Rose 53

2.5K 299 17
                                    

Rose POV

Aku terbangun dari tidurku yang nyenyak. Aku merasa sedikit hangat di balik gulungan selimut kesayanganku.
Tangan keras Edward masih melingkar di perutku, dan aku bisa merasakan tiupan nafasnya menyapa tengkuk ku.

Aku ingin  buang air kecil, tapi rasanya aku takut bergerak. Aku takut gerakan ku membangunkan Edward yang tengah tidur dengan damainya. Tapi aku tidak bisa menahan lagi,  kandung kemih ku terasa sangat penuh, aku harus mengeluarkannya sekarang.

Dengan perlahan aku mengangkat tangan Edward, memindahkannya sehingga aku bisa bergeser dengan perlahan.

"Emmm... " Ia bersuara. Dengan cepat aku menoleh, tapi ia masih terpejam. Syukurlah.

Aku bangun dengan perlahan, berusaha sebisa mungkin tidak membuat guncangan di tempat tidur kecilku.
Aku melihat gaun yang kupakai tergeletak sembarangan di lantai kamarku. Begitu juga dengan kemeja dan celana milik Edward yang bertumpuk di lantai.

Ya, kami melakukannya lagi. Aku mengingat lagi kejadian semalam, kami melakukannya dengan kesadaran kami masing-masing. Kami bagaikan sepasang kekasih yang benar-benar sedang di mabuk asmara. Namun sayangnya kami tak memiliki kejelasan itu.

Sebelumnya...

Edward melepas pelukannya, ia menatap wajahku lekat. Jantungku berdegup tak karuan, itu selalu terjadi disaat Edward berada di dekatku. Ia seperti menghipnotis diriku. Aku menyukai kehadirannya disini. Aku tak menampik bahwa aku terpengaruh olehnya. Oleh duda tampan ini.
Saat Monica datang dan memberitahu bahwa mereka akan kembali bersama, rasanya hatiku hancur. Aku merasa nyaman berada di dekat Edward. Namun ada orang lain yang tak menginginkannya.

Aku juga bahagia saat Edward mengatakan bahwa dia tidak akan kembali pada Monica, aku senang saat dia bilang bahwa Monica hanya bicara omong kosong. Tapi aku sadar, aku tidak boleh egois. Di tambah lagi aku dan Edward, hubungan kami tidak jelas.
Edward tidak pernah mengatakan bahwa ia menginginkanku, ia mencintaiku. Tapi sikapnya membuatku merasakan getaran lain. Perhatiannya padaku, membuat aku memiliki sedikit harapan padanya.

Aku tidak ingin munafik, aku menyukainya. Tapi mungkin Edward tidak. Aku sadar bahwa Edward telah memiliki tubuhku sejak pertama kali ia meniduri ku dan memberikan obat pencegah kehamilan itu. Itu membuktikan bahwa ia peduli padaku. Saat Liam kembali datang merusak hidupku, aku memohon padanya agar Ia menghapus jejak Liam dari tubuhku. Aku tak menyesal Edward melakukan itu padaku, aku mengklaim diriku sendiri bahwa aku miliknya bahkan ia juga telah menawan hatiku.

Edward mencium bibirku dengan lembut, tindakannya mengembalikan lamunanku.
Aku tidak bisa menolaknya, aku membuka mulutku dan membiarkannya bermain dengan lidahku.
Aku membiarkan apapun yang Edward ingin lakukan terhadapku, karena aku berpikir ini adalah terakhir kalinya aku bisa dekat dengannya seperti ini. Aku akan pergi dari hidupnya, aku menyerah dengan perasaanku padanya. Tak mungkin aku bisa memilikinya disaat dia akan kembali pada mantan istrinya. Walaupun dengan kekeh ia menolak kebenaran itu.

"Kau tidak akan bisa pergi dariku Rose, karena aku adalah pemilikmu." Ucapnya pelan di sela ciuman kami.

Aku tak bisa menjawabnya, karena bukan kalimat itu yang aku harapkan. Aku ingin dia mengatakan sesuatu yang membuat jelas hubungan kami.
'Aku mencintaimu' misalnya.

Aku menekan keinginanku yang konyol dan yak mungkin itu.
Edward tak mungkin mencintaiku.
Dia hanya akan menggunakanku. Terlebih dia telah melayangkan uangnya untuk membayar Liam tiga kali lipat.

"Aku menginginkanmu.. " Desaknya.
Lagi-lagi bukan kalimat yang aku inginkan yang keluar dari bibirnya.
'Menginginkanku? ' dalam arti yang ambigu.

Ingin rasanya aku menolak, tapi tubuhku berkata lain. Aku juga menginginkan sentuhannya. Aku merindukan sentuhannya. Tubuhku seperti terbiasa oleh sentuhan Edward.

Aku menganggukan kepalaku, dan Edward tersenyum penuh kemenangan. Ia kembali mencium ku dan melumat bibirku. Aku juga membalasnya, bahkan erangan terkadang lolos dari tenggorokanku.

Edward dengan sigap menggendong ku, dan seperti telah di perintahkan oleh iblis dalam diriku, aku melingkarkan kakiku di pinggangnya dan mengalungkan tanganku ke lehernya tanpa melepaskan lumatan kami.
Gaun ku ikut terangkat dengan mudahnya karena belahannya memang tinggi dan itu membuat pahaku terasa sedikit terjepit oleh kain.

Edward membawaku ke kamarku dan ia menurunkan ku dari gendongannya dengan hati-hati namun tak melepaskan bibirnya dari bibirku. Tubuhku sangat mendambanya, ya aku menginginkan Edward. Aku memeluknya, menempatkan tanganku di lehernya.
Nafsu liarku mengalahkan Akal sehatku.

Dengan cekatan Edward  menurunkan resleting gaun ku dan ia meloloskan tubuhku dari cekikan gaun ketat itu. Tangan ku tak kalah cepat membuka kancing kemejanya satu persatu dan melemparkannya sembarangan. Kini tubuhku telanjang di hadapannya. Hanya tinggal celana dalamku yang masih menempel di tempatnya.

Edward kembali menggendong tubuhku dan membawa ku ke tempat tidur. Ia sama sekali tak melepaskan tautan bibirnya. Aku seperti kehabisan udara di kamarku.

Ia melepaskan bibirku dan membaringkan tubuhku dengan begitu lembut, ia merangkak naik ke atas tubuhku. Ia menatapku, matanya gelap dan menusuk ke dalam mataku. Matanya berkabut gairah, bibirnya basah akibat ulah kami. Aku menelan salivaku sendiri, saat menyaksikan wajahnya yang tampan dan menggoda tengah memperhatikanku.

"Apa?" Tanyaku.

"Kau sangat cantik. " Pujinya. Sontak pipiku memanas mendengar itu. Ia tersenyum kepadaku.

Edward kembali menghujaniku dengan ciumannya, membuat aku benar-benar terlena dan terbuai oleh sikapnya. Manis dan seksi.  Aku tak bisa menahannya. Ini terlalu menggoda.

Edward melakukannya dengan sangat lembut dan perlahan, ia menyiksaku dengan setiap sentuhannya. Rasanya aku ingin pingsan saja, karena tak mampu menahan gejolak gairah dalam diriku.

"Aaaahhhh..... " Erangan lolos dari bibirku.
Aku terlontar ke tempat tidur saat jari milik Edward memasuki milikku. Aku memejamkan mata menikmati gelenyar dalam tubuhku.
Ia kembali menyumpal bibirku dengan bibirnya.

Saat aku membuka mataku, Edward menatap tajam kepadaku, ia tersenyum puas melihatku.

"Kau sudah siap untukku Rose. Kau milikku." Geramnya tertahan.

Aku tidak bisa berpikir lagi, aku tak mampu hanya untuk mengangguk atau menggelengkan kepala merespon ucapannya.

Yang bisa aku lakukan adalah menerima semua yang Edward lakukan dan yang akan ia lakukan kepadaku. Tubuhku menunggunya.

"Kau mau kemana?"
Sebuah suara membuyarkan lamunanku.
Rasa ingin buang air kecil kembali menyerang ku.

Aku menoleh, saat sadar itu adalah suara Edward.
"Aku ingin buang air kecil. " Aku menjawabnya.

Aku mengeratkan selimut di tubuhku.

"Hmm..  Pergilah, jangan menahannya." Ucap Edward lembut.
Ia setengah bangun dari tidurnya, lalu mengecup bagian belakang tubuhku.
Aku meremang sekali lagi oleh kelakuannya.

Aku meraih kemejanya dengan hati-hati. Aku masih mempertahankan selimut yang menutupi sebagian tubuh telanjang ku. Segera saja aku memakai kemejanya dan berjalan keluar dari selimut. Beruntung kemeja ini sedikit panjang dan besar. Jadi bisa menutupi sebagian tubuh bawah ku yang sangat intim.

Sambil berjalan menuju toilet, mataku berpendar mencari celana dalamku, yang entah kemana Edward campakkan. Aku tak menemukannya di lantai maupun di meja dekat tempat tidur.

Tatapan Edward yang mengarah kepadaku membuat aku menghentikan keinginan untuk mencari celana dalamku itu. Aku berlari masuk kedalam toilet dan melupakannya. Sungguh, tatapan Edward membuatku malu dan canggung.

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang