Rose - 14

3.7K 303 9
                                    

"Apa yang terjadi Edward? Mengapa dia bisa mengunci dirinya seperti ini? Setahuku Paula tidak pernah melakukan ini sebelumnya." Kata Rose sambil berjalan membuntuti Edward dari belakang.
"Kami hanya bicara, dan sepertinya Paula tidak setuju dengan keinginanku." Jelas Edward lemah.
"Keinginanmu? Jelaskan apa yang kau maksud Edward. Jangan berbelit-belit." Perintah Rose sesaat sebelum mengetuk pintu kamar Paula.
"Paula... Kau di dalam sayang? Ini aku Rossy. Paula..." Panggil Rose dengan suara sedikit keras.
Hening, tidak ada jawaban.
Rose mengerutkan alisnya, seolah-olah bertanya pada Edward.
Edward menjawabnya dengan mengendikkan bahu.
"Paula... Apa kau sudah tidur? Baiklah, aku akan menunggumu disini. Saat kau bangun nanti buka pintu ini untukku, oke?" Kata Rose bermonolog.
"Mungkin dia sudah tidur Edward, ini sudah sangat larut. Aku yakin dia sudah tidur." Kata Rose memnenangkan Edward.

Edward menarik nafas dalam, ia meletakkan sebelah tangan di dadanya, dan menggigit jari-jari tangan sebelahnya.
"Tenanglah, mood anak-anak akan cepat kembali seperti semula. Semarah apapun dia pada ayahnya, ia akan selalu senang jika kau memanjakannya lagi." Kata Rose berempati.
"Aku hanya mengatakan padanya bahwa aku ingin menikahi Ellie, dan ia langsung menangis dan marah padaku, ia berlari ke kamarnya, langsung menutup pintu dan menguncinya dari dalam." Jelas Edward dengan perasaan menyesal.

"Kau mengatakan padanya bahwa kau akan menikahi pacarmu? Ya Tuhan Edward... Aku tahu kau pasti berpikir bahwa Paula hanyalah seorang anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Tapi apa kau pernah menanyakan bagaimana perasaannya saat mengenal orang yang baru? Apa kau pernah bertanya apa yang sebenarnya ia rasakan terhadap orang yang baru ia kenal? Apa kau pernah bertanya tanggapannya tentang sosok pacarmu itu? Apa mereka sudah saling mengenal dan dekat?"

Edward terkejut mendengar semua pertanyaan Rose yang runtut dan menekannya. Ia menggeleng perlahan menyadari kesalahannya.
Rose mengangguk membenarkan pernyataannya.
"Paula memang hanyalah seorang anak kecil Edward. Tapi dia putrimu. Dia juga mempunyai hak atas dirimu, dia adalah bagian terpenting di dalam hidupmu. Paula anak yang cerdas dan pintar Edward. Dia mengerti apa maksudnya saat kau mengatakan ingin menikahi, siapa?"
"Ellie."
"Ya Ellie. Mungkin dia belum siap untuk menerima orang lain sebagai ibu tirinya. Cobalah untuk mendekatkan mereka terlebih dahulu. Jika Paula sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Ellie dan mereka bisa lebih dekat, maka kau akan lebih mudah untuk membicarakan rencana pernikahan. Ingat Edward, jika kau menikahi sesorang saat kau memiliki status seperti sekarang ini, maka orang itu harus siap menerima apapun yang ada padamu sekarang, termasuk anakmu. Ia harus bisa menerima kalian berdua dalam satu paket." Elas Rose panjang lebar.

Edward terkekeh geli, ia menyipitkan matanya mengejek. "Kau layaknya guru yang sedang mengajari muridnya Rose." Ia berusaha menahan tawanya.

"Apa kau lupa bahwa aku seorang guru?" Balas Rose menyindir.
"Dan juga seorang waiters." Sindir Edward lagi.
"Kau masih membahasnya." Jawab Rose kesal.
"Maaf. Aku hanya bercanda. Maafkan aku." Bujuk Edward.
"Aku hanya mawakilkan perasaan Paula Edward, aku rasa ia berpikir seperti itu. Jadi jika kau ingin menikah lagi, kau tidak boleh teburu-buru. Kau harus memikirkan perasaannya juga Edward." Kata Rose kembali ke topik sebelumnya.

Menarik nafas panjang, Edward memejamkan matanya dan membuka kembali. Tatapannya sendu kali ini.
"Mungkin kau ada benarnya Rose, aku terlalu egois. Hanya memikirkan kepentinganku dan Ellie saja, tidak memikirkan perasaan Paula. Kau benar, Paula belum terlalu mengenal Ellie, begitu juga sebaliknya."

Rose mengangguk mengerti, ia lega karena Edward akhirnya mengakui keegoisannya, dan berharap semua akan baik-baik saja setelah ini.
"Pelan-pelan saja Edward. Jika memang Ellie mencintai kalian berdua, maka ia akan bersedia menunggu dan menikmati proses kedekatannya dengan Paula. Itu akan menjadi tantangan untuk kalian, kau dan Ellie." Jelas Rose pelan, menyemangati Edward.

"Terima kasih Rose, kau telah menyadarkanku. Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kau tidak menegurku seperti ini. Aku tidak ingin kehilangan putriku." Katanya sambil menggelengkan kepala pelan, matanya menyiratkan penyesalan dan ketakutan.

"Begitu juga dengan Paula Edward, dia tidak ingin kehilangan kasih sayang ayahnya hanya karena ada orang baru yang memasuki kehidupan kalian." Tambah Rose. Ia tersenyum hangat kepada Edward sembari mengelus lembut bahu Edward, memberikan sedikit ketenangan untuknya.

"Terima kasih Rose." Edward membalasnya dengan senyuman tipis.

***

Edward sudah terbiasa untuk bangun pagi, dia harus menyiapkan segala sesuatu sendirian disaat akhir pekan seperti hari ini. Menyiapkan susu dan sarapan Paula juga sarapan untuk dirinya sendiri. Edward tidak pernah mengeluh jika harus melakukan ini di setiap akhir pekannya, ia sengaja memberikan waktu libur kepada Dora asisten rumah tangganya yang baru ia pekerjakan satu bulan ini setiap akhir pekan. Dan Dora juga tidak Edward izinkan menginap, ia hanya datang di pagi hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pulang setelah selesai mengerjakan semuanya. Edward merasa lebih tenang jika seperti itu, ia tidak perlu merasa khawatir seperti sebelum-sebelumnya.

"Selesai. Mari bangunkan Princess kecil itu, aku harap dia sudah tidak lagi marah padaku." Kata Edward pada dirinya sendiri, kemudian bwrjalan meninggalkan dapur.

Langkah kaki Edward terhenti saat ia melintasi ruang keluarga, ia melihat ke arah dimana Rose masih tertidur dengan nyenyak di atas sofa dengan selimut yang menggulungnya.
Edwars bisa melihat dengan jelas wajah cantik Rose saat ia tidur, Edward tersenyum simpul dan mementalkan pikiran di kepalanya.
Rose bergerak dari balik selimutnya dan dengan perlahan membuka matanya lalu duduk dengan cepat setelah semua jiwanya kembali ke tubuhnya.
Edward menarik bibirnya tipis, menutupi humornya melihat tingkah Rose yang baru saja sadar dari tidurnya.
"Selamat pagi Rose. Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Sapa Edward. Ia membelokkan langkahnya mendekati Rose.

"Uh.. Hai Edward. Selamat pagi. Umm.. Ya lumayan, dan akhirnya aku kesiangan." Kata Rose sambil tertawa kecil.
"Maaf, aku jadi bangun sesiang ini, sangat tidak sopan jika tamu bangun siang di rumahmu. Benar bukan?" Kata Rose menyesal.
Edward menggeleng, lalu tersenyum hangat. "Bukan suatu masalah bagiku Rose. Santai saja. Aku bisa memakluminya, kau tidur jam 3 pagi. Wajar saja kau bangun sesiang ini, kau pasti kelelahan bukan?"
Rose tersenyum, malu. Wajahnya memerah seketika.

"Dimana Paula? Apa dia sudah keluar dari kamarnya?" Tanya Rose, mengganti topik pembicaraan.
"Belum, aku baru ingin membangunkannya. Aku harap aku berhasil." Jawab Edward pesimis.
"Kau pasti tahu cara membujuknya Edward."
"Semoga saja." Kata Edward, terdengar seperti kurang percaya diri.
Rose hanya tersenyum melihat raut wajah Edward.
"Oke. Dimana kamar mandinya?" Lanjut Rose.
"Disana. Kau bisa menggunakan pakaianku jika kau mau. Aku sudah menyiapkannnya untukmu." Tunjuk Edward dengan jari-jari panjang dan lembutnya.
Mata Rose mengikuti arah tunjukan Edward dan ia kembali tersenyum malu mendengar Edward meminjamkannya pakaian.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now