53 - Masa Lalu yang Menguji

101 8 6
                                    

Tuh, cepet kan, dari part sebelumnya?
Itu karna aku lagi banyak ide gaes, dan banyak waktu luang juga.
Yaudah sih, baca sono.
Jan lupa vote. Awas aja kalo cuma baca doang.

***

Sehari berlalu sejak Gasta mendengar rekaman pengakuan Aimee soal perasaannya tersebut. Malam itu, semua kembali tampak seperti biasa.

"Ada Raymond mau main katanya."

Gasta yang tengah bermain ponsel kontan mendongak. "Serius, Kak?" tanyanya antusias.
"Yoiii. Kok kamu yang seneng sih?" Feliz tertawa sambil menata kue ke dalam toples.
"Bisa mabar soalnya." Gasta nyengir.
"Yeeee, ngegame mulu."

Gasta menaruh ponselnya, menghampiri Feliz di meja makan.
"Kak, emang kakak ama dia tuh gimana sih? Masih naksir kaya dulu?" Gasta memiringkan wajah ke arah kakaknya. Aktifitas Feliz terhentikan. Senyumnya terkembang.
"Dih, anak kecil segala kepo." sahutnya usil.
"Kan dia baik. Meski dia kakaknya Deon, tapi dia nggak kayak Deon sama sekali."
"Hus, orang udah meninggal juga Gas."

"Nikah sana Kak, ama Kak Raymond."
Feliz tertegun. Tapi tertawa juga. Lalu tiba-tiba iseng menggoda Gasta.
"Nanti kamu cemburu? Nggak ada lagi yang perhatian ama kamu, gimana?"
Gasta merengut. "Iya juga ya. Tapi, kalo Kakak bahagia, Gasta juga ikut bahagia kok Kak."

Kontan tawa Feliz pecah.
"Kamu sejak kapan sih segala ngerti quote-quote model gitu?"
"Yeeee, ngeremehin Gasta." Gasta melengos. "Pokoknya Kakak nikah deh ama Kak Raymond. Titik! Kalo kata Dilan nih, "Mau bikin aku seneng?" Jawab "gimana?" gitu Kak." celoteh Gasta.
"Gimana?" Feliz menyahuti saja, sambil tertawa.
"Nikah sama Kak Raymond." tukas Gasta, santai sekali.

Feliz tertawa lagi. "Kamu kira nikah itu segampang beli cilok di depan sekolah, apa?"
"Eh, susah tau. Antrinya naudzubillah kalo jam pulang sekolah."
"Nah, itu. Berarti sesusah itu."
"Pokoknya nikah ama Raymond. Aamiin!" pungkas Gasta, mencomot sebuah kue kering dari toples Feliz lalu melenggang kembali ke sofa depan. Feliz lagi-lagi hanya tertawa.

***

Raymond datang dengan membawa sekotak pizza besar, sekotak kue coklat, dan buah-buahan. Tentu Feliz dan Gasta menyambutnya dengan riang dan penuh rasa terima kasih. Mereka bercanda, Raymond mengajak Gasta mabar, dan Feliz mengajak mereka bermain scrabble.

Sepulangnya Raymond, Gasta mendatangi Feliz yang sudah di kamarnya.
"Kak. Kakak cocok banget loh ama Kak Raymond." celetuknya tiba-tiba.
"Demi apaaaa tiba-tiba bilang gitu?" Feliz heran plus geli.
"Ya emang cocok gitu. Nikah dong Kak."
"Nikah lagi yang dibahas. Hahahaha. Gastaaaa Gasta." Feliz mengacak-acak rambut adiknya.

"Yang penting sekarang," ujar Gasta, "Kakak harus bersyukur atas kehadiran Raymond. Cowok yang Kakak idam-idamkan selama ini."
"Uluh, sotoy betul kalo ngomong. Sini, Kakak cubit dulu!" Feliz jadi gemas. Gasta menepis tangan Feliz. "Orang kalo lagi ngomong tuh didengerin." omel Gasta, yang mana membuat Feliz semakin gemas.

Gasta merebahkan dirinya di atas kasur kamar Feliz. "Lagian aku ngomong gak salah kan? Pertahankan Raymond di sisi Kakak. Aku gak tau perasaan dia ke Kakak gimana, tapi kalo sikapnya Raymond kaya gitu ke Kakak, masa iya sih artinya dia nggak ada rasa apa-apa ama Kakak?" cericip Gasta. Feliz memonyongkan bibir bawahnya, mengece. "Sotoy banget sih Anda. Siapa yang ngajarin?" timpal Feliz.

Gasta bangkit. Merasa kesal, karena kata-katanya seakan tidak masuk ke hati Feliz. "Auk ah. Diajak ngomong serius juga." gerutu Gasta sambil meninggalkan kamar Feliz. Tak lupa mencuri guling Feliz yang memang lebih fluffy daripada guling di kamarnya.

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now