Bagian 33

1.9K 289 32
                                    

"Bunda

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Bunda."

"Ya?" Sasi menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga sebelum akhirnya menoleh, memperlihatkan dirinya yang kini sedang memegang wajan yang telah dicuci.

"Apa aku harus berobat?"

Sasi diam, hendak mengangguk, tapi rasanya tidak ingin. Jika menggeleng, Sasi tidak tahu apa ia sanggup melakukan hal tersebut atau tidak. Sasi tidak dapat memberikan jawaban.

"Yes," jawab Sasi pada akhirnya. Ia mengambil sebuah gelas dari dalam lemari. "You should ... I guess."

"Kalau aku nggak mau?"

Sasi mengedipkan kedua kelopak matanya dua kali dengan cepat. "Kenapa?" Sasi balas bertanya. Bukan maksud ia tidak ingin menghargai keputusan sang putra, tapi kenapa?

Apa ia tidak ingin terus bertahan?

Atau ... karena apa?

Sasi sendiri tidak bisa menebak. Semesta kadang terlalu sulit untuk dibaca. Bahkan, walau sudah sekian lama Sasi mencoba.

"Kamu udah dewasa."

Semesta mengulum senyum tipis. Ia menunduk, mengaduk sereal cokelatnya. "Ya," gumamnya pelan.

"Kamu bisa nentuin pilihan kamu sendiri."

"I know, Bun."

"Tapi—" Kalimat Sasi menggantung. Ia menggigit bibir bawahnya. Kedua tangan yang mengepal di samping tubuh perlahan mengendur, seiring dengan rangkaian kalimat yang kemudian diucapkannya.

"Bunda nggak bisa setuju."

Kedua kelopak mata Semesta perlahan memejam. Helaan napasnya muncul, namun hal itu tidak memudarkan senyumnya. "Ya, aku juga tahu itu."

•••

"Mas, infus di kamar 406 habis."

Kafka yang awalnya sedang menyusun alcohol swab di atas troli langsung menoleh. Senyumnya tanpa sadar terbit. Kepalanya mengangguk pelan. Kamar 406, hanya satu bed yang terisi.

"Segera ya, Bu." Kafka membalas. Ia mencuci tangannya dengan handrub, sebelum akhirnya mengenakan sarung tangan nitril berwarna biru. Dengan cepat, Kafka mengambil satu kolf infus ringer laktat dan berjalan menuju kamar 406.

"Mau ke mana?" Diva yang awalnya hendak menuju pasien kelolaannya justru terhenti saat melihat Kafka. "Ganti cairan? Mau ikut."

Kedua manik hijau Kafka melirik Diva. Ia tidak keberatan, justru senang jika ada seseorang yang menemaninya. Maka, keduanya berjalan beriringan menuju kamar 406.

Pintu dibuka, menampilkan ruangan yang tidak begitu luas dengan tiga tempat tidur berjejer, sementara sang pasien sendiri ada di tempat tidur nomor satu. Keduanya masuk, sedikit menundukkan kepala sebagai sapaan pada keluarga yang duduk di sofa.

KelabuOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz