Bagian 68

2.1K 177 43
                                    

"Kalau capek, bilang, ya

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

"Kalau capek, bilang, ya. Jangan diam aja." Sasi berbisik di telinga Semesta seraya merapikan jas yang dikenakan laki-laki itu, yang langsung membuat ia terperanjat dari lamunannya. Semesta belum tersenyum ketika menoleh ke arah Sasi. "Jangan sampai kelewat batas. Takut kenapa-napa."

Seharusnya, Sasi tidak perlu memikirkan hal tersebut. Menurut Semesta begitu. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang sudah dinantikannya sejak lama. Namun, di sela menyapa tamu yang datang, Sasi masih saja memikirkan hal lain.

Kedua sudut bibir Semesta kemudian terangkat. Ia meraih tangan Sasi dan menggenggamnya erat. "Today is your day, Bun. Nggak usah terlalu pikirin aku," balas Semesta. Ia mungkin lelah, tapi tidak akan selelah Sasi yang sejak kemarin sibuk mengurusi banyak hal. "Tenang aja, semuanya masih dalam kendali."

Sasi tidak bisa percaya begitu saja pada Semesta. Terakhir kali anaknya itu bicara begitu, ia mengalami keluhan yang cukup parah sampai dilarikan ke rumah sakit. Berakhir dengan berhari-hari dirawat di ruang intensif. Makanya itu, sebisa mungkin Sasi membatasi aktivitas Semesta, berhubung putranya itu memang lebih cepat lelah. Takutnya terulang hal yang sama, dan Sasi tidak mau itu terjadi.

"Ya, pokoknya kalau kamu capek, atau tiba-tiba ada keluhan, kamu harus langsung bilang ke Bunda," ucap Sasi, tidak mau diganggu gugat.

Semesta tertawa pelan, menganggukkan kepalanya. Semata, agar Sasi tidak lagi khawatir. "Iya, iya. Kalau ada apa-apa, Bunda bakal jadi orang pertama yang aku kasih tahu," balas Semesta pada akhirnya. Setidaknya, untuk beberapa saat ke depan, Sasi tidak akan banyak membicarakan masalah itu. Tidak lucu jika nantinya ada banyak tamu yang menonton ketika mereka sedang berdebat.

"Oh, ya." Semesta menolehkan kepalanya ke penjuru gedung. "Kafka ada di mana? Aku nggak lihat dia dari tadi."

"Kafka?" Sasi diam sejenak, berpikir. Ia menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, ikut mencari keberadaan laki-laki tersebut. Seingatnya, Kafka tadi sempat berbicara dengannya sebentar. "Tadi dia bilang mau ke mana, ya?"

"Aku cari dia dulu, deh." Semesta merenggangkan tubuhnya, lalu berjalan menjauh, tanpa menunggu balasan Sasi terlebih dahulu. Kebetulan juga, ia sudah merasa bosan. Wajahnya terasa kaku karena sedari tadi harus ter—ah, apa itu efek penyakitnya juga?

Beruntungnya, kedua kaki Semesta sedang kooperatif. Ia bisa berjalan ke manapun yang diinginkan. Setidaknya, sebelum kedua kakinya kembali tidak bisa digerakkan.

Netra Semesta menyusuri tiap orang yang datang, namun tidak juga mendapati batang hidung Kafka. Hingga kemudian, ia membuka pintu ruangan kecil yang ada di ujung gedung, setelah mengambil dua gelas es krim. Seingatnya, Semesta sempat menyimpan beberapa barang di sana.

"—lalu, untuk tindakan yang dilakukan—"

"Oh, lo di sini." Semesta berucap ketika melihat sosok Kafka duduk di lantai. Sebuah laptop dengan alas buku berada di pangkuannya. Kafka lantas menoleh dengan senyum di bibir, tidak menjawab karena berusaha meyakini siapa yang kini berdiri di hadapannya. Ia menegakkan tubuhnya yang agak merosot, sebelum melihat sepatu kets yang Semesta gunakan.

KelabuHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin