ROSE 46

2.1K 225 15
                                    

Rose POV

Aku ingin melompat dan berteriak karena sesuatu yang membuncah di dalam dadaku. Aku bahagia, benar-benar merasa bahagia.
Edward benar-benar manis saat terakhir kami bertemu. Dan malam ini dia mengajakku makan malam, juga dia mencium tanganku.
Tuhan, dia pernah mencium bibirku tiga kali. Itu memang menggetarkan perasaanku. Tapi kali ini dia mencium tanganku dengan lembut dan tersenyum dengan tulus. Itu rasanya lebih dari berciuman di bibir, dia seakan menghormatiku dan mendambakanku. Aku bisa tersenyum sendiri sampai besok pagi bila terus mengingat itu.

Plak. Dewi batinku menamparku keras.
Jangan berpikir berlebihan Rose!! Dia bisa melakukan hal itu pada siapapun. Jangan terlalu percaya diri.
Kata-katanya seakan menyadarkanku.
Benar, dia bisa melakukan itu kepada siapapun.
Aku saja yang terlalu berlebihan menanggapinya.

Senyum di wajahku menghilang, aku membuka pintu rumah dan masuk dengan cepat ke dalam. Bediri di balik kaca jendela yang mengarah ke jalan raya, aku mengintip keluar. Edward baru saja pergi dari sana, dia memastikan aku masuk ke rumah dengan selamat.

Aku baru saja selesai mandi dan ingin segera bersiap untuk memenuhi undangan makan malam bersama Edward. Aku tidak berbohong bahwa aku menyukai ajakannya. Entahlah, mengapa perasaanku menjadi seperti ini. Aku senang saat di dekatnya, dia memperhatikanku dan peduli padaku. Tapi aku sadar bahwa di antara kami tak ada satu apapun, tak jelas. Ya, kami sangat tidak jelas. Sifatnya membuatku berbunga, tapi aku sadar itu tidak apa-apanya menurut Edward.

Aku masih mengenakan handuk saat seseorang datang dan mengetuk pintu rumahku. Aku melirik jam yang ada di dekatku, ini masih pukul tujuh malam. Bukankah masih terlalu awal jika dia datang jam segini?
Pintu di ketuk lagi, lebih keras.
Aku tahu orang yang datang pasti tidak sabar menungguku. Aku segera keluar dan mengencangkan lilitan handuk di tubuhku sebelum membuka pintu.

"Oh.. Hai Rose.. "

Aku terkejut melihat Liam berdiri di depan pintu rumahku. Matanya tertuju pada tubuhku. Sial.

"Liam.. Ada apa kemari? " Tanyaku gugup, berusaha mengalihkan perhatiannya. Menyembunyikan tubuhku namun percuma, aku akan bersembunyi dengan apa?

"Boleh aku masuk? Atau aku akan menunggu di luar saja. Tapi aku rasa itu sedikit tidak sopan. " Katanya percaya diri.

Aku risih dengan tatapannya.

"Masuklah. Aku akan berpakaian sebentar, kau bisa duduk dan menunggu. " Kataku gugup.

Liam masuk ke dalam dengan melewatiku, ia merokok. Aku tidak pernah melihatnya merokok selama berada di club atau di dekatnya. Asapnya mengepul di dalam ruangan.

"Aku akan berpakaian sebentar, bersantailah." Kataku, berlalu meninggalkanya.

"Rose."

Aku terlonjak kaget saat Liam memanggil dan menahan tanganku.

"Ya."

"Aku kemari untuk menawarkanmu pekerjaan. "

"Aku sudah memiliki pekerjaan Liam, Terima kasih untuk tawaranmu. " Aku berusaha menarik tanganku.

Gerakan yang aku lakukan malah membuat Liam semakin menarik diriku ke arahnya.
Tubuhku mendarat tepat di depan dadanya. Tubuhnya keras dan berotot, aku bisa merasakannya di telapak tanganku yang memegang dadanya.
Tidak nyaman dengan situasi ini, aku berusaha mundur dan menjauh dari Liam.
Namun Liam sama sekali tak membiarkan itu terjadi, dia mendekapku dengan sedikit tekanan yang kasar.

"Kau selalu menolak ku. Kenapa?! " Liam berdesis di telingaku.

Jantungku memompa dengan cepat, insting ku mengatakan ini akan berakhir buruk.

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang