ROSE 64

317 62 2
                                    

Berdiri di ruangan ini membuatku sedikit sulit bernafas. Sesak. Terintimidasi.
Ya. Monica berulang kali menatapku sinis.
Ia masih membantu Ibu Edward mengemasi barang-barang Paula untuk di bawa pulang.
Aku ingin keluar, tapi itu akan membuatku terlihat seperti anak kecil.
Edward terlalu lama di luar sana.

Pintu terbuka, aku sedikit lega saat melihat Edward kembali.
Dia melihat ke arahku, tapi tidak tersenyum.
Berjalan menuju tempat tidur Paula.

" Kau siap untuk pulang? " Tanya Edward pada gadis kecilnya.

Paula mengangguk.
Monica mengikat rambutnya ekor kuda.
Gadis yang manis.

Semuanya sudah siap.
Suster membantu Paula untuk duduk di kursi roda.
Sedangkan Edward memegang kursi rodanya.

Aku menghela nafas dalam-dalam.
Apa gunanya aku disini?
Mengapa Edward tidak membiarkan aku pergi mengajar saja. Itu akan membuatku lebih nyaman dari ini.
Jujur, aku tidak merasa aneh atau apapun melihat pemandangan di depanku saat ini. Hanya saja sikap Edward yang mendiamkanku seperti ini membuatku merasa sangat tidak nyaman.
Aku berharap ini segera berlalu.

" Baiklah... Kita pulang sekarang.." Suara Edward membawaku kembali.

Dia mendorong pelan kursi roda Paula menuju pintu.
Langkahnya di ikuti oleh sang Ibu dan Bella juga suster. Monica berjalan pelan mengikuti mereka, tapi dengan perlahan pula dia berbelok ke arahku.

Oh God.

" Ternyata kau sama sekali tidak mengindahkan kata-kataku." Bisiknya, sambil tersenyum penuh ketidaksukaan.

" Kau sudah sangat melewati batasanmu sebagai seorang guru. Kau menggoda ayah dari seorang murid. Tidak salah jika aku berpikir kau memanfaatkan Paula untuk mendapatkan keuntunganmu. Kau memanfaatkan putriku untuk mendekati ayahnya. Licik sekali. " lanjutnya.

Aku...
Mengincar Edward?
Memanfaatkan Paula untuk mendapatakan pria itu.
Sial !!! Tuduhanmu sangat tidak benar.

" Maaf, tapi semua yang kau- "

" Rose... "
Suara Edward menghentikan ucapanku.

Oh... Hampir saja.
Hampir saja aku membongkar semua rencana Edward di depan Monica.
Dia berhasil memancing emosiku.

Edward melangkah masuk, dia mendekati kami. Aku dan Monica.
"Apa yang coba kau lakukan padanya? Menghasutnya? " Tuduh Edward.

Monica tampak terkejut melihat Edward berbicara seperti itu kepadanya.

"Aku hanya menyampaikan pendapatku saja. Aku harap kau segera menyadarinya. Bahwa pendapatku ini benar. " Jawab Monica.

"Oh ya? Pendapat apa? "

" Aku sangat yakin wanita ini sengaja mendekati putri kita untuk mendapatkan keuntungannya. Mendapatkanmu. Hhh... Licik. " Hardik Monica sambil menatapku sinis.

Sialan, mulutnya.

" Sayangnya pendapatmu itu salah besar Monica. Simpan semua pikiran burukmu terhadap Rose untuk dirimu sendiri. "
Edward membelaku.

"Ayo sayang, Paula sudah menunggu. "
Ucap Edward begitu manis kepadaku.
Dia menggenggam tanganku dan menariknya pelan.

Jujur saja, aku merasa tertolong oleh Edward saat ini.
Dewa penyelamatku, lagi.

Aku dan Edward berjalan mendahului Monica, entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Aku sedikit tak peduli. Aku hanya ingin cepat pergi dari mereka semua.

Edward membukakan pintu mobilnya untukku. Segera saja aku masuk. Dan di dalam sudah ada Paula yang duduk bersama seorang suster.
Oh.. Edward membawa suster untuk merawat Paula di rumah.
Itu bagus.

Sebelum memasuki mobilnya, Edward berhenti karena Monica menahannya.
Mereka terlihat berbicara. Monica dengan wajah penuh pertanyaan sedangkan Edward menjawab dengan begitu santai cenderung dingin.
Apa yang sedang mereka bicarakan?

"Mrs. Rossy... Aku senang sudah bisa pulang. " Celetuk Paula. Suaranya mengalihkan perhatianku dari Edward dan Monica.

"Kau senang sayang? Aku juga. Aku sangat senang kau pulih secepat ini. Kau anak yang kuat. " Aku menyemangatinya. Memberi apresiasi atas kekuatannya melawan rasa sakit.

"Oh ya.. Sus... Apa kau suster yang akan merawat Paula di rumah? " Tanyaku penasaran kepada suster.

"Benar Bu, Bapak Edward memintaku untuk menjadi perawat pribadi selama Paula masih dalam proses pengobatannya di rumah. " Jawab suster itu pelan.

"Baiklah. Aku percaya padamu untuk membantu merawat Paula. "

"Saya akan melaksanakan tugas saya sebaik-baiknya. "

Aku mengangguk kepadanya.
"Oh ya.. Siapa namamu? " Aku lupa menanyakan namanya.

" Delilla. "

"Oke. Suster Delilla. "

Bhuggg.

Edward menutup pintu mobilnya. Biar ku tebak, dia sedang kesal saat ini. Wajahnya ia tekuk, tapi itu tak mengurangi ketampanannya.

Duda tampan, pemilik tubuh dan jiwaku.

Aku tersenyum sendiri menyadari aku tengah memujinya.

"Ada apa? " Aku memberanikan diri untuk bertanya.

Edward menoleh kepadaku.
"Bukan hal penting. "
Ia tersenyum, paksa.

"Oke."
Aku tak ingin bertanya lagi.
Mood Edward sedang tidak baik, jika aku banyak bicara maka ini akan berakhir tidak baik pula.

***

"Edward benar-benar kelewatan. Dia memilih wanita itu dari pada dirimu."
Gerutu Ibu Edward, wajahnya terlihat begitu kesal.

" Aku sudah memberitahu wanita itu Mom, tapi dia sepertinya tidak menghiraukan sama sekali. " Bela Monica.

"Kau juga salah Monica. Kau yang mengecewakan Edward pertama kali."

" Sudah pernah aku katakan, jangan pernah mengecewakannya. Atau kau akan berakhir menyedihkan. Lihat, terbukti bahwa ucapanku benar. "
Sambung Ibu Edward.

"Mom... Aku sudah minta maaf bukan?
Sudah aku jelaskan padamu bahwa aku di rayu pria itu. Dan Edward juga salah. Dia selalu mengabaikanku. Istrinya. Dia tidak pernah menyentuhku semenjak Paula lahir. " Monica membela diri.

"Sekarang kau menyalahkan putraku." Ketus Ibu Edward.

"Sudahlah. Aku tidak ingin membicarakan ini lagi. Persiapkan saja pernikahan kalian yang tinggal beberapa hari itu. Jangan memberiku malu. " Lanjutnya.

"Baik Mom... " Monica akhirnya mengalah.

"Oh ya.. Mom tahu, Edward melarang ku untuk satu mobil dengannya. Dia malah menyuruhku untuk satu mobil dengan Mom..."

"Cukup Monica. Aku juga melihat itu."
Jawab Ibu Edward ketus.

Monica merengut, merasa tidak mendapatkan tanggapan yang ia harapkan dari Ibu Edward.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now