Bagian 19

2.6K 360 17
                                    

Semesta memperhatikan bed yang saat ini kosong tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semesta memperhatikan bed yang saat ini kosong tersebut. Dengan begitu, ruangan lima kali ini sepenuhnya tidak berpenghuni. Seolah masih ada pasien di sana, indra pendengaran Semesta mendengar suara bed side monitor yang konstan.

Tepat setelah Ara memberi tahu bahwa pasiennya telah dinyatakan meninggal, tanpa aba-aba Semesta langsung berjalan ke ruangan tersebut. Kondisi benar-benar sudah kosong, hingga ia tidak tahu bagaimana kondisi terakhirnya. Bahkan, bed sudah dirapikan.

"Kasihan, ya."

Semesta melirik Ara, lalu membalik tubuhnya. Dua kali ia mendengar kalimat yang sama, dari dua orang yang berbeda. Semua merujuk pada kondisi satu orang.

"Hm, iya," gumam Semesta tidak jelas. Ia menutup pintu ruang rawat rapat-rapat. Ditatapnya Ara, lalu berganti pada arloji di pergelangan tangan kanannya. Embusan napasnya lesu, seiring dengan langkah kakinya yang seolah diseret menuju ruang tindakan.

Waktu pulang tinggal satu jam lagi dan tindakan sedang tidak ramai. Oleh karenanya, Semesta memilih berdiam diri di ruang tindakan, salah satu ruangan dengan satu bed, banyak lemari yang di antaranya berisi obat-obatan serta kolf infus milik pasien, peralatan medis, dan sebuah meja kecil tempat serta kursinya.

Kondisinya yang hampir tiap saat kosong dan ruangan yang dingin membuat ruang tindakan menjadi salah satu spot favorit bagi mahasiswa untuk mengistirahatkan kedua kakinya. Beberapa memilih untuk menambah dosa, alias bergibah mengenai senior di ruangan, atau membuka ponselnya. Paling tidak, ada satu tempat di mana mereka merasa nyaman.

Suasana ruang tindakan tidak begitu ramai saat Semesta menjejakkan kakinya di dalam sana. Hanya ada Sinta dan Echa beserta dua mahasiswa dari institusi lain yang sedang mengambil pendidikan profesi, sedang duduk di atas bed yang semestinya untuk pasien. Lalu, tiba-tiba keempatnya panik dan bangkit dari bed, padahal yang masuk hanyalah seorang Semesta.

"Astaga, Ta! Gue kira siapa." Sinta yang pertama kali mengomel. Ia mengambil kembali ponsel yang disimpan di saku seragam putihnya. "Jangan ngagetin, dong!"

Semesta tersenyum tipis, lalu mengambil sebuah bangku dan duduk di sana. Tangannya menopang kepala. "Gue bosan banget," keluhnya. "Nggak ada kerjaan apa-apa?"

"Nggak ada. Tadi ada ngasih obat, sih. Cuma, udah selesai," jawab Echa. "Sebentar lagi kita juga pulang, 'kan?"

"Hm." Semesta bergumam tidak jelas. Ia melirikkan pandangannya ke sekitar ruangan. "Jangan lupa kerjain laporan."

"Oh, iya. Laporan." Sinta menatap langit-langit. Helaan napasnya lembut, seiring dengan pergerakan tubuhnya yang disandarkan pada dinding. Ia menatap modul yang tergeletak di atas meja tindakan. Nyatanya, Sinta terlalu malas untuk mengerjakan laporan. "Semoga pasien gue nggak pulang besok."

"Iya. Biar nggak ganti laporan," timpal Echa. "Bu Ayun pakai acara mau datang pula Rabu besok. Ada-ada aja dosen lo."

"Biarin aja udah. Sebebas Bu Ayun." Sinta mengibaskan tangannya di depan wajah Echa. "Nanti malam, kebut ngerjain laporan. Biar kayak Semesta."

KelabuWhere stories live. Discover now