Bagian 12

3.1K 373 13
                                    

"Selamat pagi, dunia!" Sapaan hangat penuh semangat itu terdengar begitu Kafka bangkit dari kasurnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Selamat pagi, dunia!" Sapaan hangat penuh semangat itu terdengar begitu Kafka bangkit dari kasurnya. Bersamaan, suara azan subuh terdengar, membuat Kafka terkikik sebelum akhirnya menutup mulut. Untuk pagi ini, ia merasa bahwa dirinya berada di fase terbaik. Hingga ketika membuka mata, bukan beban lagi yang menyapa.

Kafka meraih ponselnya dan mematikan alarm yang masih berjalan. Jarang-jarang Kafka bangun sebelum alarm berbunyi dan hal itu membuatnya senang. Ditambah lagi, hari ini adalah Hari Minggu. Kafka bisa bersantai seharian di rumah sambil membaca novel yang dibelinya setelah pulang dari butik sambil memakan camilan.

Itu juga ... kalau temannya tidak tiba-tiba menghubungi dan mengajaknya berdiskusi mengenai tugas yang ada.

"EKG, EKG, alangkah susahmu. Merah, kuning, hijau, cokelat, hitam, ungu." Kafka bergumam pelan, menyanyikan lagu yang sering kali ia senandungan setiap kali melakukan prosedur elektrokardiografi saat dinas. Langkah Kafka yang terasa ringan membawa tubuhnya menyusuri kamar. 

Senyum yang tidak juga luntur dari bibirnya mengiringi setiap jejak kaki Kafka. Walaupun ia masih harus mengendalikan emosinya agar tidak berlebihan, tapi Kafka tetap merasa bahwa hari ini ia cukup baik.

Andai Kafka bisa, ia ingin merasa seperti ini setiap harinya.

•••

"Bunda pengin sate usus di tukang bubur ayam itu, deh." Sasi tiba-tiba berucap saat ia membalik telur dadarnya. Diliriknya Semesta yang sedang menuang susu dingin ke dalam gelas. "Sama bubur ayamnya sekalian, tapi nggak pakai kuah. Pakai lada aja."

"Aku nggak peka."

Bunda mengerucutkan bibirnya. "Nanti, Bunda beliin cilok, deh," rayunya. Ia meletakkan telur dadarnya di atas piring. "Lima ribu."

"Emangnya aku keliatan semurah cilok, ya?"

"Bunda nggak bilang gitu, loh." Sasi tertawa pelan. Ia meletakkan piringnya di atas meja dan mendorongnya agar lebih dekat pada posisi Semesta. "Nih, makan dulu. Pasti kemarin kamu jatuhin gelas karena belum makan. Emang kebiasaan kalau belum makan pasti ada aja ulahnya."

Semesta bergumam asal. Ia tidak menatap Sasi, melainkan menatap telur dadarnya yang dibuat berbeda dari orang kebanyakan. Dengan campuran susu full cream dan sedikit keju. Jangan pernah tanya bagaimana rasanya, yang pasti Semesta menyukainya.

"Nggak usah dibahas lagi," pinta Semesta. Diambilnya sebuah garpu dan dengan tenang ia memotong telur dadarnya. Walau sebenarnya masih penasaran karena tangan dan kakinya yang tiba-tiba mati rasa, tapi Semesta tidak ingin memikirkan hal tersebut. Lagipula, hal itu hanya muncul dua kali. Mungkin karena memang lapar atau tidak fokus, makanya Semesta jadi ceroboh.

"Soalnya ...." Sasi duduk di hadapan Semesta. Rautnya tidak terbaca. Antara khawatir, takut, tapi juga ada sedikit rasa penasaran. "Mirip Kakek nggak, sih?"

KelabuWhere stories live. Discover now