Perihal Saling Meyakinkan

3.2K 325 28
                                    

Memikirkan hal yang membuatku gila, mendorongku bicara frontal pada si Babas. Tanpa basa-basi, aku mengutarakan pertanyaan yang membuat si Babas tertohok seketika.

Sebenarnya aku malu. Tanpa mukadimah, aku langsung gaspol bertanya gitu aja. Cuma, sudahlah. Daripada nantinya aku malah nething sama si Babas, mending aku tanyakan langsung sebelum semuanya terlampau jauh seperti aku dengan Nico.

"Maksud kamu, Mas ga—"

"Bisex Mas," potongku pelan tanpa pake istilah macem-macem.

Babas mengubah posisinya untuk menghadapku. "Kenapa tiba-tiba tanya begitu? Apa temanmu yang meninggal itu kayak gitu?" tanyanya.

Aku diam. Aku gak tahu Boy sejenis dengan si Nico atau enggak. Yang jelas, aku sekarang takut dibodohi lagi oleh orang yang dekat denganku.

"Hmm?" si Babas mengangkat kedua alisnya saat aku tak kunjung menjawab.

"Ya Tuhan, Yang... Kamu ragu sama Mas?" tanyanya lagi.

Aku masih diam.

"Kamu berpikir Mas kayak gitu?" si Babas kali ini lebih cerewet.

"Aku cuma takut, Mas. Temanku terlihat normal. Tapi ternyata dia..."

"Mas juga sama Yang..." ujarnya membuatku mengangkat wajah untuk memandangnya.

"Maksudnya? Mas juga—"

"Mas juga takut kamu yang gitu," wajah tengilnya terbit membuatku menatap nyalang ke arahnya.

"Amit-amit! Aku seratus persen cuma suka laki-laki ya!" ketusku.

"Bagus. Jadi suka Mas?"

"Suka!" jawabku cepat. "Eh, apa?" tanyaku seperti orang bodoh sementara si Babas terbahak. Sialan! Malah dikerjain Om-Om.

"Mas juga suka sama kamu. Dan Mas 1000% normal," ujarnya masih dengan senyuman yang melengkung dibibir.

"Mas gak suka laki-laki?" tanyaku sekali lagi.

"Lihat kelakuan Andi aja Mas sering kesel, gimana Mas mau suka yang sejenis Andi," ujarnya.

"Ya itu kan Mas Andi. Siapa tahu Mas suk—"

"For God Sake, kamu kira Mas suka pantat?" sarkasnya dengan wajah frustasi sementara aku malah geli mendengar dia bicara sedikit frontal.

"Kenapa kamu senyum-senyum? Kamu ngerjain Mas?" tanyanya.

"Enggak. Aku malah pengin ketawa Mas bilang sefrontal itu," ujarku sambil menahan senyum. Sumpah, kenapa jadi geli sendiri begini sih? Lihat ekspresi si Babas pas ngomong kayak gitu malah lucu banget.

"Lagian, ada-ada aja kamu. Mas normal Yang. Mas udah lama gak pacaran karena Mas fokus menata masa depan. Bukan berarti Mas pisang makan pisang atau suka ganti-ganti pasangan," terangnya membuatku sedikit lega.

"Percaya sama Mas, ya?" ujarnya dengan suara lembut membuatku salah tingkah ditatap si Babas untuk meyakinkanku.

"Maaf, Mas. Aku cuma takut. Aku... syok aja pas tahu temanku ternyata begitu. Dia sama sekali gak menunjukan kelainan. Makanya begitu aku tahu, aku gak percaya," ujarku.

"Terus kamu jadi takut Mas juga gitu?" tanyanya tepat sasaran. Aku mengangguk tanpa bersuara.

"Kalau kamu tadi bilang amit-amit. Mas juga sama. Amit-amit. Mas cuma suka sama kamu," ujarnya membuat hatiku berdesir.

"Gimbil!"

"Apa?"

"Gombal! Makanya hapalin bahasa gaul!"

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Onde histórias criam vida. Descubra agora