35 - Ketika Mencoba Berubah

135 13 0
                                    

Kelam.
Mungkin itulah kata yang paling tepat yang dapat menggambarkan perasaan Gasta saat di sekolah saat ini. Tepatnya saat dia sedang di kelas. Baginya, kelas saat ini terasa lebih suram daripada rumah mamanya.

Bagaimana tidak? Setelah Aimee, kini Lefina. Tapi setidaknya, Lefina masih mau bertegur sapa maupun ngobrol dengannya, meski tidak serenyah dahulu. Aimee? Seakan tiada harapan. Jangan lupakan Danes juga. Danes, yang urusannya dengan Gasta sudah selesai berbulan-bulan lalu, kali ini tetap saja dingin pada Gasta. Terlebih selepas kepergian Deon. Danes seakan turut menyalahkan Gasta setelah mengetahui cerita soal Gasta yang ke kamar Deon waktu itu.

Untung masih ada Valdi. Ada Azhar. Ada Tofan, Marco, dan teman-teman lainnya. Yang masih asyik diajak bercanda, gila-gilaan, dan bermain bersama.

Namun siang itu, tampaknya kesabaran Gasta sedang diuji.

Pembagian kelompok kesenian. Valdi sang ketua kelas diminta Bu Hesti untuk membagi kelompok. Valdi yang fleksibel, malah menanyai teman-temannya satu persatu mau sekelompok dengan siapa. Tujuannya, agar kerja kelompoknya nggak 'terpaksa'.

Gasta kali itu sebangku dengan Sammy. Valdi tentu saja mendahulukan yang duduk di sekitarnya.
"Tof, lo mau ama sapa?"
"Ama Marco, Fairuz, Nova, ama Mefi deh." jawab Tofan.
"Duh. Sekelompok cuma empat dodol."
"Ya udah, Fairuz buang hehe."
"Kampret. Lo Zhar, ama sapa?" kali ini Valdi menanyai Azhar.
"Ama lo deh. Sisanya terserah."
"Rinka ama Stella ya?"
"Angkuuuut." Azhar setuju.
"Kalo lo, Dan?" Valdi berpaling pada Danes.
"Bebaaaaas." sahut Danes yang berjarak dua bangku dari Valdi. "Ama Aimee deh. Mau ya Mee?"
Aimee menoleh. "Siap." sahutnya pada Danes.
"Terus sapa lagi?"
"Sapa aja deh. Asal jangan Gasta." timpal Danes keras-keras, membuat Gasta menoleh. "Ya nggak Mee?" lanjutnya, dibalas senyuman penuh arti oleh Aimee.
"Anjir, frontal bener." gumam Valdi, kembali sibuk pada listnya.

Gasta terpaku di bangkunya. Tenggelam dalam diam, kebisuan yang penuh belati menusuk-nusuk hati. Mau membalas, nanti masuk BK lagi. Jadi diam adalah yang terbaik. Gasta sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat di bangkunya. Diam-diam, ditonjoknya kursi Sammy, yang notabene pemiliknya sedang keluar kelas. Berulang kali, namun perlahan, hingga amarahnya habis. Namun amarah itu seakan membuncah berulang kali.

"Asal jangan Gasta."
Kalimat itu terngiang-ngiang sampai di hati Gasta. Tidak hanya di telinganya saja.
Lalu disusul dengan senyuman Aimee yang seakan berkata "Yes, you're absolutely right, Dan!" yang mana tentu saja membuat Gasta dongkol setengah mati. Sebenci itukah mereka dengan dirinya? Sehina itukah dirinya di mata mereka?

Gasta kembali menghujamkan kepalan tangannya berulang-ulang di bangku Sammy dengan tatapan kosong, hingga sebuah suara mengagetkannya.
"Gas."
Gasta menoleh cepat.
"Kita kelompokan ama sapa?" tanya Sammy lugu.
"Lefina!" jawab Gasta cepat. "Lefina, ama Shaci. Cepetan. Bilang ke Valdi!"

Sammy melenggang ke bangku Valdi. Sementara Gasta, tetap di bangkunya dengan senyum licik yang diam-diam terkembang perlahan di bibirnya, seiring munculnya ide-ide di kepalanya.

Tak lama kemudian, Sammy kembali ke bangkunya. Dengan raut wajah panik, dia menjawil Gasta.
"Gas. Lefina punya kelompok." ujar Sammy lumayan keras. Lefina, merasa ada yang menyebut namanya, langsung menyahuti.
"Apa'an Lefina Lefina?"
"Eh, nggak Fin, tadi mau..." tukas Gasta gugup.
"Apa? Lo mau sekelompok ama gue? Gue udah ada." potong Lefina.
"Lo ama sapa?"
"Ama Aimee. Ama Danes. Lo ga dapet kelompok ya? Kasian."

Watdefak! pekik Gasta dalam hati.

"Gimana nih Gas?" tanya Sammy lagi.
"Ya udah. Coba tanya aja sapa yang belum dapet."
Sammy kembali ke bangku Valdi. Gasta pasrah. Hatinya kacau. Urusan kelompok-kelompokan seperti ini never been this hard sebelum pertengkaran itu terjadi. Ya, antara dia dan Aimee.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now