ROSE 49

2.4K 309 13
                                    

Edward POV

Kakiku melangkah lebar dan besar saat memasuki club milik Liam.  Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan bajingan itu dan memberinya pelajaran hidup.
Aku yakin dia ada di ruangannya. Dasar sialan.

Braakk.
Aku menendang pintu ruangannya yang terkunci. Kemarahanku sudah tidak bisa kutahan lagi, aku sudah menahannya dari semalam.

"Heii!!! " Bentak Liam.

Seorang wanita yang berada di pangkuannya juga ikut terkejut karena ulahku.

"Ada apa denganmu, huh? Kau merusak pintuku. " Teriak Liam. Aku menatapnya nanar.

"Kau pergilah. " Ucapnya pada wanita yang sudah hampir setengah telanjang itu.

Wanita itu turun dari pangkuannya, menurunkan roknya dan membenarkan letak bajunya di tempat yang seharusnya.
Ia menatap ku, menggodaku, saat ia berjalan melewati ku. Maaf, aku tidak tertarik padamu jalang. Aku lebih tertarik untuk memukul pria di depanku sekarang.

"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk teman, kemarilah. Kita minum dan bersenang-senang." Kata Liam santai, ia mengancingkan bajunya yang terbuka.

"Apa yang kau lakukan pada Rose benar-benar sudah keterlaluan Liam. Kau menghancurkannya! " Aku berteriak.

Liam terkekeh. "Aku? Sepertinya kau salah orang. " Ia mengelak.

"Bukankah kau yang telah melakukannya terlebih dulu? Kau mendahului ku bung, selalu! " Lanjutnya lagi, ia menatapku dengan serius.

"Apa maksudmu?! " Aku bertanya.

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan padanya di malam dimana saat kau sedang mabuk, huh?! Kalian benar-benar memuakkan!! " Ia meludah.

"Bajingan kau!! " Aku menghampirinya dan menarik kerah bajunya.

"Apa?! Wanita itu pantas mendapatkan balasannya, dia selalu menolakku! " Liam menggeram.

"Dia tahu kau tak pantas untuknya." Kataku dingin.

"Dan kau memanfaatkannya." Tuduhnya.

"Aku tidak memanfaatkannya. Sial!! " Aku melayangkan tunjuk tepat mengenai perutnya.

"Sial!! Apa urusanmu huh? Kau begitu peduli padanya. " Liam menghambur dan membalas pukulanku tepat mengenai wajahku.

"Kau menodainya dengan cara tak pantas bajingan!! " Aku menggeram dan mengayunkan tinjuku lagi.

"Hhaa, dan kau pikir kau meniduri nya dengan cara yang pantas? Kita sama BAJINGANNYA!! "

"Kau!! " Aku hendak melayangkan pukulanku lagi. Tapi Liam menahan gerkaanku dan mendorong tubuhku ke belakang.

"Cukup!!  Kau sudah merebut segalanya Edward!! Segalanya !! Apa yang aku inginkan selalu kau rebut! Aku muak padamu!!" Ia berteriak.

Apa yang dia katakan?

"Kau! Kau merebut Ellie dariku sialan.  Kau tahu betul bahwa aku berusaha keras untuk mendapatkan Ellie bukan? Tapi kau merebutnya dariku. Lenna, beruntung kau telah menikahi Monica, jika tidak dia juga akan kau rebut dariku. Dan Rose, kau mempengaruhinya untuk menjauh dariku. Dan kau mendahului apa yang seharusnya aku dapatkan dari Rose.  Kau bajingan yang sebenarnya pengkhianat!!" Ia berteriak dan berlari menghantam tubuhku.

"Apa yang kau katakan sialan?! " Aku sungguh tak mengerti. Aku mendorongnya,  namun Liam menahan tubuhku dengan menduduki tubuhku dan dia mencekikku.

"Sekarang, jangan pernah campuri urusanku dan Rose. Dia harus membayar hutangnya kepadaku! Dia tidak memiliki uang bukan? Dia akan membayarnya dengan tubuhnya." Liam mendesis tertawa sinis di depan wajahku.

Hutang?
Rose memiliki hutang pada Liam?
"Berapa hutangnya kepadamu?"

"Kau akan membayarnya untuk menyelamatkannya? Whoaa... " Liam tersenyum sinis.

"Katakan saja sialan!! "

"Tapi aku lebih suka Rose membayar ku dengan tubuhnya. Dia membuatku tergila-gila."

"Jangan pernah menyentuhnya sialan!! "

"Kau sangat suka memakiku."

"Kau gila Liam!! "

"Ya. Aku. "

"Katakan padaku berapa hutangnya!!" Aku sudah tidak sabar menghadapi Liam.

"Baiklah..  Baiklah...  Jika kau memaksa. " Liam berdiri dari tubuhku. Dia merapikan bajunya.

"Kau harus membayarnya 3 kali lipat dari hutang Rose kepadaku. Bagaimana? " Ia mengajukan penawaran.

"Sebutkan saja totalnya bajingan! Kau benar-benar membuatku muak. " Aku mencoba berdiri dengan memegangi perutku.

"$50.000"

Itu nilai yang fantastis.
Tanpa berpikir panjang, Aku menarik keluar buku cek dari dalam saku jas yang selalu siap disana dan menuliskan nominal sesuai yang Liam katakan, lalu menandatanganinya.

"Ambil milikmu.  Dan jangan pernah mendatanginya lagi. " Aku menyerahkan cek itu pada Liam.

"Kau ingin  menjadi pahlawan untuknya? Baik hati sekali. Aku tahu permainannya bung. Kau akan memberinya pinjaman sepertiku dulu, berpura-pura memberikan dengan percuma lalu memintanya untuk mengembalikannya dengan cara apapun. Dia tak mampu membayarnya lalu kau meminta tubuhnya. Baiklah..  Aku menyerahkan permainan ini padamu. " Ocehnya seraya mengambil cek yang ku berikan.

"Aku tidak sebrengsek dirimu Liam."

Liam mengendikkan bahunya.

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah mengganggu Rose,  apalagi menemuinya." Ancamku.

Liam hanya tertawa. "Baiklah."

***

Edward POV

Selama perjalanan pulang otakku tak pernah berhenti berpikir, mengapa Rose memiliki hutang pada Liam. Untuk apa dia meminjam uang kepada Liam?
Apa mungkin untuk ayahnya, bisa saja.
Yang ku tahu Rose pekerja keras, dia akan melakukan apapun untuk keluarganya.

Aku memiliki janji dengan Rose malam ini, apa aku harus membawa Paula ikut bersama kami, apa Rose tak keberatan dengan itu? Entahlah,,  mungkin aku harus bertanya padanya terlebih dulu.

"Hai Edward... " Suara Rose terdengar begitu bersemangat mengangkat telepon dariku.

"Hai...  Kau sudah siap? Jujur saja aku baru pulang dari kantor. " Aku tersenyum sendirian.

"Bukan suatu masalah Ed, jika memang kau lelah, kita bisa membatalkannya dan menggantinya lain hari. "

"Tidak..  Tidak...  Kita akan tetap pergi, kau berhutang padaku. Kau ingat? " Aku mengingatkannya.

"Ya..  Yaa..  Aku ingat." Ia tertawa.  Aku mengagumi suara tawanya.

"Apa kau keberatan jika aku mengajak Paula ikut bersama kita?" Tanyaku ragu.

"Serius, kau akan mengajak Paula? "

"Tak masalah jika kau ingin kita berdua saja." Dengan cepat aku memperbaiki ucapanku sebelum Rose berubah pikiran.

"Aku akan sangat senang bila Paula ikut bersama kita Edward."

Aku tersenyum bahagia mendengarnya.
"Baiklah, kalau begitu aku akan menjemput Paula di tempat ibuku dan kami akan menjemputmu setelahnya. Bersiaplah. "

"Siap Pak. " Ujarnya.

Aku yakin dia sedang tersenyum sekarang, layaknya diriku yang tersenyum sendiri disini, membayangkan dirinya.
Mematikan sambungan telepon, aku bergegas menuju ke rumah ibuku untuk menjemput Paula dan bersiap.

Aku merasa sangat bersemangat malam ini, layaknya anak muda yang sedang kasmaran, mereka begitu senang ketika akan pergi berkencan dengan kekasihnya.
Ya, Sepertinya aku merasakan jatuh cinta lagi, begitu mudah.

ROSE (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang