Perihal Nyinyir

8.2K 705 31
                                    

Aku mengetuk pintu ruangan si Babas Tumbas dengan ragu. Pasalnya, sekarang aku sendirian. Mbak Retno di giring ke bagian lain oleh Mbak Endah atas titah si Babas ini. Apalagi kalau bukan membahas urusan honor. Mbak Retno sih, paling gercep kalau urusan itu. Biasanya acaranya dadakan kayak gini, pasti Mbak Retno nego habis-habisan biar honor kami tinggi.

Tapi jujur aja, aku takut banget mau masuk ruangannya. Jangan-jangan dia sengaja meminta aku ke ruangannya cuma buat... balas dendam? Aku takut kekhawatiranku yang tadi jadi kenyataan. Gimana kalau dia nyerang aku gara-gara cemburu? Duh, apa aku kabur aja?

"Masuk," terdengar suara tegas dari dalam sana. Dari suaranya saja, aku udah tahu itu dia.

Bimbang plus deg-degan banget. Masuk atau kabur aja ya? Kalau aku di apa-apain, gimana?

Tapi tiba-tiba pintu ruangan terbuka membuatku sedikit terlonjak, "ngapain bengong? Gak masuk?" tanya orang yang aku takuti. Sumpah, jantungku kayak jauh ke perut saking kagetnya. Langsung melilit plus kaki jadi kaku buat gerak.

"Eh, i-iya Mas," cicitku pelan nyaris tanpa suara. Asli, suaraku aja tiba-tiba aja hilang seolah ikutan takut melihat sosoknya.

"Mau minum apa?" tanyanya padaku.

"Emm... Apa aja Mas," jawabku yang membuatnya menoleh. Sumpah Maaa... Aku makin gemeteran begini. Gimana kalau dia pake cara halus, diam-diam masukin sianida di minumanku?

"Wine?" tanyanya.

"Ha?"

Sebastian tersenyum tipis. "Wine, mau?" tanyanya lagi. Eh, bener kan dia senyum? Aku gak salah lihat kan? Senyumnya misterius gitu.

"Say-saya gak minum itu mas."

"Tadi kata kamu apa saja," jawabnya cepat.

Dia bilang apa? Kamu? Dih, sok akrab banget.

"Ya... Tapi saya gak minum yang begituan Mas. Air... mineral saja kalau boleh," balasku. Takut loh aku ini... Belum apa-apa dia udah nawarin minuman yang bikin oleng. Fix sih, aku bener-bener harus waspada sama dia.

"Nah gitu dong bilang yang jelas," ujarnya sambil bergerak  ke mini pantry di ruangannya. "Eh, dingin kan?" tanyanya sambil melirikku lagi.

Aku mengangguk, "boleh."

Langkah kakinya begitu mantap menuju ke hadapanku sambil membawa botol mineral di tangannya. Makin dekat, makin membuatku waspada.

"Boleh kan saya ganggu waktu kamu?" tanyanya padaku.

Aku hanya mengangguk takut. Tapi ngomong-ngomong, katanya tadi ada Mbak siapa sih yang nunggu aku? Ini kok kita malah berdua?

"Tadi saya hubungi manager kamu, katanya setelah live barusan, kamu free ya?" tanyanya lagi. Dan lagi-lagi aku cuma mengangguk. "Bolehkan kalau nanti dari Oke seleb sedikit wawancara kamu? Biar kamu makin populer."

Bentar. Kok ngomongnya dia gak enak banget. Maksudnya apa biar aku makin populer? Tanpa di wawancara juga followersku udah satu jutaan lebih di instagram. Bahkan sekelas HPEC aja kontrak aku buat jadi Brand Ambassador. Masih kurang populer gimana? Belum lagi wajahku terpampang di layar tv, di iklan YouTube juga. Yakin, masih belum populer?

Sumpah. Belagu banget ini lekongnya Mas Andi. Mentang-mentang oke.com lagi nge-hits di kalangan anak muda, seenaknya aja ngerendahin orang. Dasar manusia songong!

"Btw mas, siapa yang wawancara saya? Masnya?" tanggung kesel, biarin aja aku rendahin si Babas sekalian sekalipun dia bosnya. Siapa tahu dia merangkap jadi wartawan dadakan buat wawancara aku yang katanya kurang populer ini.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang