10 - Gasta Diserang

162 18 3
                                    

Danes akhirnya masuk. Sedangkan Gasta sudah masuk sejak dua hari lalu.

Atmosfer kelas membeku saat Danes memasuki kelas. Dia berjalan tertatih, dibantu ibunya. Insiden kemarin hanya mengakibatkan tulang ekor Danes retak beberapa milimeter, namun dampaknya cukup fatal kemarin. Untung sekarang Danes sudah tidak apa-apa.

Sepeninggal ibu Danes, lima menit kemudian Gasta datang. Bersama Aimee. Bercanda-canda, dan terhenti saat Aimee sadar bahwa Danes sudah masuk. Lalu Aimee memberi isyarat pada Gasta dengan dagunya bahwa Danes sudah ada di sana.

"Santai aja." kata Gasta pada Aimee. "Kalo kita kaku ama dia, malah kayak nunjukin sikap permusuhan kan." lanjutnya.

Gasta memutuskan untuk meramahi Danes pagi itu. Dia tidak ingin ada permusuhan di kelas ini, apalagi kalau yang bermusuhan itu dirinya.

"Hai, Dan. Udah nggak sakit kan?" Gasta dengan wajah sumringah khasnya menyapa Danes. Dan seperti yang sudah diduga Gasta, sikap Danes dingin.

"Bukan urusan lo."

Gasta tersenyum. "Urusan gue lah. Sorry ya. Sorry banget. Kemaren gue gak niat nakut-nakutin lo. Nakut-nakutin Marco kok. Maafin gue ya?"

Semua mata tertuju pada mereka berdua.

Gasta mengulurkan tangan, hendak menjabat tangan Danes. Namun, kesombongan Danes lebih kuat. Dia menampik tangan Gasta dan berdiri, lalu melenggang keluar kelas. Mata Gasta terbelalak perlahan, dan hanya bisa terdiam kaku menyaksikan keangkuhan Danes kali itu.

Kontan saja sekelas langsung mencericip tak karuan. Ada yang menghujat Danes, ada yang berbisik-bisik ngomongin Gasta. Ada yang menatap sinis kepergian Danes, ada yang melirik Gasta dengan tatapan 'apaan sih lo, telat tau.' Dan Gasta hanya bisa menghela napas panjang, lalu duduk di bangkunya di sebelah Azhar.

Sepanjang pelajaran hari itu, Gasta sulit konsentrasi. Dia sadar dia telah membuat masalah dengan orang yang paling malas berurusan dengan masalah.

***

"Gas, kamu pulang naik angkot?" tanya Aimee tiba-tiba.

Betapa senangnya Gasta ditanya seperti itu oleh Aimee.

"Iya. Hari ini Kak Feliz pulang duluan. Kenapa?"

"Bareng yuk. Hari ini Bundaku ga bisa jemput."

"Ayo aja."

Menyusuri koridor berdua, Aimee dan Gasta kembali bercanda. Gasta selalu bahagia jika ada Aimee di sisinya. Suatu kebanggaan tersendiri, begitu menurutnya.

"Lhooo Aimee. Kok jalan ama Gasta sih?" tiba-tiba terdengar sebuah suara.

Fais. Salah satu berandal kelas 8H, murid Feliz, yang nakalnya luar biasa.

"Jail aja sih mulutnya." sahut Aimee cuek. Gasta tertawa.

"Aku laporin nih Deon ya..." lanjut Fais, dengan nada menggoda, berjalan di sebelah Aimee.

"Laporin aja, biar diputusin. Terus jadian deh ama gue! Ahahaha!" gurau Gasta. Aimee malah ngedumel sambil senyam-senyum.

Langkah Fais terhenti. Ucapan Gasta tadi menancap di hati Fais, dan dianggapnya sebagai ucapan yang tidak main-main. Namanya juga anak SMP, mudah baper. Fais menatap sinis Gasta yang berlalu melewatinya dengan tatapan "Lihat aja ntar".

***

Di rumah, Gasta laporan pada Feliz.

"Kak, masa ya, si Danes marah sama aku. Kaya anak kecil ya Kak."

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now