Bagian 48

1.5K 225 29
                                    

"Sasi? Tante Sasi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sasi? Tante Sasi ... apa itu maksudnya?"

Kafka yang awalnya membaringkan kepala di atas meja langsung menegakkan tubuhnya. Kedua kelopak matanya mengerjap beberapa kali. Tidak percaya dengan apa yang dibacanya, Kafka kembali membaca sederet kalimat yang tertulis di sana.

"Nggak mungkin 'kan? Nggak mungkin kalau selama ini-"

"Kafka, kamu mau makan malam?"

Kafka menoleh cepat, menutup jurnal tersebut sembarangan. Ditutupinya benda itu dengan modulnya yang tebal. Sedikit ia menyesal karena tidak mengunci pintu barusan.

Kepala Kafka menggeleng. "Nggak, Yah. Aku udah kenyang," jawabnya. Ia berusaha tersenyum, tapi rasanya terlalu memaksakan.

"Yakin? Kamu tadi cuma ngegadoin ayam-" Kalimat Azri terhenti begitu matanya melirik ke atas meja. "Kamu lagi ngerjain tugas?"

"Um, iya. Aku lagi nugas." Kafka menjawab. "Ayah ada perlu apa lagi?"

"Nggak ada." Azri menggelengkan kepalanya perlahan. Ia duduk di atas kasur dan memperhatikan Kafka yang masih berdiri di tempatnya.

"Oh, yaudah." Kafka meraih sandaran kursi dengan canggung dan duduk di sana. "Ayah nggak tidur? Udah malam dan besok Ayah harus kerja 'kan?"

Azri menyipitkan kedua kelopak matanya, menatap Kafka dengan intens. Anaknya itu makin lama makin aneh tingkahnya. "Iya, ini mau tidur," jawabnya. "Kamu juga jangan tidur terlalu-"

"Yah, boleh aku tanya satu hal?"

Azri yang awalnya berniat untuk bangkit dan kembali ke kamar langsung urung. Tangannya terlipat di depan dada, sebuah gestur yang menunjukkan kalau sebenarnya ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan. Tapi tetap, senyumnya terulas walau tahu bahwa Kafka tidak akan menyadarinya.

"Boleh. Mau nanya apa?"

"Ayah kenal sama Tante Sasi dari mana?"

Kafka tidak tahu apa bertanya adalah pilihan yang tepat atau bukan. Meski begitu, bibirnya tetap terbuka. Hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya mengalir begitu saja. Ia tidak bisa memikirkan apa konsekuensi yang akan diterimanya kemudian.

"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?" Bukannya menjawab, Azri malah balas bertanya. Dugaannya sedari tadi benar.

Kafka sudah tahu, hampir semuanya.

"Ayah sama Tante Sasi beda tempat kerja 'kan? Rasanya lucu aja kalau tiba-tiba bisa ketemu gitu." Kafka mengulum bibir dan mengangkat sudut bibirnya tipis. Ia tidak tahu harus menampilkan ekspresi seperti apa. "Atau Ayah ketemu di jalan? Tabrakan gitu misalnya. Atau gimana?"

"Ayah emang udah kenal lama sama Tante Sasi. Bahkan sejak SMP," jawab Azri pada akhirnya. "Terus nggak sengaja ketemu pas reuni kemarin. Kamu ingat 'kan?"

Kafka menggigit bibir bawahnya sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Bukan sepuluh tahun yang lalu sebelum Bunda meninggal?"

Kafka, sumpah lo bodoh banget.

KelabuWhere stories live. Discover now