Rose - 16

3.6K 323 19
                                    

Rose berjalan kesana-kemari sambil memegangi ponselnya, ia berpikir keras harus memulainya dari mana. Liam tidak ada memberinya kabar, hal itu membuat Rose kesulitan untuk memulai pembicaraan.
"Apa Liam serius mengungkapkan cintanya padaku? Atau dia hanya bermaksud main-main saja? Mengapa dia tidak mengabariku? Menelepon atau memberi pesan? Apa yang harus aku lakukan Tuhan?" Kata Rose berbicara pada dirinya sendiri.

Rose melihat kembali layar ponselnya, berharap ada suatu pemberitahuan dari Liam, namun layar ponselnya masih saja hitam tidak ada tanda-tanda pemberitahuan disana. Rose sedikit frustasi dengan keadaan di sekelilingnya, ia bingung harus melakukan apa atas pernyataan cinta Liam kepadanya.
"Atau aku akan menjawabnya setelah ia kembali nanti. Tapi apa itu tidak terlalu lama? Bagaimana jika ia tidak mau menunggu?" Rose menggigit bibir bawahnya, memikirkan semua konsekuensinya.
"Ya. Aku akan memberinya jawaban setelah ia kembali. Jika ia mau menunggu jawabanku selama itu, itu artinya dia bisa aku perjuangkan. Tapi jika memang ia tidak mau menunggu, oh mungkin dia belum jadi yang terbaik untukku." Keluh Rose lemah. Rose menarik nafas dalam-dalam dan menguatkan niatnya untuk tidak menjawab pernyataan Liam sekarang. Ia memberanikan diri untuk mengetikkan pesan singkat yang akan ia tujukan pada Liam.

Hai Liam, maaf aku baru sempat memberimu kabar. Aku sedikit sibuk semalam, maafkan aku.

Umm.. Liam, maafkan aku lagi karena aku sudah merusak waktumu semalam. Aku tidak menyangka kau mengakui perasaanmu padaku, maafkan aku lagi karena responku semalam kurang menyenangkan. Dan akhirnya aku memutuskan untuk memberimu jawaban nanti, saat kau kembali kesini. Aku harap kau tidak keberatan dengan itu.

Berulang kali Rose membaca isi pesan singkat itu, apa sudah benar atau belum? Tapi Rose benar-benar tidak tahu bagaimana cara menyusun kata-kata dengan baik, ia bingung dan gugup. Ini adalah kali pertama Rose merasakan getaran dimana seseorang mengungkapkan perasaan cinta padanya. Ya, Liam orang pertama yang menyatakan itu. Di usianya yang menginjak 27 tahun, Rose belum pernah sekalipun mengungkapkan rasa sukanya pada seseorang maupun sebaliknya. Entah apa yang salah pada dirinya sehingga ia bernasib seperti perawan tua di usia 27 tahun.
Bukankah beberapa wanita yang seumuran dengannya diluar sana sudah merasakan yang namanya cinta?   Mereka berciuman dan bercinta di usia mereka yang sudah dewasa bahkan di usia remaja mereka. Berbeda dengan Rose, ia tidak merasakan hal itu. Ia terlalu fokus pada pekerjaannya, membuatnya lupa dan tidak pernah berpikir untuk kehidupan percintaannya sendiri.

Setelah meyakinkan diri untuk mengirim pesan, Rose dengan perlahan menekan tombol kirim pada ponselnya. Ia menutup mata rapat-rapat dan menekannya. Terkirim.
Rose menghembuskan nafasnya, merasa lega dan deg-degan bersamaan.
Apa yang akan Liam katakan setelah ia membaca pesan ini?
Rose bertanya dalam hati, namun ia tak mendapatkan jawabannya. Ia kembali frustasi, ia melemparkan ponselnya ke tas tempat tidur dan pergi keluar kamarnya untuk mengambil sesuatu dari dapur.

***

Satu minggu berlalu, hari ini adalah hari dimana Rose akan mengungkapkan perasaannya pada Liam. Dia sudah lama menunggu hari yang mungkin menyenangkan ini.
Rose bekerja dengan dengan penuh semangat hari ini, ia terlihat sangat senang. Rose benar-benar tidak bisa menutupi rasa bahagia dan gugupnya yang datang bersamaan masuk ke dalam hatinya.
Hingga waktu jam pelajaran sekolah selesai, Rose berkemas dengan cepat, ia harus segera pulang dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Liam. Mereka sudah berjanji akan bertemu sebelum jam kerja malam Rose mulai.

"Rose." Sapa seseorang saat Rose melintas di koridor sekolah. Saking senangnya, ia bahkan tidak melihat-lihat orang sekitarnya.
"Oh. Hai Ed..." Jawab Rose dengan senyum lebar saat ia menyadari bahwa  Edward yang menyapanya.

"Kau.. Terlihat.. Berbeda.." Kata Edward menyelidiki.

"Aku??? Tidak.. Aku biasa saja, tapi ya aku sedikit merasa senang hari ini."  Jawab Rose, ia tak bisa menyembunyikan tawanya.

"Aku turut senang jika melihat kau sebahagia ini."
"Terima kasih Ed. Uh ya, Paula ada di dalam bersama Mrs. Patricia. Maaf aku tidak bisa menemaninya, aku ada sedikit urusan." Kata Rose meminta maaf.
"Biar ku tebak. Apa itu urusan pribadi dan berkenaan dengan hati?" Tuduh Edward.
Rose kembali tersenyum, dan itu bisa menjawab pertanyaan Edward.
"Oke. Oke. Baiklah. Sepertinya ada yang sedang jatuh cinta huh?? Sehingga dia membiarkan anakku." Sindir Edward.
Rose membesarkan matanya, namun bibirnya tetap memberikan senyum pada Edward yang menggodanya.
"Kau ini.. Jangan membuatku malu Ed."
Edwardt tidak bisa mwnahan senyumnya, ia turut bahagia melihat Rose yang sedang berbahagia itu.
"Pergilah. Jemput kebahagiaanmu. Jangan lupa untuk mengenalkanku padanya, oke?"

Rose mengangguk mengerti. Ia tersenyum penuh kebahagiaan mendengar ucapan Edward yang membuat hatinya bertambah bahagia dan tenang.
Rose mendekati Edward, lalu memeluknya dengan lembut.
"Thanks Ed." Bisik Rose.
Hal itu spontan membuat Edward meremang, tubuhnya tetiba panas dan kaku. Hangat di tubuhnya. Edward terdiam tak bernafas.

"Bye.." Kata Rose setelah mengurai pelukannya.
Ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Edward yang masih berdiri mematung di tengah-tengah koridor sekolah.
Bernafas Edward...
Bernafas....

***

Segini dulu yaaa...
Sengaja mau buat kalian baper trus ngamuk-ngamuk... 😂😂🙏🙏🙏

Dapat pencerahan waktu bangun tidur, alhasil dapat nulis segini...
Tungguin kisah selanjutnya yaa...
🙏🙏

ROSE (on Going)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora