Bagian 9

3.3K 438 31
                                    

"Twinkle, twinkle little stars

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Twinkle, twinkle little stars. How I wonder what you are. Up above—"

Kafka berhenti bernyanyi. Ia mengambil selimutnya yang terjatuh ke lantai, lalu meletakkannya ke atas ranjang kembali. Maniknya tampak kosong, hingga kemudian Kafka mendudukkan tubuhnya di atas kasur.

"Kenapa rasanya nggak nyaman banget, sih?" Kafka bergumam. Tangannya mengusap kepala, lalu mengepal. Kepalannya secara cepat memukul permukaan kasur beberapa kali. "Mau tidur, Bunda. Bantu aku. Nyanyiin aku sekali lagi."

Perlahan, Kafka meraih tabung yang berisi obat tidurnya. Ditimbangnya benda tersebut sesaat. "Apa coba konsultasi ke dokter Zara?" lanjutnya. Ia membalik tubuhnya, namun juga tidak dapat menemukan kenyamanan yang dicarinya.

"Udah mau jam delapan." Kafka melirik jam dinding yang ada di dekat meja belajar. Helaan napasnya terdengar begitu berat. "Masih ada waktu buat minum obat. Tapi aku udah ngantuk banget, Bun. Aku minum obat tidurnya aja nggak apa-apa kali, ya? Satu? Dua? Atau ... semuanya sekalian, boleh?"

Tidak ada balasan sama sekali. Karena nyatanya, saat ini Kafka hanya sendiri. Azri belum juga kembali dan entah kapan akan datang, Kafka tidak peduli lagi.

"Bun, tahu nggak, sih? Kadang aku berpikir kalau aku nggak cocok jadi perawat. Masa ...." Kafka menggigit bibir bawahnya. "Aku pasien jiwa tapi jadi perawat juga? Aku ... nggak punya masa depan, ya, Bun?"

Kepala Kafka yang terasa pening membuat ia terpejam. Tanpa sadar, tangannya mengambil dua butir obat tidur dari dalam tabung obatnya. Diteguknya dengan cepat dengan segelas air yang ada di atas nakas.

"Sebentar aja ... aku mau tidur sebentar."

Helaan napas Kafka yang lembut kemudian terdengar. Kedua kelopaknya masih terbuka, walau tak lama kantuk mulai menyerangnya. Bayangan kabur akan masa kecilnya terlintas, tapi semuanya berbeda.

Hanya hal indah mengenai sang bunda yang kemudian menemani. Menyertai tertutupnya kelopak mata indah tersebut. Kemudian, tabung obat yang ada di genggamannya terjatuh, seiring dengan kesadarannya yang benar-benar sudah menghilang.

•••

Ketika Azri memasuki pelataran rumah, rasa herannya timbul saat menyadari bahwa lampu belum dinyalakan sama sekali. Padahal, saat ini sudah pukul delapan malam. Kafka tidak pernah lupa untuk menyalakan lampu.

Kening Azri mengernyit. Dengan cepat ia turun dari mobil. Langkahnya terkesan lebar, mengikuti detak jantungnya yang mencepat.

Tanpa peduli pada sepatunya yang dilepas asal, Azri masuk ke dalam rumah. Ia berlari, menaiki tangga menuju kamar Kafka. Bahkan, setelah Azri berusaha memanggil, putranya tersebut tidak juga menjawab.

Ketika Azri membuka pintu kamar Kafka, satu hal yang langsung ia dapatkan adalah kegelapan. Cahaya dari luar menerobos melalui jendela, memberikan sedikit bantuan bagi Azri untuk melihat ke dalam. Tanpa menyalakan lampu, Azri berlari menghampiri Kafka.

KelabuWhere stories live. Discover now