ROSE - 15

3.6K 311 27
                                    

Rose masih berkutat dengan handuk di kepalanya saat panggilan dari luar memaksanya untuk cepat keluar. Ia masih terus berusaha agar rambutnya cepat mengering setelah ia keramas.
"Rambut ini lama sekali keringnya." Gerutu Rose pelan.

Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan dari pintu lagi.
"Rose, apa kau memerlukan sesuatu?" Tanya Edward dari luar.

"Tidak, terima kasih. Aku akan segera menyelesaikan ini." Jawab Rose.

"Baiklah, kami menunggumu untuk sarapan." Kata Edward lagi.

"Oke." Balas Rose cepat.
Segera saja ia menyelesaikan semuanya, dengan terpaksa ia harus menggulung rambutnya yang panjang dan basah menggunakan handuk dan keluar dari kamar mandi.

"Selamat pagi. Hai Paula..." Sapa Rose hangat, ia menghampiri Paula yang sedang duduk dengan tangan terlipat di atas meja.
"Mrs. Rossy. Kau disini?" Tanya Paula heran.
"Ya. Ayahmu menelponku semalam, ia bilang padaku bahwa kau marah padanya dan mengunci diri di kamar." Jawab Rose, ia mengambil posisi duduk tepat di sebelah Paula.
"Ada apa? Kau mau bercerita padaku?" Bujuk Rose. Ia melirik ke arah Edward yang tengah menatap keduanya.
"Daddy bilang padaku dia akan menikah dengan Ellie. Aku tidak suka dia, dia akan menjadi ibu tiri yang jahat nantinya. Dia akan memarahiku disaat Daddy tidak ada. Tidak. aku tidak ingin Daddy menikah lagi." Jawab Paula dengan polosnya.
"Apa kau sedang berpikir bahwa Ellie sama dengan cerita-cerita di dongeng sayang? Itu tidak benar. Kau hanya belum mengenalnya saja. Aku yakin dia akan menyayangimu setelah kalian  lebih saling mengenal." Rose mencoba memberikan Paula pengertian.

Paula terdiam dan memperhatikan Rose dengan sikap polosnya.
"Aku tidak yakin itu. Dia hanya menyukai Daddy, tidak denganku."

Rose menarik ke belakang kepalanya, dan mengerutkan alisnya.
Bagaimana bisa anak sekecil Paula mempunyai pikiran seperti itu?
Pikir Rose, ia tidak menyangka bahwa Paula aka menjawabnya seperti itu.

"Kalian hanya perlu waktu untuk bersama sayang." Sambung Edward.
"No Daddy. Please..." Rengek Paula sedih.

"Edward..." Cekal Rose, ia menganggukkan kepalanya memberi isyarat kepada Edward untuk diam dan tenang.
Edward mmemutar matanya dan langsung mengerti maksud Rose, ia menyerah.

"Oke... Oke... Kita akhiri pembahasannya. Sekarang waktunya sarapan. Kau mau roti atau sereal?" Rose bertanya pada Paula mencoba mengalihkan pembicaraan dan mencairkan suasana.

"Aku mau roti dengan cokelat." Jawab Paula bersemangat.
"Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu. Dan kau mau sarapan apa Edward? Roti? Sereal?" Kata Rose lebih bersemangat.
"Roti saja." Jawab Edward dingin.
Dengan cekatan Rose menyiapkan semuanya, mengambil roti dan mengolesinya dengan selai cokelat untuk Paula dan mengambil roti kosong untuk Edward. Rose menempatkan roti-roti itu di masing-masing piring para pemesannya. Selesai.
"Silahkan di makan." Kata Rose mengakhiri pekerjaannya.

Paula langsung melahap roti buatan Rose dengan sangat antusias, ia sangat bersemangat mengunyah sarapannya. Sesekali ia meminum susu yang sudah disiapkan oleh Edward di depanya.
"Ini enak Mrs. Rossy. Terima kasih." Paula memuji Rose dengan mulut yang penuh dengan roti.
"Terima kasih atas pujiannya. Kau memang anak yang pintar." Balas Rose dengan senyuman lebar.

"Rasanya biasa saja." Celetuk Edward, membuat Paula dan Rose mengalihkan pandangan mereka ke Edward.

"Itu karena Daddy hanya memakan roti saja. Tanpa isian. Jelas saja rasanya biasa saja." Ketus Paula dengan tidak terima.

Rose yang mendengar sangkalan Paula hanya bisa tertawa kecil, melihat anak kecil di hadapannya sekarang ini tengah membelanya. Edward yang saat itu memang hanya bercanda tak mampu menahan senyumnya, melihat celoteh putri kecilnya itu membela sang guru.

Suasana hangat tercipta di meja makan, Paula menghabiskan sarapannya dengan lahap. Edward, Rose dan Paula mereka berbicara hal yang ringan-ringan bercanda dan tertawa bersama menikmati waktu pagi mereka. Sampai sebuah celetukan Paula membuat suasana hening seketika.
"Aku tidak akan keberatan jika Daddy menikah dengan Mrs. Rossy. Aku lebih menyukainya daripada pacar Daddy."

Rose yang saat itu sedang meminum tehnya langsung tersedak, sehingga air teh yang ada di dalam mulutnya keluar tanpa di minta.
"Rose. Kau tidak apa-apa?" Tanya Edward cepat.
Rose berusaha melonggarkan tenggorokannya agar bisa berbicara.
"Ya.. Ya.. Aku baik-baik saja tidak masalah Ed." Sangkal Rose.

"Sayang, kau sudah selesai dengan sarapanmu?" Tanya Edward pada Paula, ia ingin segera meluruskan apa yang barusan Paula katakan.

Paula mengangguk menjawab pertanyaan ayahnya.
"Bagus. Sekarang kau boleh pergi bermain di halaman belakang. Daddy akan menyusul nanti." Perintah Edward pelan.
"Oke Dad, Mrs. Rossy akan bermain bersamaku bukan?" Tanya Paula dengan tatapan memelas.
"Lihat nanti, sekarang pergilah." Kata Edward.
Paula dengan senang hati mengikuti perintah sang ayah untuk pergi ke halaman belakang, bermain dengan segala mainan miliknya.

Suasana di meja makan yang tadinya hangat dan santai tiba-tiba berubah menjadi dingin dan tegang. Baik Rose maupun Edward sama-sama terdiam dan tak banyak bergerak, mereka layaknya patung manekin, hanya mata mereka yang terlihat berkedip-kedip.

Rose tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Edward, begitupun dengan Edward. Ia bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Ucapan Paula tadi benar-benar merubah suasana di antara mereka, mereka lebih canggung sekarang.

"Maafkan ucapan Paula tadi Rose, aku tidak menyangka dia bisa berkata seperti itu." Kata Edward pelan, membuka pembicaraan.
"Tidak masalah Ed, Paula hanya seorang anak kecil, dia hanya mengungkapkan apa yang ia tengah rasakan sekarang." Kata Rose gugup. Ia benar-benar merasa canggung sekarang. Kata-kata Paula tadi mempengaruhi dirinya.
Sadarlah Rose, itu hanya perkataan seorang anak kecil. Ia tidak mengerti apa-apa. Lagipula mana mungkin kau menikahi seorang Duda seperti Edward. Dia sudah memiliki kekasih. Dau kau? Ya, kau baru akan memiliki kekasih setelah kau menjawab pernyataan cinta dari seorang, Liam.
Liam???
Mata Rose membesar setelah nama Liam terlintas dalam pikirannya. Ia lupa bahwa sebelumnya Liam telah menyatakan cinta pada dirinya. Dan ia berjanji akan menjawab pernyataan itu segera. Kebersamaannya dengan Edward dan Paula, membuat Rose melupakan Liam.
Tidak.

"Aku harus pulang Ed, terima kasih atas sarapannya. Dan aku akan mengembalikan baju ini nanti setelah aku mencucinya." Kata Rose cepat, kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia salah tingkah.

"Oke. Kau mau ku antar? Sebagai ucapan terima kasihku karena telah memperbaiki hubunganku dengan Paula. Oh ya, dan baju itu kau tidak perlu mengembalikannya. Kau bisa menyimpannya." Edward memberikan tawaran. 
"Tidak perlu repot-repot mengantarku Ed, temani saja Paula. Kau sudah berjanji padanya bukan? Aku bisa menggunakan taksi. Kau tidak menginginkan baju ini lagi? Apa karena aku sudah memakainya?" Tolak Rose bersamaan dengan pertanyaannya.
"Maksudku kau bisa menyimpan itu sebagai kenang-kenangan." Kawab Edward.
"Kau berharap aku mengenangmu dengan melihat pakaian ini?" Ejek Rose.
"Tentu saja kau akan selalu ingat bahwa baju itu milikku Rose." Balas Edward, sengaja menggoda Rose.
Rose memutar matanya lalu memutar badannya meninggalkan Edward sendirian di meja makan. Ucapan Edward tentang mengenang dirinya membuat jantung Rose berdegup cukup kencang.
Apa ini? Pikir Rose. Segera Rose menendang keluar pikirannya tentang Edward dan menggantinya dengan bayangan Liam, pria yang menyatakan cinta padanya semalam.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now