ROSE 63

332 60 2
                                    

Edward POV

Aku menghabiskan sarapanku dengan cepat sedangkan Rose masih dengan malu menghabiskan makanannya.
Dia malu padaku?
Rasanya tidak perlu.

Mood baikku hilang begitu saja pagi ini. Semuanya berantakan saat aku tahu bahwa Bryan yang menelepon Rose.
Untuk apa dia repot-repot mengurusi karyawannya yang tidak hadir. Bahkan jika dia mau, dia bisa langsung memecat Rose karena tidak masuk mengajar.
Dan dia ingin menjenguk Rose?
Dia ingin di panggil dengan sebutan Bryan saja, tanpa "Pak" oleh Rose.
Aku tahu ini sudah di luar jalurnya.
Bryan menginginkan milikku. Rose. Ya dia menginginkan Rose.
Tidak akan aku biarkan !!

"Apa yang kau pikirkan Edward?" Suara Rose menghentikan pikiranku.

Aku tersadar dan segera mendapati wajahnya sedang menatapku penuh pertanyaan.
"Apa?" aku balik bertanya.

"Apa yang mengganggumu? Kau seperti sedang berpikir keras. Aku bisa menebak itu dari kerutan di dahimu." Oceh Rose Sambil mengunyah makanan di mulutnya.

Bibirnya menggemaskan.
"Sejak kapan si Bryan itu memintamu memanggilnya dengan nama saja?"

Rose tampak terkejut dengan pertanyaanku.

Jawab saja, ayolah.

"Sejak beberapa waktu lalu." Jawabnya dengan santai. Kembali memasukkan garpu berisi makanan ke dalam mulutnya.

Darahku mengalir cepat. Itu artinya mereka pernah bertemu sebelumnya, mengobrol dan apalagi? Sial.

Aku menatap Rose kesal.
Tenang Edward...
Tenang...

"Kita pergi sekarang." Perintahku.

Rose menganga mendengar ucapanku. Garpu masih ia pegang di antara jarinya.
Aku berdiri dan berjalan meninggalkan meja.

*****

Rose POV

"Seperti biasa. Dia menyebalkan." Gerutuku sambil berjalan cepat mengekori Edward.

Bhuugg.....

Sepertinya Suara hempasan pintu mobil yang di tutup dengan keras terdengar mengejutkan bagi Edward.
Ia menatapku tajam.

Dia pikir aku akan takut pada tatapan mata itu?
TIDAK !!

"APA?" Tanyaku sambil menatapnya.

"Kau benar-benar mengesalkan Edward." aku melanjutkan, dan melipat tanganku di depan dada.

"Aku? Memangnya apa yang aku lakukan?" tanya Edward.

"Kau tidak sadar? Atau kau pura-pura? " aku semakin kesal saja dengan tingkah anehnya.

"Sebaiknya kita langsung ke rumah sakit, Paula sudah menunggu."
Lagi-lagi Edward tak memperdulikan kekesalanku padanya.
Lihat saja nanti.

             ***

Kami sampai di rumah sakit di mana Paula dirawat.
Edward mengatakan bahwa hari ini Paula sudah bisa pulang, aku senang mendengarnya.
Gadis kecil itu pasti melewati beberapa waktu yang membosankan selama di rumah sakit ini.

Langkahku tertahan di depan pintu ruangan rawat inap Paula.
Apa yang aku lakukan disini?
Aku bukanlah siapa-siapa.
Sebaiknya aku menunggu di luar saja.  Aku melihat kursi di dekat pintu dan mendekatinya.
Baru saja aku meletakkan pantatku di kursi, tapi suara pintu yang terbuka cukup mengagetkan ku.

"Kenapa kau di luar? " Edward berdiri di depan pintu.

"Aku.. Aku... Kau saja yang masuk. Aku menunggu disini. " Edward pasti melihat kegugupan ku.

"Masuk." Perintahnya.

Oh Tuhan..
Aku tak bisa menolak perintahnya.

Aku menarik nafas panjang. Mencoba menghilangkan kegelisahan ku.
Aku yakin di dalam pasti ada mantan istrinya, ibu Paula.

Aku berdiri, Edward mengulurkan tangannya.
Benar, aku butuh pegangan.
Tapi tidak untuk saat ini.

Aku menggeleng pada Edward. Berharap kali ini dia menghormati keputusanku.
Wajahnya murung, aku hanya bisa memberikan senyum terbaikku untuk menenangkannya.

Aku melangkah pelan membuntuti Edward. Apa yang ku lakukan ini adalah benar?
Entahlah. Ini semua karena Edward.
Dia memaksaku.

Semua orang ada disana.
Ibu Edward juga Monica, serta Bella adiknya.
Aku seperti sedang masuk ke dalam kandang singa. Ibu Edward dan Monica menatap tajam padaku.
Bella hanya menatap heran atau mungkin bingung.
Edward menoleh ke arahku, memastikan aku berada tepat di belakangnya.
Mengapa dia menyeret ku ke dalam masalah serumit ini?

"Mrs. Rossy..."
Suara serak Paula memecah keheningan.

Aku sedikit terkejut.
" Hai Paula... Apa kabarmu? "
Aku menjawabnya.

"Tangan ku masih sedikit sakit. Dan ini terasa sangat berat. " Keluhnya.

"Sayang, Dokter mengatakan hari ini kau sudah boleh pulang ke rumah. Apa kau siap? " Edward memotong pembicaraan kami.

"Aku sudah boleh pulang? " Tanya Paula.

"Ya. Kau boleh pulang ke rumah. Atau kau masih mau di sini? "

" Aku mau pulang, tapi bagaimana dengan ini? " Paula mengangkat kecil lengannya yg di gips.

"Itu tidak masalah, kau akan tetap beristirahat di rumah sampai tanganmu membaik dan kita bisa melepas gips itu. " Jelas Edward pelan kepada putrinya.

" Kau pasti sudah tidak sabar untuk pulangkan sayang?? " Celetuk Monica, ia mendekati tempat tidur putrinya.

Paula mengangguk.

"Kau sudah menyelesaikan semua administrasinya Edward? " Tanya ibunya.

" Aku akan menyelesaikannya. Bereskan saja semua barang Paula, kita langsung pulang setelah aku kembali dari menyelesaikan administrasi. "

"Aku tinggal sebentar, oke? " Ucap Edward pelan kepadaku.

Aku mengangguk pasrah.
Aku tinggal di ruangan ini bersama Ibu dan mantan istri Edward yg begitu membenciku.

Bagus sekali Edward!!

Aku menjadi canggung Secanggug-canggungnya.
Jelas, Ibu Edward menatapku dengan tatapan tidak setujunya.
Apa anggapannya tentangku?
Dia pasti beranggapan bahwa aku telah merayu dan mempengaruhi Edward.

Lucu sekali.
Edward setuju menikahi kembali Monica dengan memanggil pendeta palsu. Itu artinya pernikahan mereka palsu.
Kemudian dia mengajakku tinggal bersamanya di rumahnya dimana Monica juga tinggal disana.
Tidak ada yang boleh mengganggu kami sama sekali.
Ibu dan Monica harus menyetujui hubungan kami, di depan mereka.
Tidak boleh keberatan dengan keberadaan kami maupun hubungan kami.

Apa ini Edward?
Ini gila!!

Bagaimana dengan Bella, apa dia mengetahui semua kegilaan ini?
Kegilaan Ibu dan Monica juga Edward abangnya.

Paula?
Bagaimana perasaannya melihat semua itu nanti?
Ayah dan Ibunya menikah kembali, bersatu, tapi ada aku di antara kedua orang tuanya.

Apa Edward tidak memikirkan Paula sebelum mengambil keputusan ini?

"Jujur saja, aku lebih memilih Edward menduda seumur hidupnya daripada harus kembali rujuk dengan Monica. "
Bisik Bella di sampingku. Jelas, dia mengagetkan ku.
Sejak kapan ia berdiri disitu?

Aku hanya bisa tersenyum tak nyaman merespon ucapan Bella.
Gatal rasanya lidahku untuk bertanya pada Bella, mengapa Bella bisa berbicara seperti itu.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now