64 - Tidak Tepat, Tapi Tidak Terlambat

100 10 9
                                    

Maaf ya telat sekali. Sebulan lebih ga apdet.
Buntu parah aslik.
Sibuk jualan puding juga hahahaha

Yaudah baca ya. Jangan lupa vote+komen.
Maaf ngga ada adegan siksa2annya.

***

Gasta mengerjapkan matanya yang terasa berat pagi itu. Hari Minggu pagi yang berbeda.

Aroma yang tidak biasa berpendar di sekitar hidung Gasta. Jelas. Bau rumah sakit. Bau yang sudah cukup lama tidak dirasakannya. Mata Gasta masih benar-benar berat. Ditolehnya sekitar. Tiba-tiba matanya membulat ketika dia mendapati dirinya di situ tidak sendiri. Ada Aimee bersamanya.

"Hai Gas." sapa Aimee lembut.

Kenapa sih? Kenapa cewe ini selalu bikin sensasi? diam-diam Gasta menggerutu dalam hati namun dengan perasaan senang.

"Kak Feliz mana?" tanyanya lirih pada Aimee.
"Miss Feliz pulang bentar. Ada something yang harus diselesaikan katanya." ujar Aimee lembut, mengejutkan Gasta dengan sentuhan di pipinya. Aimee melempar senyum, yang membuat Gasta otomatis tersenyum juga.

Gasta tak berdaya di atas ranjang. Lemas sekali tubuhnya. Tiba-tiba dia teringat bahwa besok jelas dia tidak bisa bertanding mengingat kondisi tubuhnya yang serapuh itu. Kegelisahan semakin menyeruak di hatinya.

Gasta memandang langit-langit ruang inapnya. Tubuh Gasta ada di sana, namun benaknya tertinggal di arena. Masih teringat jelas selebrasi-selebrasi yang dia lakukan bersama timnya, bahagia raut wajah mereka karena berhasil mengalahkan Tigerboss rival sejati mereka di menit-menit terakhirnya, dan tentunya semangat Aimee yang tiba-tiba datang dan mengejutkan dia.
Semua seakan berubah cepat sekali; insiden darah yang keluar dari mulut serta hidungnya yang begitu mendadak tanpa ada tanda apapun, nyawanya yang sudah di ujung ubun-ubun saat di mobil bersama Aimee, dan papanya yang masih tega menyakitinya tanpa mengingat kondisi fisik anaknya saat itu.

"Gas? Are you okay?" tegur Aimee saat mendapati wajah bengong Gasta. Gasta mengangguk samar dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Pasalnya, perutnya masih sakit sekali. Tubuhnya masih terbungkus pakaian gantinya saat selesai pertandingan kemarin. T-Shirt abu-abu, jaket hitam, dan celana basketnya.

"Kamu di sini sejak kapan?" tanya Gasta. Suaranya hampir seperti berbisik. Sayu matanya membuat Aimee semakin ingin selalu ada di sisinya.
"Tadi pagi banget. Aku semalem susah tidur."
"Kenapa?"
"Mikirin kamu."

Lagi-lagi, senyum Gasta terurai. Gadis ini memang kampret. Kampret dalam segala hal. Pandai betul menaik-turunkan hati seseorang. Curiga dulu bundanya ngidam lift saat mengandung dirinya.

"I'm okay." Gasta meyakinkan Aimee. Padahal nyeri di perutnya sedang menjadi-jadi.
"Aku ngga pernah liat kamu sekritis kemarin. Aku takut, Gas. Takut banget..."
"Takut apa?" sela Gasta.
"Ya takut...."
"Takut kalo aku ninggalin kamu?" sela Gasta sekali lagi dengan senyum penuh arti.

Raut Aimee mengendur. Beberapa detik, darahnya seakan berhenti berdesir. Begitu kuatnya feeling Gasta akan ketakutannya.

Namun Gasta menangkap perubahan raut gadis kesayangannya itu.

"Trus kamu kesini mau jagain aku?" Gasta mengalihkan pada hal lain.
"Niatnya cuma nengokin. Terus Miss Feliz cerita kalo dia banyak tanggungan di rumah. Akhirnya aku nawarin diri buat nemenin kamu, deh." terang Aimee.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now