39 - Dibalas dengan Luka

120 12 11
                                    

Momen the last time Aimee bicara pada Gasta, ya, kalimat "syukurlah" beberapa waktu lalu itu, masih tertancap kuat di hati Gasta. Meski, setelahnya Aimee kembali dingin. Gasta kira, Aimee sudah agak sedikit 'cair' padanya. Namun, tiap kali Gasta mencoba melempar senyum pada Aimee, Aimee tak membalasnya.

Jelas Gasta jadi tak mengerti mengapa dan apa yang ada di hati Aimee tentangnya.

Gasta dan Danes tidak lagi saling beroposisi.
Namun di kelas, kecanggungan Danes masih nampak jelas. Semua masih bisa melihatnya. Masih menganggap Danes tetap memusuhi Gasta. Rasa gengsi Danes ternyata tertakdir kekal.

Tapi sebaliknya, Gasta terlihat sangat membaiki Danes. Gasta mulai bercanda dengan Danes, menyapa Danes, dan mengajak Danes ngobrol. Tentunya, hal ini menimbulkan persepsi "Danes-tetap-jahat-no-matter-what-happens" di benak siswa-siswi kelas 8A. Terkesan malah Danesnya yang kelewat jahat, dan Gasta yang kelewat baik.

"Lo kok bisa sih, sebaik itu Gas?" tanya Valdi tiba-tiba, saat di lab biologi siang itu. Hari itu mereka ada penelitian sampel urin. Gasta sekelompok dengan Valdi, Tofan, dan Sammy. "Hah? Baik apanya?" sahut Gasta bingung.
By the way, Valdi termasuk salah satu anak yang tidak suka pada Danes. Dalam artian, sangat ilfil pada Danes, terutama pada sikap congkaknya itu.
"Ama si Danes. Lo udah baikan emangnya ama dia?"
Gasta tersenyum simpul. "Gitu deh."
"Aneh nih anak." gerutu Valdi. "Jadi pake kencing sapa nih?"
"Gue aja." sahut Gasta. "Kebetulan lagi kebelet juga."
"Ya dah kalo gitu ke toilet sono lo."
"Mager. Tar aja lah." Gasta malah asyik memainkan tabung reaksi.
"Kampret lo." timpal Valdi, membuat Gasta tertawa.

Meanwhile...
Aimee keluar lab sambil membawa gelas beaker kecil. Dia hendak ke toilet untuk mengambil sampel urinnya. Lab berada di lantai dua, sementara tidak ada toilet di lantai dua. Mau tidak mau, dia harus turun melewati tangga ujung sekolah yang terkenal sepi, agar bisa cepat langsung ke toilet. Saat menuruni tangga itulah, Aimee tercekat. Di tengah tangga ada Uzi dan Fais yang sedang nongkrong di tengah jam pelajaran.

"Hai, cantik..." sapa Uzi dengan nada ganjen.
Kontan saja langkah Aimee terhenti. Kedua begundal itu memblok jalan sehingga Aimee tidak bisa lewat.
"Duh, jandanya Deon makin cantik aja nih..." Fais menimpali. Ditowelnya dagu Aimee dengan ujung jarinya, yang langsung saja ditepis oleh Aimee.
"Pa'an sih? Najis tau gak!" bentak Aimee. "Minggir gue mo ke toilet!"

Uzi dan Fais saling lirik. Tiba-tiba dengan cepat, Fais mendorong Aimee ke sudut tembok, dan Uzi dengan sigap membekap mulut dan memegangi tangan Aimee. Aimee meronta-ronta tak karuan, namun tentu saja, tidak ada yang bisa mendengarnya karena tangga itu terletak sangat di ujung dan sepi.

"Sssstt... Santai cantiiik..." desis Fais lirih. Tak disangka, Fais mengendori sedikit dasi Aimee. Lalu, kurang ajarnya, dia mulai membuka satu persatu kancing kemeja Aimee. Aimee yang ketakutan setengah mati, berteriak-teriak tanpa ampun. Namun Aimee bukan tipikal cewek dengan teriakan melengking, sehingga naasnya suara Aimee masih kalah dengan bekapan tangan Uzi.

"Hmmm... Asoy euy..." gumam Uzi saat satu kancing Aimee sudah terbuka. Fais pun ikut bersiul riuh. Aimee mulai menangis di tengah teriakannya. Bekapan dan tangan Uzi begitu kuat hingga berontak saja Aimee tak kuasa. Airmatanya mengalir membasahi tangan Uzi.

Dan, di saat itulah tiba-tiba Gasta datang, juga dengan sebuah gelas beaker di tangannya. Betapa terkejutnya Gasta melihat peristiwa itu. Langsung saja ditaruhnya gelas beakernya di salah satu sudut anak tangga, dan berlari menghampiri Aimee.

"Anjing!" umpat Gasta, menarik Uzi dan Fais dari Aimee. "Apa-apa'an lo berdua? Gila lo ya! Bangsat!" amuk Gasta sambil mendorong mereka berdua. Yang didorong hanya balas mengumpat lirih, mungkin karena kaget. Mereka berusaha meraih Gasta, namun Gasta meraih kedua tangan Aimee. Prang!

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now