ROSE-27

2.7K 291 22
                                    

Edward POV

Aku berusaha membuka mataku kali ini. Berat, benar-benar berat.
Kepalaku juga berdentum, menyakitkan. Yang aku ingat terakhir kali adalah aku duduk di club milik Liam dan wanita jalang itu.

Aku meringis sambil memijat ringan pelipis,  membantu mengurangi rasa sakitnya. Membuka mata, aku melihat sekeliling ruangan yang aku tempati.  Ini asing, aku tidak memiliki lukisan abstrak itu di dinding kamarku. Dan lampu tidur di atas nakas, itu bukan lampu tidur yang ada di kamarku juga. Dimana aku?

Aku beringsut bangun, menyadarkan diriku sepenuhnya mengingat dimana aku sedang berada. Tempat tidur  dengan seprai dan selimut putih ini, sungguh berantakan sekali. Ini sama sekali bukan tempat tidurku.

Mataku tertuju pada pakaian yang berhamburan di lantai. Sepatu, kaus kaki, celana, boxer, dan kemejaku berhamburan acak.
Sialan. Apa yang telah terjadi?
Apa mungkin aku dengan jalan sialan itu telah melakukannya disini.
Ck..  Tidak mungkin. Aku ingat aku mengusirnya dari pangkuanku semalam.
Lalu apa ini?  Aku telanjang sendirian di kamar hotel tanpa seorang pun. Ada apa denganku?

Kepalaku terasa sakit saat aku memaksa untuk mengingat yang terjadi semalam. Sudahlah, lupakan saja. Apapun yang terjadi semalam anggap saja hanya keisengan belaka.

Beranjak dari tempat tidur,  aku membuka selimut yang menutupi sebagian tubuh bawah ku. Dan disana sekali lagi aku terkejut mendapati bercak darah di seprai putih itu.
Apa lagi ini?  Darah siapa ini?
Aku memeriksa setiap inci tubuhku, apakah aku terluka oleh sesuatu?  Tidak, aku baik-baik saja. Tidak ada luka sedikit pun dari tubuhku.
Lalu itu darah siapa?

Apa mungkin darah seorang wanita yang aku..  Perawani?
Aku kembali mencoba mengingatnya,  namun itu hanya menyakitkan kepalaku. Aku tidak ingat apapun. Apa yang terjadi di club, bagaimana aku sampai di tempat ini,  dan telanjang serta darah di seprai.  Itu semua membuatku bingung.

Mandi dengan air hangat membuat tubuhku kembali ringan dan rileks. Aku merasa bersih dan segar kembali. Mengenakan pakaian yang semalam ku pakai, rasanya lengket dan sangat tidak nyaman. Tapi aku harus tetap memakainya, aku tidak punya pilihan. Saat aku menduduki lagi ujung tempat tidur, aku merasakan sesuatu yang mengganjal di pantatku.
Aku meraba-raba untuk meraihnya.
Sebuah rantai.
Aku melihatnya dengan benar, bukan ini bukan rantai. Tapi sebuah gelang. Gelang?
Ya, gelang seorang wanita.
Aku yakin itu. Itu artinya aku bersama seorang wanita semalam. Dan mengapa gelangnya ada disini? Oh mungkin gelangnya terlepas saat kami..

Aku menggeleng kan kepala memutuskan pikiranku.
Dengan siapa aku tidur semalam? Jalang yang aku usir atau orang lain?  Aku benar-benar tidak bisa mengingatnya.
Dan gelang siapa ini?
Sudahlah, biarkan saja. Lagi pula ini hanya gelang biasa, bukan sebuah gelang mahal yang harus aku kembalikan. Ia menjatuhkannya disini,  aku tidak harus bertanggung jawab dengan itu.

Aku kembali memperhatikan gelang yang ada di genggamanku. Entah mengapa aku tertarik untuk memeriksanya. Gelang ini bukan lepas begitu saja dari tangan pemiliknya, tapi ini seperti lepas dengan terpaksa atau karena paksaan. Aku bisa melihat bagian pengaitnya yang patah.
Apa ini sebenarnya?
Apa aku yang menyebabkan lepasnya gelang itu? Apa aku sudah memaksa seseorang untuk berhubungan sex denganku? Apa aku memperkosanya?
Setan apa yang merasuki ku sehingga aku bisa berbuat hal kotor itu?
Tidak. Tidak mungkin aku melakukan hal kotor itu.

Dengan cepat aku membereskan semua barangku dan bergegas keluar dari kamar yang ku tahu adalah hotel.  Aku harus cepat pergi dari sini.

Paula. Tiba-tiba aku teringat akan putriku Paula. Sial, dengan siapa dia semalaman di rumah saat aku tidak pulang ke rumah?
Bella, apa mungkin Bella disana menemaninya?

Aku harus menelpon Bella.
Aku menelpon Bella segera, dan aku terkejut lagi saat mendapati aku menelponnya pada pukul 4 pagi. Untuk apa aku menelponnya sepagi itu? Aku tidak merasa bicara dengannya.

Mengabaikan hal itu,  aku melanjutkan panggilan ku dan Bella menjawab pada panggilan ke empat.
"Ya." Ketusnya.
"Kau sangat kasar pada kakakmu ini." Kataku kesal.
"Jangan banyak bicara Ed, aku sangat kesal padamu sekarang. Katakan saja apa maumu?! " Ocehnya.
Hei ada apa dengan gadis ini?
"Kenapa kau marah-marah tidak jelas? " Aku bertanya lagi.
"Ha.. Lupakan saja. Aku tidak ingin berdebat. " Bantah Bella.
"Apa kau bersama Paula semalam? " Akun mengabaikan sikap juteknya padaku. Dan kembali pada Paula, tujuan utama ku.
"Kau masih memikirkannya dan peduli padanya? Bukankah sudah ku katakan pada teman wanitamu semalam untuk menyampaikan ini padamu, agar kau tidak perlu lagi memikirkan putrimu! " Dia marah. Benar-benar marah padaku.

"Teman wanita? Siapa yang menelpon mu Bella? " Tanyaku penasaran. Ini saling berkaitan.
Apa kah wanita itu Ellie?
Tidak mungkin, aku menelponnya semalam sebelum aku pergi ke club dan dia berada di Paris, tentu saja.

"Kau lupa Edward?  Wah bagus sekali.   Sampai-sampai kau tidak ingat siapa wanita yang bersamamu semalam. Tapi yang aku yakini, dia peduli pada putrimu karena dia menelpon ku untuk mencari tahu keadaan Paula. Tidak seperti dirimu, tak peduli.
Dan aku yakin itu bukan Ellie. " Jelas Bella, dia tertawa sarkas di akhir kalimatnya.

Bella menjelaskan banyak tentang ini.
Siapa wanita yang bersamaku semalam?  Dia mengenal Paula dan peduli padanya. Siapa dia?

Memutuskan sambungan telepon, aku berjalan  ke meja resepsionis untuk menanyakan pembayaran kamar.
"Selamat siang Pak," sapa wanita muda berambut pirang dari balik mejanya.
"Selamat siang. Aku ingin menanyakan tentang uang sewa kamar nomor 302." Kataku tak ingin berbasa-basi.
"Sebentar ya Pak, saya akan mengeceknya terlebih dulu." Katanya sopan. Lalu mengotak-atik komputernya.
"Maaf Pak, kamar 302 belum di bayar sewa. Anda hanya meninggalkan tanda pengenal Anda disini. " Jelas wanita itu.
"Baiklah. Berikan aku billnya." Meraih dompet dalam saku, untuk mengeluarkan kartu debit dan membayar uang sewa kamar.

Aku melihat kartu Tanda pengenal ku masih tersimpan rapi di tempatnya. Lalu tanda pengenal siapa yang di maksud wanita itu?

Menyerahkan kartu debit ku pada wanita itu lalu ia menggesekkan benda itu pada mesin kecil di depannya. Setelah menyelesaikan semuanya dia memberikan tanda pengenal itu beserta kartu debit ku. Dengan cepat aku mengambilnya untuk mengetahui siapa yang mengantarku kemari.

"Terima kasih." Kata wanita itu.
Aku hanya melemparkan senyuman kecil untuknya, aku rasa itu cukup.

Rossyana Vallery

Nama itu tertulis jelas di kartu pengenal. Dan aku bisa melihat dengan jelas foto pemiliknya.
Bukankah ini Rose?

Aku berpikir dengan keras, apa benar Rose yang membawaku kemari dan kami–
Tidak mungkin, aku dan Rose tidak mungkin melakukan itu. Ini pasti sebuah kesalahan, aku menerka dalam hati.
Bergegas meninggalkan hotel,  pikiranku berkecamuk tentang apa yang aku lakukan pada Rose.
Aku masuk ke dalam mobil,  sebelum menghidupkan mesinnya aku mengambil gelang itu lagi dari dalam saku ku.

Apa mungkin aku yang menyebabkan gelang ini putus dari tangannya? Apakah memang gelang ini milik Rose? 
Apa yang telah aku lakukan?  Apa aku bersikap kasar padanya? Apa aku memaksanya? Apa aku telah — memperkosanya?
Sial. Sial. Ada apa denganku?

Aku harus menemui Rose dan bertanya padanya tentang kejadian semalam. Dia pasti mau menjelaskannya padaku. Aku harus mencaritahu tentang kejadian semalam.
Tapi bagaimana jika memang aku telah menyakiti Rose? Apa yang harus aku lakukan?
Meminta maaf, tentu saja.
Apa mungkin dia mau memaafkanku?

Aku memukul setir dengan keras, meluapkan kekesalan ku.
Betapa bodohnya aku kalau sampai benar aku telah memperkosa Rose.
Tidak pernah sama sekali aku berpikir untuk melakukan hal bodoh itu.
Kau benar-benar bodoh Edward!!
Rutukku.





ROSE (on Going)Kde žijí příběhy. Začni objevovat