Bagian 65

1.3K 162 16
                                    

Konstan terdengar begitu Kafka masuk ke dalam ruang rawat intensif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Konstan terdengar begitu Kafka masuk ke dalam ruang rawat intensif. Ia mengedarkan pandangannya. Ada sekitar lima belas tempat tidur di sana. Semuanya terisi dengan berbagai macam pasien.

"Kalau di sini, nanti dibagi jadi tiga bagian. Bagian kanan, tengah, sama kiri. Buat bagian kanan ada tujuh bed, bagian tengah ada lima bed, bagian kiri ada tiga bed."

Kafka sebenarnya sudah lelah berpindah-pindah ruangan. Harus kembali menghafalkan siapa saja yang bertugas di sana. Belum lagi, jika setiap harinya ia bertemu dengan orang yang berbeda. Bahkan, teman-temannya saja sudah mengeluh stres.

"Tugas di sini sebenarnya tidak banyak. Setiap satu jam, catat tanda-tanda vital di buku besar. Sudah ada di monitor, gampang lah. Tiap tiga jam sekali, buang dan catat urin. Tugas lain berdasarkan jam dinas." Bu Rini, pembimbing yang ada di ruangan, menjelaskan. Seperti saat-saat sebelumnya ketika ada mahasiswa yang berdinas di sana. "Kalau dinas pagi, paling mandiin, nebulasi, suction, pemberian makan. Ya ... jam dinas lainnya juga nggak beda-beda banget. Emang kerjaannya di ICU cuma begitu."

Sejujurnya, kalau boleh bicara, Kafka tidak terlalu semangat juga. Hanya dapat libur di hari Minggu, itu juga diisi dengan mengerjakan laporan kasus. Masalahnya, total kasus di instalasi gawat darurat yang harus diisi ada dua belas kasus.

Salah Kafka juga yang hobi menunda-nunda.

"Oh, ya. Dari kelompok kemarin, saya dengar juga ada teman kalian, ya? Dia di ICU tengah. Satu orang bisa ambil tengah ...." Bu Rini memperhatikan Kafka, lalu beralih pada Echa. "Kamu deh, yang cowok. Siapa namanya?"

"Kafka," sahutnya singkat.

"Nah, iya. Kafka, kamu di tengah, ya. Tapi, kalau mau ke bagian lain juga boleh. Misal, kamu mau ambil kasus lebih dari satu, boleh, kok," lanjut Bu Rini.

Kafka tidak ingin menolak, tapi juga tidak ingin menerima. Ia tidak bisa melihat orang yang dikenalnya dalam kondisi menyedihkan. Namun jika ingin menolak juga ... rasanya sulit.

"Di sini ada ujian? Nanti, kalian ujian di hari ... Jumat? Kalian dapat pagi lagi Jumat 'kan?" Baik Kafka dan Echa, keduanya sama-sama mengangguk. "Oke. Kalian ujian hari Jumat, ya. Hari Kamis, laporan sudah selesai semua. Kalau bisa, sih, dilanjutin sampai hari terakhir di sini."

"Baik, Bu."

"Kalau ada yang mau ditanyakan, tanya ke kakaknya, ya. Harus aktif, banyak nanya, mumpung masih belajar." Bu Rini menutup modul yang ada di atas meja. "Ya sudah, kalian berdua langsung ke ruangan. Ketemu kakaknya. Oh, ya. Jangan lupa besok laporan pendahuluan sudah dibawa."

Lalu, setelah mengucapkan terima kasih, keduanya membalik tubuh. Kafka mengenakan sepatunya kembali, sebelum menginjakkan kaki ke ruangan utama. Masih merasa asing, hingga kedua mata Kafka bergerak, melihat ke penjuru ruangan.

Seperti penjelasan Bu Rini tadi, semua bed terisi. Kafka berada di ICU tengah, tempat di mana Semesta juga berada. Entah bisa dibilang kebetulan atau tidak.

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang