ROSE 61

3.6K 282 33
                                    

Rose POV

"Edward. Kau kemari?" Tanyaku saat membuka pintu.
Edward berdiri dengan tegap dan gagah di balik pintu. Ia mengenakan switer rajut bewarna abu-abu dan celana jeans hitam.
Rambutnya melengkung basah seperti biasa.

"Aku kemari karena kau lancang meninggalkanku. Sudah ku katakan untuk menungguku di luar kamar Paula di rawat." Jawabnya.

"Aku pikir itu juga bagian dari drama yang kau mainkan." Sindirku.

"Kau benar." Katanya dingin.

Sialan. Dia membenarkan ucapanku.

"Lalu mau apa? Bukankah sandiwara mu telah selesai? Bagaimana hasilnya? Kau berhasil?" Aku mencecarnya dengan pertanyaan. Aku kesal padanya.

"Kau sangat tidak sopan. Ajak dulu kekasihmu ini masuk, barulah kau beri pertanyaan."

Aku bersedekap. Menatap jengah padanya.
Apa dia bilang? Kekasih??
Yang benar saja.

"Dad baru saja kembali dan dia baru saja tertidur. Aku tidak ingin ia terganggu." Aku menolak.

"Kita bisa bicara di kamarmu." Bisiknya.

"Edward. Urusan kita sudah selesai. Bahkan kau sudah membuat masalah baru untukku. Sebaiknya kau pergi saja." Aku mengusirnya.

"Kau mengusir kekasihmu?"

"Kau bukan kekasihku."

"Tapi Monica dan ibuku tau kau adalah kekasihku."

"Itulah masalah baru yang kau ciptakan untukku Edward. Apa kau mengerti? Kau sangat EGOIS!!"

"Egois bagaimana?"

Aku menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar.
Aku terkejut saat Edward mendorong  tubuhku ke dalam rumah dan menutup pintu di belakangnya.

"Edward. Apa yang kau lakukan? Dad bisa terganggu jika kita bicara disini." Aku memperingatkannya.

"Tidak. Jika kita bicara di kamarmu. Rumah ini cukup kedap suara,termasuk kamarmu. Kecuali kita bicara dengan urat leher yang menegang sempurna dan dengan nada tinggi."
Edward menyeretku ke dalam, menuju kamarku. Ya,dia sudah sangat hafal dimana letak kamarku.
Bahkan sekarang ia menguncinya saat kami sudah berada di dalam.

"Kita bisa bicara di luar, di kedai depan sana. Tidak disini." Aku membantahnya.

"Akan lebih menyenangkan jika kita bicara disini." Selanya.

Aku hanya bisa memejamkan mataku, berusaha sabar menghadapi duda di depan ku saat ini.

"Jujur saja sebenarnya aku tidak perlu mendengar jawabanmu. Apakah misimu berhasil atau tidak,aku juga tidak peduli."

Edward menarik kebelakang kepalanya, menatapku. Ia mencoba membaca pikiranku.

"Tapi apa kau tau Edward. Karena ulahmu itu aku akan menjadi bulan-bulanan Monica juga mungkin Ibumu. Kau melakukan itu semaumu, kau tidak menghiraukan penolakanku. Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku tidak ingin ikut campur dalam sandiwara yang akan kau mainkan. Tapi kau tetap melakukannya. Kau serius ingin bermain dengan situasi ini?" Aku menumpahkan semua pikiran yang membebani kepalaku dari siang tadi kepadanya.

" Bermain? "Tanyanya.

" Ya.  Kau mengatakan itu kepadaku saat aku menolak untuk membantumu. Aku ingat itu Edward. Sebenarnya siapa yang ingin kau bohongi disini? Monica dan Ibumu atau aku? Apa kau sadar bahwa korban sebenarnya adalah aku, bukan Monica? "

Edward hanya diam mendengarkan semua keluh kesahku. Ia sama sekali tak menimpali, menjawab atau menyela ucapanku.

"Sekarang, Monica akan terus mengejarku karena ulahmu. Aku seperti buah simalakama, Monica akan menyerangku baik rencanamu itu berhasil ataupun tidak. "

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang