ROSE-25

2.5K 219 3
                                    

Rose POV

Mengantarkan air dengan cepat ke meja nomor 19, aku berbalik dan menghindari tatapan Liam yang terus saja mengikuti langkahku. aku benar-benar merasa seperti maling yang di pantau oleh CCTV.

Ya Tuhan,  apa yang dia pikirkan sehingga memperhatikanku seperti itu?
Aku harus mengabaikannya,  aku harus bersikap seperti sebelumnya.  Dia bos dan aku karyawannya. Benar,  seperti itu.

"Mengapa kau terus menghindari ku Rose? " Suaranya membuatku melompat dan hampir menjatuhkan kembali gelas beer.
"Maaf,  aku harus mengantarkan ini." Kataku seolah tidak mengerti.
"Jangan beralasan Rose,  aku tahu kau menghindari ku. " Tuduhnya.

Kau benar.

"Apa yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu tentang perasaanku Rose?  Katakan padaku. "
"Kau tidak perlu melakukan apapun Liam. Tidak ada.  Kita sudah aelesai,  itu saja."aku membalasnya.
Ia menggelengkan kepalanya,  ia meragukan ucapanku.
Ia menatapku jauh ke dalam mataku.  Ia putus asa.
" Beri aku kesempatan untuk memperbaiki keslalahanku. Aku mohon. " Lagi.
" Aku bersumpah,  Lena tidak akan ada lagi disini.  Dia tidak akan datang kemari. Menemuiku. Dimana pun. " Ia bersumpah kali ini.  Bersungguh-sungguh.

Aku menaruh tanganku di kepala. Memikirkan semua yang ia katakan. Kepalaku terasa ngilu mendengar sumpah dan janjinya. Apakah ucapannya bisa aku pegang?

"Liam.. —"
"Aku mohon Rose,  aku mencintaimu. Percaya padaku. " Selanya cepat.

"Baiklah."

Apa?
Apa yang barusan aku katakan?
Aku mengiyakannya?
Hati, otak dan bibirku tidak bekerja bersama-sama kali ini.

" Benarkah?  Kau memberiku kesempatan? " Tawa menyebar di wajahnya. Apakah dia benar-benar bahagia mendengar jawabanku?
" Entahlah,  tapi aku—"
" Terima kasih Rose, aku akan memperbaiki kesalahanku. Aku berjanji." Ia memotong lagi, sebelum aku berhasil mengatakan apapun.
"Aku mencintaimu. "
Dan ia menarik ku ke dalam pelukannya. Hal itu sukses membuat air di dalam gelas yang ku bawa tumpah mengenai baju kami.

"Liam,  aku–" Berusaha untuk mendorongnya jauh.

"Jangan katakan apapun, aku tidak ingin kau berubah pikiran dalam hitungan detik Rose." Tuduhnya. 
Dan dia benar,  aku ingin mengubah ucapanku.

Aku terdiam sekali lagi,  tidak bisa berbicara atau menentangnya. Aku ingin melawan,  tapi lidahku tak kuasa melakukannya.

"Sebentar lagi jam kerjamu selesai,  temui aku di ruangan ku.  Oke? " Katanya cepat. 
Aku bisa melihat matanya berbinar,  penuh kesenangan dan kebahagian.  Kebahagian apa yang membuatnya seperti itu?  Kebahagiaan mendapatkan ku kembali?
Omong kosong.

"Oke." Aku mengangguk. Dan mencoba pergi dari hadapannya.
Langkah ku terhenti saat tangan Liam menahanku, dan ia bergerak maju mendekatkan wajah kami.
Dia akan menciumku,  disini. Sekarang.
Apa?  Disini?
Sialan.  Tidak.
Hatiku berdebar ketakutan,  ngeri membayangkan ada karyawan lain yang melihat kami.

Nafasnya terasa di ujung bibirku.
Aku harus menghentikannya.
Sekarang.

"Liam–" Aku memotong.
"Apa? " Ia tampak kecewa dengan penolakanku.
"Maaf,  hanya saja ini aneh,  bagiku. Aku harus pergi. Aku akan menemuimu di kantor nanti." Kataku cepat,  dan pergi meninggalkannya sendirian di lorong.

Jam kerja telah selesai,  aku mondar mandir di dapur memikirkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Apa aku harus menemui Liam di kantornya?  Atau aku pulang saja dan membiarkannya menunggu?
Tidak mungkin.
Mengambil tas ku dari dalam lemari karyawan, aku berjalan pelan menuju kantor Liam.
Untuk apa aku kemari? Batinku bertanya saat aku sampai di depan pintu.
Untuk menemui kekasihmu, tentu saja.
Aku menyingkirkan pemikiran itu. Aku belum sepenuhnya menerima dirinya kembali. Aku hanya ingin mempersingkat pertemuan kami tadi.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now