extra part

2.2K 208 94
                                    

Hanya enam sampai sepuluh menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya enam sampai sepuluh menit.

Waktu yang Semesta punya sesingkat itu untuk tidak mengalami kematian otak dan Kafka tidak tahu berapa lama ia mencari pertolongan tadi. Walau sesegera mungkin dilakukan resusitasi, tapi Kafka tetap tidak bisa berpikir positif. Rasanya, kali ini waktunya lebih lama daripada saat pertama kali Semesta mengalami serangan kemarin.

Penyakit sialan!

Hari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan untuk kedua orang tua mereka. Kafka dan Semesta juga seharusnya bisa merasakan hal tersebut. Tetapi, kini Kafka malah duduk di depan meja administrasi IGD.

"Kafka, boleh ikut sebentar?"

Kafka mengangkat kepalanya, menatap wanita yang kini berdiri di hadapannya. "Ikut? Ke mana?" Kafka balik bertanya.

"Ketemu sebentar sama Semesta, ya."

Kafka terhenyak hingga ia bangkit dari kursinya. "Ketemu sebentar?" Kafka tertawa lirih. "Emangnya, Kak Semesta mau ke mana? Aku masih bisa ketemu sama dia besok lagi, atau besoknya lagi 'kan? Kenapa harus sekarang?"

"Kita terlambat, Kafka." Sasi menunduk dalam, enggan menatap wajah Kafka. "Semesta mungkin ... nggak akan pernah bangun lagi."

•••

Hanya enam sampai sepuluh menit.

Semakin lama waktunya, semakin sedikit pula persentase keberhasilan tindakan yang dilakukan. Kafka tahu itu. Tapi, Kafka tidak bisa mungkir kalau pergerakannya tadi terlalu lambat. Posisi rumah sakit yang terlalu jauh juga menjadi salah satu alasan.

Semesta dinyatakan berada dalam status koma. Ia tidak bisa bertahan tanpa alat yang menunjang. Entah berapa lama waktunya, tidak ada yang dapat memperkirakan.

Kafka diam, hingga tubuhnya terduduk begitu saja. Kepalanya tertunduk dalam. Bahkan dengan prosopagnosianya, Kafka tidak sanggup untuk menatap wajah Semesta.

"Gue tobatkan lo sebagai manusia paling jahat yang pernah gue temui, Kak." Kafka berbisik lirih. "Ini hari bahagia buat ayah gue dan bunda lo, tapi kita malah harus ke sini. Manusia mana, sih, yang suka ngeliat orang tuanya sedih?"

Kedua tangan Kafka akhirnya dilipat di atas handrail, disusul oleh kepala yang dibaringkan di atasnya. "Ini mungkin terakhir kalinya kita ngobrol dengan kondisi lo masih bernapas, Kak. Karena pakai alat, sih," lanjut Kafka. "Lo kenapa nggak bilang ke gue kalau orang tua kita udah setuju keputusan lo buat DNR, sih? Lucu, tapi lo masih diresusitasi tadi, walau udah cukup terlambat. Gue pikir, mereka setuju biar lo bisa lebih tenang dan bukan kemauan mereka buat setuju sama hal sebesar itu."

"Lo udah dewasa, udah dibolehin buat nentuin keputusan sendiri. Tapi ... DNR? Kenapa? Nggak ada yang mau lo mati semuda ini, Kak." Kafka melirik gelang yang ada di pergelangan tangan Semesta. "Gelang lo bagus, apa gue harus pakai gelang yang sama juga, abis itu coba—maaf. Gue udah janji buat nggak coba-coba lagi, ya? Karena lo udah tepatin janji lo buat nemenin bunda lo sampai dia nemuin kebahagiaannya, gue juga bakal tepatin janji gue yang satu itu. Kontrak kita sama-sama seumur hidup. Bedanya ... mungkin waktu lo nggak selama punya gue."

Kafka menghela napas berat. "Kak, makasih, ya, udah berjuang sampai saat ini. Pasti berat banget, makanya lo milih buat nyerah aja." Kafka mengusap punggung tangan Semesta yang terasa dingin, tidak ada kehangatan yang dirasakannya lagi. "Kak, kalau kehidupan selanjutnya beneran ada, mungkin gue akan bersedia buat jadi adek lo lagi. Asal lo nggak nyebelin. Dan gur harap, kita sama-sama dapat kehidupan yang lebih baik daripada saat ini."

Perlahan, Kafka bangkit. "Makasih buat waktunya selama ini, Kak. See you next time, in another life."

•••

Setelahnya, Semesta kembali dipindahkan ke ICU. Berminggu-minggu Kafka tidak dapat bertemu dengannya, hingga kabar itu terdengar, tepat di pukul sepuluh pagi.

Kerlap Semesta, 20 tahun, memutuskan untuk berhenti berjuang.

•kelabu•

•end•

A/n

Hahhh, gak enaknya nulis pas puasa gini nih wkwkwkwk

UDAH LUNAS YA GAIS, SETELAH TIGA TAHUN CERITA INI BERJALAN WKWKWKWK

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang