ROSE 50

2.5K 302 24
                                    

Rose POV

Aku berjalan menuju ruang kelas dengan begitu bersemangat, ya pagi ini cuaca begitu cerah secerah suasana hatiku. Aku masih bisa merasakan kebahagian yang begitu meluap di dalam dadaku sisa semalam.
Makan malam yang menyenangkan, ada aku, Edward dan putri cantiknya Paula. Kami layaknya keluarga kecil yang begitu bahagia. Kami bersenda gurau, memperhatikan Paula dengan tingkah polos anak-anaknya dan sesekali aku dan Edward mengobrol serius. Berada di dekat mereka aku merasa hangat dan nyaman. Terlebih jika berada di dekat Edward, aku merasa diriku aman.

Apa yang sedang kau pikirkan Rose?
Menjadi bagian dari mereka?
Hah, omong kosong apa itu?
Kau bahkan tak layak untuk mendampingi Edward.
Dia pria dan ayah yang baik, tapi kau?
Lihat dirimu, kau telah ternodai.
Edward dan Liam.
Kau tak pantas untuk siapapun.

Pikiran buruk itu menamparku seketika, hingga membuatku menghentikan langkah.
Liam?
Aku tak bisa membayangkannya lagi, itu bagus.
Tapi aku memiliki hutang dengannya dan ia akan menagihnya padaku. Jika aku tak membayarnya, maka kejadian mengerikan itu akan menimpaku lagi.
Tidak. Aku tidak mau itu terjadi lagi. Aku akan berusaha untuk mendapatkan uang untuk membayar hutang ku pada Liam.
Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, aku tak ingin melihat wajahnya.
Bagaimana caranya agar aku bisa membayar hutang-hutang ku pada Liam?
$ 15000 bukan nominal yang sedikit buatku.
Tuhan..  Bantulah aku.

Sepertinya aku harus mencari pekerjaan tambahan untuk bisa mendapatkan uang lebih. Tapi dimana aku akan mendapatkan pekerjaan? Bekerja sebagai guru taman kanak-kanak hanya bisa memenuhi kebutuhanku dan ayahku saja.

"Mrs. Rossy. "

Suara seseorang menyadarkanku. Aku menoleh ke belakang. Ibu kepala sekolah ada dong belakangku.
"Mrs. Amelia. Maaf aku tidak mendengarmu.
Bisa kau ulangi apa yang tanyakan padaku?"

"Tidak. Aku baru saja menegurmu. Kau melamun di pagi hari? Jangan jadikan itu kebiasaan.  Itu akan menghabiskan waktumu sia-sia." Tegurnya.

"Maafkan aku. Maafkan aku. Aku sedikit pusing. Jadi.. "

"Sudahlah, lupakan saja. Aku ingin memberitahumu bahwa kita ada undangan makan malam bersama ketua yayasan yang baru Mr. Bryan Jumat malam, kau harus datang. Dia memintaku untuk membawa semua guru kesana." Amelia menjelaskan.

"Tentu aku akan datang."

"Bagus. Jam 7 di rumahnya. Aku akan mengirimkan alamatnya nanti. Di ponsel mu."

"Tentu saja Mrs. Amelia. Terima kasih. " Aku menunduk menghormatinya.

"Oke. Kalau begitu mulai kelasmu, mereka sangat ribut. " Ocehnya lalu berbalik meninggalkanku.

Sifat alami anak-anak Mam...  Aku berdecak di dalam hati.

Aku kembali melangkahkan kakiku memasuki ruang kelas, namun suasananya langsung berubah. Suasana kelas hening dan semua anak-anak duduk dengan tertib dan rapi. Mereka tersenyum hangat kemudian menyapaku.
Anak-anak yang manis dan juga pintar.

Kelas telah selesai.
Semua murid sudah pulang, tapi aku masih harus mengemasi lembaran kertas bergambar yang tadi anak-anak warnai. Mereka sangat sangat kelas mewarnai.

Bunyi ketukan di pintu kelas mengalihkan perhatianku. Sosok wanita yang aku kenal berdiri di sana, menggunakan blazer hitam dan rok pensilnya.

"Mrs. Monica.. "

"Hallo Mrs. Rossy. Kau belum selesai dengan pekerjaanmu?" Ia menyapaku.

"Sedikit lagi, aku hanya akan menyusun ini. Silahkan masuk. Apa Anda akan menjemput Paula? Tapi setahuku Bella sudah menjemputnya."

Ia melangkah masuk dengan penuh perhitungan. Lalu duduk dengan sangat anggun.
"Tidak. Aku ada sedikit urusan denganmu. "
Katanya sedikit dingin, ku rasa.

"Oh..  Oke. Apa ini tentang Paula? Dia anak yang pintar, dan –"

"Tidak-tidak...  Aku kemari bukan untuk itu."

"Lalu?" Tanya ku bingung.

"Kau sepertinya sudah mulai akrab dengan mantan suamiku juga putriku." Katanya,  ia memainkan jarinya mengetuk meja.

Kemana arah pembicaraannya?
"Ya. Kami berteman baik. "

"Oh, kalian berteman baik. Aku sangat sering memergoki kalian saat bersama. Apa kau juga berteman baik dan sering pergi bersama orang tua murid lainnya Mrs. Rossy?"

Aku menggeleng pelan, aku tidak pernah pergi dengan orang tua murid mana pun, kecuali Edward.
Apa maksud dari pertanyaan Monica?
Apa yang sedang ia bicarakan?

"Aku hanya ingin mengingatkanmu Mrs. Rossy, bahwa jangan terlalu sering pergi bersama anak juga Mantan suamiku. Kau bisa mempengaruhi putriku. Juga, aku dan Edward akan kembali rujuk. Aku tidak ingin orang lain salah menilai."

"Apa yang Anda bicarakan Mrs. Monica?"

"Aku yakin kau paham dengan apa maksudku Rose." Desaknya.

"Makan malam kalian semalam, itu adalah yang terakhir kalinya untukmu. Jangan pernah mendekati anak juga mantan suamiku. Ingat itu. Hubunganmu dengan mereka hanya di sekolah, sebatas guru dan murid juga guru dan orang tua murid. Jangan lebih dari itu. Jangan berharap lebih pada mantan suamiku." Dia mengancamku.
Matanya menunjukkan kebenciannya padaku.

"Tapi kami hanya berteman, dan tidak–"

"Cukup. Kau tak perlu mengelak. Kau hanya perlu membatasi dirimu dengan mereka. Kau mengerti?! " Monica memotong ucapanku.

Aku mengangguk pasrah, jujur saja aku bingung harus berkata apa sekarang.

"Bagus. Terima kasih atas waktumu."
Monica bangkit dari duduknya dan melangkah pergi.

Aku masih sangat terkejut dengan semua ucapannya kepadaku. Dia selalu menekankan kata-kata menjauh dari mantan suaminya juga putrinya.
Padahal aku dan Edward tak memiliki hubungan apapun. Jadi untuk apa dia khawatir padaku?

Aku menutup mata dengan kedua tanganku, menenangkan semua sarafku dari Monica yang telah membunyikan genderang perangnya kepadaku. Dia salah paham dan salah sangka kepadaku dan Edward. Kami tidak memiliki hubungan apapun. Belum.

Ya, kau memiliki hubungan itu dengan Edward.

Tidak, aku tidak memiliki hubungan apapun. Kami hanya berteman, berteman baik.
Walau jujur saja aku menginginkannya.
Edward telah menawan tubuh dan hatiku.
Aku miliknya, tapi dia bukan milikku.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now