Bagian 49

1.6K 224 27
                                    

Kafka tidak mengerti kenapa tiba-tiba Azri menyinggung masalah kesehatan mental bundanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kafka tidak mengerti kenapa tiba-tiba Azri menyinggung masalah kesehatan mental bundanya. Tanda tanya yang sedari tadi tampak jelas di manik matanya perlahan memudar. Rasa kesalnya makin memuncak.

"Ya, terus kenapa, Yah? Apa orang dengan gangguan jiwa nggak berhak buat dapat semua itu?" Kafka berbisik pelan. Ia tidak ingin hilang kontrol begitu saja dan berakhir diseret ke rumah sakit jiwa. "Kalau begitu, apa aku juga nggak berhak dapatin semua itu?"

"Kafka, maksud Ayah bukan gitu." Azri berusaha menenangkan, memaksa Kafka untuk duduk di atas tempat tidur. "Kalau lagi emosi gini, gimana caranya kamu bisa mikir? Duduk dulu, ya."

Kafka memilih untuk mengalah. Kepalanya pening. Banyak hal yang mengganggunya. Suara Azri samar-samar terdengar, berganti dengan suara bisikan tanpa wujud yang mulai memasuki gendang telinganya.

Mungkin setelah ini, lo yang dibunuh.

Mungkin lo bakal bernasib kayak bunda lo.

Emang akhir cerita lo harusnya gitu 'kan?

Setelah ini mungkin lo bisa coba lagi. Biar bisa ketemu Bunda.

Secara samar, Kafka menutup telinga. Berusaha mengenyahkan suara yang bahkan tidak ia ketahui dari mana asalnya. Kafka benar-benar tidak ingin kembali ke rumah sakit jiwa dan ia juga tidak ingin berakhir seperti bunda.

"Kamu ingat kata dosen kamu?" Suara Azri kembali mengambil alih pendengaran Kafka. "Kamu nggak bisa percaya seratus persen sama omongan orang dengan gangguan jiwa. Kamu nggak bisa menyanggah, tapi kamu juga nggak boleh ngeiyain. Iya 'kan?"

"Tapi, Yah—"

"Kamu masih terlalu kecil buat tahu, tapi sekarang Ayah bisa kasih tahu. Bunda kamu juga waham." Azri memotong ucapan Kafka dengan cepat sebelum anaknya itu kembali menyanggah. "Waham curiga. Kamu tahu 'kan itu apa?"

Bohong! Itu cuma alasan.

Udah dibilang, yang benar itu bunda lo.

Lo masih bisa percaya? Bisa aja ayah lo yang bohong.

Nggak ada yang bisa lo percaya di dunia ini, Kafka. Bahkan diri lo sendiri.

Udah. Emang paling benar lo mati aja.

"Gimana caranya aku bisa percaya sama Ayah?" tanya Kafka skeptis. "Apa ... nggak ada yang bisa aku percaya lagi?

Azri menggeleng cepat. Tangannya meraih kepalan tangan Kafka, membuatnya mulai mengendur. Napasnya yang sejak tadi memburu mulai melambat, berganti isakan.

"Kamu boleh nggak percaya sama Ayah. Tapi, kamu harus tahu kalau Ayah nggak akan pernah ninggalin kamu. Ayah nggak akan biarin kamu bernasib sama kayak Bunda," balas Azri lembut. Ia mengusap puncak kepala Kafka perlahan, mencoba untuk menurunkan emosi sang putra.

KelabuWhere stories live. Discover now