Bagian 41

1.8K 236 19
                                    

"Good morning, ladies and gentlemen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Good morning, ladies and gentlemen. Welcome to elimination round, octo final, of the sixth National Health Polytechnic English Debate Championship. My name is Kafka and I'll be the chairperson of this debate, while Semesta will—"

"Kok gue?"

Kafka mengerling, tidak membalas protes dari Semesta dan kembali melanjutkan, "Peraturannya nggak usah dibacain, ya." Ia menarik napas panjang, lalu kembali melirik kertas yang ada di genggamannya. "Before the debate begins, I would like to remind you to switch off all mobile phones and anything else which might disturb the debaters. Should you need to leave of re-enter the room for any reason during the debate, please wait until the end of the speech to do so."

"Lo sebenarnya ngapain, sih?"

"The motion of this debate is, this house would put high taxes on unhealthy products."

"Kaf—"

"Lo kangen nggak, sih, sama debat?" Kafka tiba-tiba menoleh. Ia membalik badan sepenuhnya ke arah Semesta. Walau perasaannya campur aduk, tapi senyum tidak lupa terlukis di bibirnya. "Ingat nggak pas gue jadi chairperson dan lo jadi timekeeper? Karena lo nggak biasa jadi timekeeper, malah ngetuk mic padahal bukan waktunya, sampai bikin speaker-nya kaget. Gue mau ketawa, tapi nggak enak sama lo, plus malu juga sih, kalau ketawa."

"Oh, pas itu." Semesta tidak kuasa menahan senyum. Kepalanya menunduk. Spontan, kedua tangan Semesta mengusap wajahnya. "Ya, ya. Nggak usah diingat-ingat, gue malu."

Kafka tertawa pelan. Ia meletakkan secarik kertas yang secara tidak sengaja dilihatnya di atas meja belajar Semesta. Kedua kakinya melangkah asal, mengitari ruangan berukuran empat kali lima meter tersebut.

"Kak, apa lo nggak kangen sama masa itu?" Kafka tiba-tiba bertanya. Rautnya berubah, tampak suram hingga Semesta seolah tidak mengenalinya. Ia memperhatikan setiap detail tulisan yang ditempel oleh Semesta di papan tulis kecil kamarnya. Isinya tugas, namun belum bertambah lagi semenjak Semesta memutuskan untuk rehat dari dunia perkuliahan.

Entah sejenak, atau untuk selamanya.

"Kalaupun kangen, kita nggak bisa ngulang masa lalu," balas Semesta.

"Padahal gue mau ngajakin lo jadi mentor debat di kampus." Kafka berdeham pelan. "Lo tahu ... kayak pas dulu lo jadi ketuanya dan gue jadi wakil lo. Terus kita debat."

"Kayaknya itu kesukaan lo aja nyari masalah sama gue." Semesta menegakkan tubuhnya. Ia menyipitkan mata ketika menatap Kafka. "Bilang sama gue. Kenapa tiba-tiba lo ngomongin masa lalu. Bukan, bukan itu aja. Kenapa lo datang ke sini dan lo masih pakai scrub? Lo dipaksa bunda gue ke sini?"

Kafka menggeleng cepat. Bukan karena dipaksa Sasi, bukan pula kemauannya sendiri. Kafka tidak tahu kenapa akhirnya ia memutar setir ke arah rumah Semesta.

KelabuWhere stories live. Discover now