Rose - 12

5.2K 367 27
                                    

"Maaf aku hanya bisa mengantarmu sampai disini Ellie." Kata Edward lemah, ia memandang Ellie yang masih duduk di sampingnya. Mereka berhenti di parkiran bandara, hendak mengantarkan Ellie untuk kembali ke Paris, Perancis.
"Hmm.. Aku sangat berharap kau bisa ikut denganku Edward." Kata Ellie.
"Kita sudah membicarakan ini, kau tahu alasanku bukan?"
"Oke. Kalau begitu aku pergi. Selamat tinggal. Kau tahu aku masih sangat mencintaimu Edward." Kata Ellie, kemudian mencium Edward dan memeluknya.
"Datanglah lagi jika kau memiliki waktu senggang. Aku akan menjemputmu." Balas Edward.
"Kau tidak membalas cintaku?" Tegur Ellie.
"Aku akan mengabarimu nanti. Ini bukan tentang diriku saja Ellie, tapi ada Paula yang juga aku pikirkan perasaannya." Kata Edward lemah.
Ellie menghembuskan nafas jengahnya. Ia tidak suka pernyataan Edward barusan.
"Selamat tinggal Edward. Aku akan mengabarimu setelah sampai disana." Kata Ellie merajuk. Ia lantas turun dari mobil Edward tanpa menunggu aba-aba darinya.
"Maafkan aku Ellie, aku masih belum bisa menentukan perasaanku padamu. Aku tidak ingin terjadi kesalahan antara aku, kau dan Paula." Kata Edward pada dirinya sendiri.

Edward, ia masih bingung dengan hatinya. Ia begitu menikmati kebersamaannya dengan Ellie belakangan ini, ia menikmati hubungan yang kembali terjalin dengan Ellie, kekasih lamanya. Namun jujur saja, ia ragu untuk memantapkan hati untuk memilih Ellie menemaninya sebagai pengganti Monica. Ia memikirkan Paula, apakah Paula mau menerima Ellie sebagai teman dekat ayahnya atau tidak. Apakah Ellie mau menerima Paula? Apakah mereka cocok? Melihat beberapa saat lalu Ellie selalu mengeluh jika itu menyangkut tentang Paula. Hal itu menyakitkan kepala Edward, pikiran itu membuat kepalanya seperti ditusuk-tusuk.
Ia tidak mungkin hanya memikirkan dirinya sendiri dan mengabaikan perasaan Paula. Bagaimana pun Paula adalah prioritas utamanya sekarang, tidak peduli dengan perasaannya sendiri yang masih menginginkan Ellie. Ia hanya berusaha agar Paula dan Ellie mempunyai hubungan baik, itu akan memudahkan langkahnya untuk bisa bersama dengan Ellie. Edward mengurut pelipisnya mencoba untuk tidak berpikir yang aneh-aneh.

Maaf Edward. Apa aku bisa bertemu dengan Paula putriku? Aku sangat merindukannya. Aku mohon...

Edward membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Monica kepadanya. Edward menarik lurus bibirnya, dan menghembuskan nafas pelan.

Besok. Pulang sekolah. Di taman dekat sekolah.
Balas Edward.

Bagaimana pun Monica adalah ibu dari anaknya, ia tidak mungkin bisa membatasi hubungan antara anak dan ibu di antara mereka. Hanya saja Edward tidak mengizinkan Paula tinggal bersama Monica, karena dia tahu bagaimana Monica dengan kehidupannya.

Terima kasih.

Edward meletakkan ponsel dan kembali fokus pada jalanan di depannya. Mobilnya melaju membelah jalanan yang mulai gelap dan basah akibat hujan.

---

"Daddy, dimana Mommy? Katanya ia ingin menemuiku hari ini." Tanya Paula polos, setelah ia keluar dari kelasnya.
"Kau akan menemuinya sebentar lagi. Apa Rose ada di dalam?" Tanya Edward.
"Rose?" Balas Paula bingung.
"Maksud Daddy Mrs. Rossy. Apa dia masih di kelas?" Edward membenarkan ucapannya.
"Dia masih di dalam." Kata Paula.
"Kau tunggu disini sebentar. Jangan kemana-mana. Daddy segera kembali." Kata Edward memperingati Paula.
"Oke Daddy.." Turut Paula.
"Anak pintar." Puji Edward. Ia kemudia pergi menemui Rose yang masih berada di dalam kelas.

"Rose." Sapanya.
"Oh, hai Edward." Balas Rose. Ia tersenyum hangat menyambut kedatangan Edward.
"Apa aku mengganggu?"
"Tidak. Aku baru saja selesai mengajar. Apa kau mencari Paula? Dia sudah keluar, mungkin sedang duduk di ruang tunggu." Kata Rose sambil merapikan buku di atas mejanya.
"Ya, aku sudah bertemu dengannya di luar."
"Oh."
"Apa aku bisa meminta bantuanmu sedikit Rose? Itu pun jika kau tidak keberatan." Tanya Edward ragu. Ia mengukur reaksi Rose.
"Apa yang bisa aku bantu?"
"Ibu Paula, Monica ingin bertemu dengannya. Kami berjanji setelah pulang sekolah akan bertemu dengannya. Apa kau bisa menemaniku? Umm.. Maksudku menemani Paula, menemani kami?" Edward menceritakan maksud hatinya kepada Rose.
Rose mengerutkan alis tak paham dengan maksud Edward.
"Mengapa kau memintaku untuk menemani kalian? Bukankah itu sebuah acara reuni keluarga?"
Edward menggeleng pelan, ia sepertinya kurang setuju dengan pendapat akhir Rose.
"Aku tidak ingin Monica membawanya pergi. Itu saja."
"Edward, bagaimanapun Monica adalah ibu kandung Paula. Ia berhak memberikan kasih sayangnya pada Paula, putrinya. Kau tidak bisa mencegah itu." Kata Rose pelan, mencoba memberikan pengertian kepada Edward.
Edward menatap Rose lekat-lekat, menilai pendapatnya.
"Sekali ini, tolong aku. Aku tidak ingin bertemu dengannya hanya berdua dengan Paula."
"Memangnya kenapa?" Rose bertambah bingung dengan alasan yang diberikan Edward.
"Monica selalu berharap bahwa hubungan kami bisa kembali seperti semula-"
"Jadi maksudmu adalah kau ingin dia berpikir bahwa aku ini pengganti dirinya?" Potong Rose saat dia tahu kemana arah pembicaraan Edward.
Edward mengangguk ragu, ia yakin Rose akan menolaknya.
"Maaf. Kau salah orang Edward. Kau salah orang. Mengapa kau tidak mengajak pacarmu itu? Bukankah itu lebih baik, dia kekasihmu yang sebenarnya bukan? Jadi kau tidak perlu berbohong." Benar saja, Rose menolak mentah-mentah keinginan Edward.
"Aku tidak bisa membawa Ellie, Monica mengenalnya. Tidak mungkin aku membawanya. Lagipula dia sudah kembali ke Paris." Jelas Edward.
Rose melongo menatap Edward.
"Mengapa kau membuat hidupmu begitu rumit Edward?"
"Aku mohon. Sekali saja, bantu aku." Kata Edward memohon.
Rose menarik nafas panjang, menyerah. Lagipula apa susahnya hanya menemani mereka menemui Monica, tidak perlu banyak bicara bukan?
"Oke. Oke. Lakukan apa yang kau inginkan. Kau harus membayarku untuk ini. Kau mengerti?"
"Kau mau membantuku?"
"Ya. Karena aku tidak suka melihatmu memohon seperti tadi. Tapi aku tidak bisa lama, aku harus bekerja lagi nanti."
"Aku mengerti. Terima kasih."
Edward tersenyum lebar, dan Rose membalasnya dengan senyuman tulus seorang teman.

"Mommy....." Teriak Paula tiba-tiba, mengejutkan Edward dan Rose. Paula yang tadinya berpegangan dengan mereka langsung melepaskan tangannya dan berlari menuju seorang wanita yang sudah menunggunya, Monica.
"Dia Monica, ibu Paula." Bisik Edward. Posisinya sekarang twlah berada tepat di samping Rose.
"Aku tahu, karena Paula sudah meneriakinya dengan sebutan Mommy. Kau tidak perlu menjelaskannya lagi." Ketus Rose.
Edward menatap Rose, tidak menyangka bahwa Rose akan menjawabnya seperti itu.

"Hai Edward, apa kabar?" Sapa Monica setelah melihat kehadiran Edward.
"Baik. Terima kasih." Jawab Edward singkat.
Monica melirik Rose yang berdiri di samping Edward, pandangannya penuh tanya dan Rose sangat menyadari itu.
"Hai, aku Rose, aku-" Ucapannya terhenti saat ia merasakan sebuah tangan melingkar di pinggulnya. Ia melihat kesana dan benar saja tangan Edward sudah ada disana. Rose menjadi kaku. Ia kembali menatap Monica dan sepertinya ia tahu bahwa Monica sedang menilainya.
"Maaf, kami tidak bisa terlalu lama Monica. Aku dan Rose harus kembali bekerja." Kata Edward melanjutkan ucapan Rose yang terpotong oleh sikapnya.
Rose hanya memaksakan senyum di bibirnya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena terlalu tegang. Tangan Edward masih disana memeluknya, mendekatkan tubuh mereka, ia berdebar, ia kaku dan dingin. Apa ini?

"Oh.. Baiklah. Apa kau tidak bisa memberikan aku kesempatan untuk bermain dengan putriku Edward? Sebentar saja, ku mohon. Aku sangat merindukan putriku." Pinta Monica.

Rose menatap Edward dari balik bulu matanya, ia berharap Edward akan mengizinkan wanita itu bermain dengan putrinya. Ia tahu bagaimana rasanya jika seorang ibu merindukan putrinya.
Ia terkejut saat Edward tiba-tiba menangkap pandangannya. Cukup lama mereka saling menatap, mereka sama-sama terdiam namun mata mereka berbicara. Sampai suara Paula mengembalikan kesadaran mereka.
"Daddy, aku ingin membeli Es krim bersama Mommy."

Edward merasa kaku, ia gugup.
"Baiklah. Tapi jangan terlalu lama. Daddy akan menunggu disini." Ia mengabulkan permintaan putrinya.
"Kami harus pergi jam 2 tepat, kau bisa menikmati waktumu bersama Paula." Kata Edward pada Monica.
Monica mengangguk mengerti, pandangannya kembali pada Rose.

"Aku pikir kau tidak akan memberinya kesempatan." Kata Rose, mengurangi ketegangan diantara mereka.
"Awalnya ya, tapi aku berubah pikiran." Jawab Edward.
"Kau orang yang baik." Puji Rose.
"Terima kasih."
"Paula cantik seperti ibunya."
"Kau juga."
"Apa?"
"Ough, maksudku kau benar. Paula anak yang cantik. Putriku." Dengan cepat Edward memperbaiki ucapannya. Ia memperbaiki duduknya yang terasa sedikit tidak nyaman.
Rose kembali memaksakan senyumnya, merasa aneh dengan sikap Edward yang seperti salah tingkah.

ROSE (on Going)Where stories live. Discover now