ROSE 66

282 52 3
                                    

Rose POV

Aku duduk dengan nafas yang masih sedikit sesak.
Entah mengapa walaupun Bryan berhasil membohongi Agnes tentang kepergian kami, tapi perasaanku masih saja tidak nyaman.
Ada sesuatu yang menjanggal.

Aku menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.
Aku tidak ingin Bryan menangkap kegelisahan ku.

Ponselku berdering,
Oh siapa yang menelepon?
Aku meraihnya dalam tas ku, dan melihat siapa yang menelepon.

Oh Tuhan....
Tidak.

Edward calling...

Bagaimana aku bisa melupakannya?
Bukankan Edward akan datang menjemputku dan aku mengatakan "ya"...

Sekarang bagaimana ini?
Aku benar-benar melupakan janjiku dengan Edward.
Jantungku berdetak keras, nafas ku semakin sempit.
Apa yang harus aku katakan pada Edward?

Jika aku mengatakan bahwa aku pergi makan siang bersama Bryan, Edward akan marah besar. Aku harus bagaimana?

Aku takut untuk mengangkat telepon darinya.

" Siapa yang menelepon mu? " Suara Bryan menyadarkan ku. Aku menoleh kepadanya dengan perasaan kacau balau.

" Oh.. Ini... Ed.. Edward... Ayah Paula. Ya ayah Paula. " Aku terpaksa mengatakan ini padamu Bryan.

" Edward? Dia menelepon mu? "

Bagaimana ini?

" Ya, orang tua murid biasa menelepon ku, untuk bertanya tugas atau apapun tentang anak mereka. Termasuk Edward. " Kataku cepat, dengan sedikit tambahan tawa yang mungkin tidak tau di mana letak lucunya.

" Oh... Angkat saja. Tidak masalah. "

Ya ampun...
Sekarang bagaimana?
Edward pasti sedang menunggu di sekolah.

Sebaiknya aku meninggalkan pesan saja. Itu lebih aman.
Bagaimana nantinya reaksi Edward, biarkan saja dulu. Aku akan mengurusnya nanti.

Aku mulai mengetikkan pesan singkat  untuk Edward.

Edward, maafkan aku. Aku tidak bisa pulang bersamamu, karena aku harus mengantar beberapa berkas ke kantor yayasan untuk pertukaran pelajar minggu depan. Agnes memintaku melakukannya segera.
Maafkan aku.
Aku akan menemui setelahnya.

Bagus. Kau berbohong Rose.
Dewi batinku menertawakan.

Masa bodoh dengannya. Aku menekan tombol kirim di layar ponselku.

Pesan terkirim...

Ting....
Sebuah pesan masuk.

Dengan segera aku membukanya.

Edward : Kau ke yayasan? Ke kantor Bryan?

Ya ampun... Sekarang dia ingin membahasnya.

Ya, aku harus mengantarkan berkas ke kantornya.
( pesan terkirim... )

Ting...

Edward : Aku akan menjemputmu disana.

Oh bagus sekali.
Semakin rumit.

Tidak perlu. Aku sudah akan kembali. Aku sudah memanggil taksi.
( pesan terkirim.. )

Semakin tidak masuk akal.

Ting...

Edward : baiklah. Kita akan bertemu di rumahmu. See u

Bagus..
Ini sempurna. Aku mempersulit hidupku sendiri.

Aku tidak membalas pesan Edward.
Sekarang otak ku sedang berpikir keras, bagaimana caranya aku bisa menolak untuk makan siang dengan Bryan. Agar aku bisa pulang dengan segera ke rumah.
Tapi aku juga tidak enak hati jika harus membatalkan rencana makan siang Bryan. Dia bisa kecewa.

Ayo Rose berpikir...

"Bryan... Kita akan makan siang dimana? " Aku mencoba peruntungan ku.

" Kau sendiri ingin makan dimana? Aku akan mengikuti. "

Bagus.

" Bagaimana kalau pasta? Di dekat sini ada warung pasta yang rasanya lumayan lezat. " Aku menyarankan.

Kebetulan memang ada warung pasta di dekat sini. Soal rasa, entahlah... Aku sendiri belum pernah mencobanya.

" Kau mau kesana? Baiklah. Kita makan siang disana. " Bryan menyetujui saranku.

Maafkan aku Bryan.
Ini salahku.
Aku akan menebusnya di lain waktu.

Akhirnya aku dan Bryan sampai di warung pasta yang aku tunjukkan.
Warungnya sedikit lengang, tidak terlalu ramai orang yang makan disana.
Baguslah. Ini akan berakhir dengan cepat.

Itulah harapanku.
Pulang cepat untuk menemui Edward, tetapi tidak sampai mengecewakan Bryan.

" Maaf kalau kau kurang suka makan di tempat seperti ini. " Aku meminta maaf kepada Bryan. Mungkin dia kurang suka tempat pilihanku ini.

Aku terpaksa, dia harus tahu itu.

" Tempat bukan menjadi masalah untukku. Santai saja. Aku menikmatinya. " Jawab Bryan dengan sangat lembut.

Sekali lagi, maafkan aku Bryan.

Bryan menikmati makan siangnya. Dia memesan Fettucine Carbonara.
Sepertinya dia memang menikmati makan siangnya. Dia begitu lahap menyantapnya.

Berbeda dengan ku.
Aku memakan makananku dengan rasa gelisah. Terburu-buru. Aku ingin cepat selesai dan pergi.
Sangat tidak sopan, bukan?
Rose.. Rose...

Aku memutar otak.
Aku ingin segera pergi, tapi aku tidak ingin membuat Bryan kecewa.
Bagaimana caranya?

" Oh ya Bryan. Setelah ini aku harus pergi, aku harus mengambil obat ayahku. Aku harap aku tidak mengecewakan dirimu hari ini. "
Aku mencoba untuk berbicara.

Ayolah Rose, ini baru 15 menit kau duduk disini.
Kau berbohong lagi untuk kesekian kalinya hari ini.

"Oh ya? Biar ku antar. Dimana tempatnya? " Bryan menatapku.

Dia cukup tampan.

" Tidak.. Tidak.. Aku akan pergi sendiri. Aku tidak ingin merepotkan dirimu. Lagi pula kau harus kembali bekerja bukan? " Aku mengelak.

" Tidak masalah Rose, setelah mengantar kau pulang sampai di rumah, aku bisa kembali bekerja. "

Oh God, dia ingin mengantar ku pulang.
Ini tidak baik.
Edward bisa melihat kami, bersama.

Aku menggeleng pelan.
"Tidak Bryan, aku mohon kali ini saja.  Aku tidak ingin merepotkan. "

Dengarkan permohonan ku ini Bryan.
Aku tidak ingin kita menghadapi masalah. Karena aku.

" Baiklah, jika kau memaksa. Tapi sungguh aku tidak merasa keberatan sama sekali Rose untuk mengantarkan mu kemana saja. Aku punya cukup waktu. Kau harus tahu itu. " Ungkap Bryan.

Aku rasa Bryan sedikit kecewa atas  penolakan ku. Maafkan aku.
Aku akui, sikapnya kepadaku begitu manis.
Jangan terlalu percaya diri Rose.

" Terima kasih. Lain kali, oke? Aku akan meminta mu mengantarkan aku kemana saja. Dan kau harus menuruti. Hmm ? " Aku mencoba mencairkan suasana hatinya.

" Tentu saja. " Jawabnya pelan. Dia tersenyum.

" Baiklah. Aku rasa aku harus pergi sekarang. Terima kasih atas jamuan makan siangnya. Dan maaf untuk hal yang membuatmu kecewa hari ini. " Aku meminta maaf lagi kepada Bryan.

" Terima kasih juga karena sudah mau menerima ajakan ku untuk makan siang bersama Rose. " Jawab Bryan.

Aku tersenyum kepadanya.
Tulus.
Berterima kasih di dalam hati, karena  Bryan mau mendengarkan ku.

Aku berdiri dari kursi dan meraih tas ku, kemudian berpamitan kepada Bryan.

" Sampai jumpa Bryan.. "

" See u Rose, Hati-hati. "




ROSE (on Going)Where stories live. Discover now