ROSE - 20

3.3K 265 10
                                    

Malam yang Rose tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ini adalah malam dimana Liam kekasihnya berulang tahun. Rose mempersiapkan dirinya dengan matang, memakai dress merah yang pernah ia lihat di suatu majalah dan membelinya secara online juga mengubah sedikit dandanannya menjadi lebih cantik dari biasanya. Membiarkan rambutnya tergerai indah dan menutupi punggungnya yang sedikit terbuka.
Ia benar- benar senang dengan pakaian yang ia pilih kali ini, ia yakin Liam juga akan menyukainya.

Senyuman Rose memudar saat sebuah kilatan bayangan wanita bernama Lena melintas di kepalanya.
Apakah jalang itu hadir di pesta yang Liam buat?
Ia lupa menanyakan hal itu pada Liam. Lagipula rasanya terlalu berlebihan jika ia menanyakan hal itu pada Liam.
Tenang saja Rose, ia hanyalah seorang mantan dari kekasihmu. Dia tidak berarti apa-apa lagi bagi Liam. Liam adalah kekasihmu, kau yang pantas untuknya. Kata Rose bangga, menyenangkan hatinya sendiri.

"Kau mau kemana dengan pakaian seperti itu Rose?" Tegur sang ayah, ia melihat putrinya berjalan berlenggok menggunakan sepatu hak tinggi hitam mengkilat.

"Oh, ini... Aku akan.. Berkencan, maksudku, aku memiliki teman pria, kami dalam suatu hubungan. Dan ya.. Dia berulang tahun hari ini." Kata Rose gugup. Ia penasaran seperti apa ayahnya akan bersikap.

"Benarkah? Kau tidak ingin memberitahu situa ini, jika ia tidak bertanya padamu?" Katanya merajuk.
Rose tertawa kecil melihat sikap lucu ayahnya.

"Kau yang akan selalu tahu tentangku Dad.. Kau orang pertama yang akan selalu tahu." Kata Rose menyenangkan hatinya.

"Ya.. Ya.. Baiklah. Aku hanya bisa berpesan, jaga dirimu baik-baik. Jangan biarkan mereka yang baru mengenalmu masuk dengan mudah ke dalam celanamu." Ketus orang tua itu.

"Dad..." Tegur Rose. Ia merasa ayahnya terlalu berlebihan mengingatkannya.

Tapi itulah ayah Rose, ia sudah menjadi ayah sekaligus ibu sejak Rose ditinggal ibunya. Ia mengurus Rose dalam segala hal, nasehat-nasehat yang seharusnya sang ibu berikan, ia dapat dari ayahnya. Rose merasa nyaman dengan hal itu, tapi tidak juga dalam hal-hal intim seperti tadi.

"Aku pergi. Jangan lupa minum obatmu dan segera tidur." Kata Rose, saat ia mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Ia yakin itu Liam, dia datang untuk menjemput. Ia menghampiri ayahnya dan mencium dahinya dengan kasih sayang, lalu menghilang di balik pintu.

***

"Hai..." Sapa Liam, saat ia menemukan pacarnya berjalan anggun ke arahnya.
"Hai... Selamat ulang tahun Liam, aku berharap semua yang terbaik untukmu." Rose memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Liam saat ia berdiri tepat di depan kekasihnya.
Dan ia menyodorkan sebuah kotak kecil bewarna cokelat muda yang di ikat dengan tali hitam.

"Apa ini?" Liam terkekeh, menerima dengan senang hati pemberian kekasihnya.
"Hanya hadiah kecil, mungkin juga tidak berarti. Kau bisa membuangnya jika kau tidak suka." Kata Rose memerah.

"Aku akan suka, apapun itu asal kau yang memberikannya." Kata Liam cepat, ia tidak ingin menghancurkan hati kekasihnya.

"Terima kasih. Tapi itu terdengar sedikit berlebihan." Kata Rose sambil tertawa pelan.

"Benarkah... Oh tidak..." Liam terkejut.

"Kita akan berbicara disini atau pergi ke tempat dimana kau telah mengundang teman-temanmu untuk berpesta?" Kata Rose menyindir.

"Kau benar, aku lupa akan hal itu." Liam terkekeh. Ia bergerak membukakan pintu mobil untuk Rose, dan Rose memanjat naik kedalamnya dan duduk dengan tenang.

Ini belum tengah malam namun club seperti biasanya, penuh. Vilona menganga melihat Rose yang datang bersama Liam, dengan tangan mereka yang salin bertaut dibawahnya. Rose memainkan matanya dan tersenyum malu karena tertangkap basah oleh Vilona. Rasanya baru kemarin ia mengatakan bahwa mustahil seorang Liam menyukainya.
Vilona mengangkat alisnya dan menarik bibir bawahnya keluar untuk mengejek Rose, namun ia tersenyum ikut bahagia melihat Rose bersama Liam.

"Aku merasa canggung." Bisik Rose di telinga Liam.
"Kenapa?" Tanya Liam peduli.
"Kau tahu mengapa. Aku bekerja disini sebagai pelayan dan sekarang aku ingin mendatangi pesta dari pemilik club tempatku bekerja." Jelas Rose.
"Jangan pikirkan itu. Nikmati waktu kita, kau akan menyukainya." Kata Liam, meyakinkan Rose.
Kata kita membuat perut Rose mengembang, ia tidak menyangka ini akan terjadi padanya.
Liam menggenggam tangan Rose erat saat melewati setiap ruangan yang ramai, dengan langkah santai ia memimpin jalan agar Rose bisa mengimbangi langkahnya.

"Whoaa... Ini dia sang raja yang sedang berulang tahun." Teriak Juan saat Rose dan Liam tiba di ruangan yang besar dan ramai.
Kepulan asap memenuhi ruangan yang rendah cahaya, sulit untuk mengenali mereka satu persatu.
"Thank you.." Jawab Liam lembut. Ia melepaskan genggamannya pada Rose untuk membalas pelukan Juan. Dan yang lainnya ikut memberikan pelukan selamat.

Oh ini benar. Kekasihku sedang ulang tahun, bahkan aku hanya mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya dan memberi hadiah. Bukan pelukan atau ciuman?
Betapa buruknya itu.
Keluh Rose penuh sesal.

"Selamat ulang tahun untukmu Liam.." Suara lembut dan manja seorang wanita menyadarkan Rose.
Ia mengenali suara itu dan benar dugaannya, bahwa itu Lena mantan kekasih Liam.

"Terima kasih Lena." Kata Liam canggung. Mungkin ia sadar dengan keberadaan Rose di sampingnya.

Lena bergerak mencium pipi Liam dengan bibir merahnya, hal itu membuat pipi Rose memanas menyaksikan kemesraan yang ia rasa terlalu berlebihan itu.

"Apa aku terlambat??" Suara familiar itu membuat Rose dan yang lainnya menoleh bersamaan.
"Kau terlambat 5 menit." Teriak salah satu temannya, Ray.
"Oke, aku minta maaf. Dan, oh ini dia... Happy birthday Dude.." Kata Edward langsung menghambur ke arah Liam.
"Thanks." Balas Liam.
Mata Edward bertemu pandang dengan Rose, ia tersenyum dan Rose membalas senyuman hangat itu.

Liam dan Rose mengambil tempat duduk di sofa, di sebelah Ray. Liam terus menggenggam tangan Rose dan itu membuat Rose cukup canggung dengan teman-temannya.

"Sorry, apa aku bisa bertanya padamu?" Kata Lena duduk di sebelah Rose.
Sejak kapan Ray berpindah tempat?
"Tentu." Jawab Rose melawan ketidaksukaannya.
"Aku pernah melihatmu sebelumnya. Disini juga sepertinya." Katanya sombong.
Rose tahu betul kemana arah pembiaraan Lena.
"Ya. Tentu kau sering melihatku." Kata Rose jujur, ia tidak mungkin mengelak. Ia ingin tahu kemana Lena membawanya.
"Oh, aku ingat sekarang." Katanya penuh kesombongan.
"Kau.. Kau pelayan disini, benarkan?" Ejeknya.

Rose sudah menyangka itu akhirnya yang akan Lena katakan.
Tenang Rose.. Tenang... Rose mengulang mantra itu dalam dirinya, agar ia tidak terpancing oleh omong kosong Lena.

Rose berpikir di dalam kepalanya, apa yang Lena pikirkan sehingga ia sepertinya tidak suka dengan kedekatan antara Liam dan dirinya. Bukankah mereka sudah menjadi mantan kekasih? Seharusnya Lena bisa move on dari Liam, seperti Liam dia sudah bisa move on dari Lena.
Hal itu mengusik Rose, ia ingin tahu Siapa sebenarnya yaang mengakhiri hubungan mereka berdua terlebih dulu, Apakah Liam? Atau Lena?
Tapi sepertinya Lena masih suka menempel pada Liam, seperti sekarang. Lena berpindah duduk di sebelah Liam, dan Liam menggenggam erat tangan Rose.
Kecemburuan menggerogoti kepala Rose, jika saja ia masih remaja tentu dia akan mengambil sikap dengan pindah duduk di antara Liam dan Lena , membuat jarak untuk keduanya. Itu pasti diperbolehkan. Tapi Rose menekan keinginannya, ia tidak ingin kelihatan ceroboh dan kekanak-kanakan hanya karena cemburu melihat omong kosong Lena.  ia memilih diam dan berbicara kepada Liam saat Liam bicara dengannya, mencoba untuk tidak terusik oleh Lena yang selalu saja mencari perhatian Liam.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now