi dengan Raymond dan Baskara, dengan intensitas yang sama, dan dengan perasaan yang tidak dibebani rasa bersalah. Gasta tahu itu. Saat Feliz mengontak Raymond, hati Gasta bahagia. Namun saat Feliz mengontak Baskara, hati Gasta kesal bukan main.

Gasta seakan mendapat tugas 'tidak langsung' dari kakaknya, yaitu 'tutup mulut'. Menjaga rahasia, agar tidak cerita pada Raymond bahwa Baskara hadir kembali dalam hidup Feliz. Gasta tahu betul, Raymond bukan siapa-siapanya Feliz. Begitu juga dengan Baskara. Jadi seharusnya tidak ada hak bagi Raymond maupun Baskara untuk mengatur-atur kehidupan Feliz. Demikianlah Gasta menyusun pemikiran itu di kepalanya.

Gasta tidak ingin Raymond tahu bahwa Baskara hadir kembali, karena dia tidak ingin Raymond pergi dari Feliz. Gasta terlanjur 'sayang' pada Raymond. Gasta tahu, Feliz pernah punya perasaan yang sangat besar pada Raymond, yang mungkin hingga sekarang. Raymond terlalu berharga untuk dihapus dari kehidupan Feliz, baik bagi dirinya maupun bagi kakaknya.

"Kak Raymond tar malem ke rumah ya?" tanya Gasta di telepon. Gasta menelepon Raymond. Sementara, tak jauh dari situ, Feliz juga sedang ngobrol dengan Baskara di telepon.
"Iya, Gas. Kenapa?"
"Mabar dong hehehe."
"Pastiiii. Gimana keadaan kamu?"
"Baik Kak, alhamdulillah. Kata dokter kondisiku lagi oke. Kinerja organ optimal. Sehat wal afiat lah pokoknya." jawab Gasta dengan semangat. "Ga sabar nunggu nanti malem, Kak."
Tawa Raymond terdengar di seberang.
"Tenang. Nanti Kakak dateng jam delapan. Kamu belajar dulu, biar ntar bisa mabar."
"Siap bosku."
"Dah Gasta."
"Yoiiii."

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now