ROSE 48

2.4K 288 25
                                    

Ceritanya di buat turun naik turun naik, kayak naik odong-odong. 😵
Berasa ada yang kurang gitu kalo cerita di bikin lurus aja..
Di kasi bumbu-bumbu yang menguras emosi pembaca dikit gapapalah yaa...
Kadang buat cerita itu mesti dapat ilham dulu, bisa 2-3 hari nggak dapet bahkan berminggu-minggu 🤦‍
Eh sekali dapet n up ngg sesuai ekspektasi pembaca... Rasanya itu nano-nano...
Apaan sih gue??? Nggak jelas.

Lanjut aja dah...

******

Rose POV

Mandi dengan air hangat rasanya menenangkan, jiwa dan tubuhku rasanya terkoyak hancur lebur oleh perlakuan bejat Liam. Dia adalah penjahat sebenarnya di atas penderitaan yang aku alami.

Aku menyesal, sungguh sangat menyesal bertemu dengannya. Di tambah lagi aku punya hutang yang akhirnya menjadi bumerang untuk diriku sendiri.
Liam memanfaatkanku.

Ini baru sebagian hutang yang bisa kau bayarkan. Masih ada sisanya.
Aku akan mengambil sisanya nanti, saat kita bertemu lagi.
Dan satu lagi, itu hukumanmu karena kau selalu saja menolak ku.
Aku mencintaimu sangat tulus, awalnya.
Tapi akhirnya aku muak dengan semua sikapmu itu.
Bukan salahku jika menjadi seperti ini.
Ini semua karena dirimu!!

Plakk...

Aku menyentuh bekas tamparan menyakitkan di pipiku dengan lembut, kata-kata Liam memenuhi kepalaku.
Beruntung aku tidak mengingat lagi sentuhannya di tubuhku, sentuhan Edward berhasil mengalihkannya.

Mengapa hidup ku menjadi seperti ini?
Hancur dan berantakan, tak berguna, mengapa harus diriku yang menanggung semua ini?

Saat aku keluar dari kamar mandi, aku menemukan Edward sudah bangun dari tidurnya. Bahkan ia sudah mengenakan celana jeans hitamnya.

"Selamat pagi Rose... " Ia menyapaku.

Dia terlihat sangat tampan pagi ini. Rambutnya acak-acakan, matanya cerah berbinar. Dia duduk di tepi ranjang kecilku.

"Selamat pagi. " Aku membalasnya.

"Apa aku bisa menggunakan toilet? " Ia bertanya.

"Tentu. Silahkan. "

Ia mengangguk dan tersenyum kepadaku. Ia berjalan kearahku, tidak ia tidak ingin menghampiriku, tapi dia ingin ke toilet di belakangku.

" Kau ingin teh atau kopi? " Tanyaku gugup.

"Kopi lebih baik. " Ia berhenti di sampingku dan berbicara, membuat perutku mengencang.

"Oke. Aku akan membuatkannya untukmu. "

"Terima kasih. "

Aku sudah selesai mengaduk kopi saat Edward muncul di dapur. Aku mempersilahkannya duduk dan menyodorkan kopi miliknya. Ia tersenyum kepadaku.

"Sangat manis. " Katanya lembut.

"Apa?" Aku ingin memastikan ucapannya.

"Umm.. Maksudku kopi ini, sangat manis." Bukankah dia belum mencicipinya?

"Kau sudah mencicipinya?"

"Belum."

"Lalu? Darimana kau bisa menebak rasanya?"

"Kau."

"Aku?"

"Ya. Kau saja sudah manis, apalagi kopi buatanmu?"

Mulutku terbuka, mungkin sampai ke meja Jika saja aku tak cepat menutup mulutku.
Edward menertawakanku, ia tersenyum sangat lebar.

"Terima kasih untuk candaan di pagi hari."
Aku tersenyum untuk membalasnya. Meraih cangkir teh di depanku dan meminumnya untuk mengurangi ketegangan dan rasa malu.

ROSE (on Going)Место, где живут истории. Откройте их для себя