Perihal Praduga

6.3K 541 11
                                    

"Yang... Kamu lho, kalau mau gosip dipikir dulu tho. Mas Andi lurus begitu, kamu bilang belok-belok aja!" gerutu Mbak No padaku.

"Aku serius Mbak. Siapa coba yang gak mengira mereka belok? Gara-gara namaku aja, si Tian itu sampe marah sama Mas Andi," ketusku. Masa dia gak percaya apa yang aku lihat dan aku dengar waktu itu?

"Lhaaa... Itu buktinya? Wong calon bojone Mas Andi cuantiik puool. Mereka juga serasi banget kelihatannya," Mbak No masih tak terima.

"Ya... Siapa tahu mereka di jodohin sama orang tuanya karena Mas Andi ketahuan belok. Aw... Sakit Mbak!" Keluhku yang mendapat geplakan di bahu. Siapa lagi pelakunya yang berani pukul aku selain Mama? Cuma Mbak No orangnya.

"Ngomong sembarangan! Jangan bikin persepsi sendiri gitu! Baru aja terbukti kalau apa yang kamu bilang kemarin itu gak bener. Harusnya mikir dulu sebelum ngomong. Jatuhnya kamu malah fitnah dia. Gimana sih kamu ini?" omel Mbak Retno.

"Ya kali..." jawabku dengan suara pelan.

"Jangan gitu lagi, Yang. Mana tadi kamu bilang, 'Jadi Mbak Ellen bukan untuk mengganti saya jadi BA kan Mas?' aku kok isin denger kamu bilang gitu, Yang... Yang..." Mbak No menggelengkan kepalanya.

Refleks aku tertawa sambil mukul bahu Mbak No, "Mbaak... Ya ampun... Aku juga isin itu Mbaak... Duh, dodol banget itu kenapa mulutku losdol begitu," sumpah kali ini aku bener-bener bisa tertawa. Legaaa banget rasanya setelah tahu rencana Mas Andi ternyata di luar nalarku. Gak apa-apa deh malu-maluin juga, yang penting aku tetap jadi BA HPEC.

"Makanyaa... Otakmu itu jangan dibuat mikir yang enggak-enggak. Kalau mau mikir, isi TTS aja sana!" ketus Mbak Retno.

"TTS... Emangnya jamanmu dulu!" delikku.

"Ya lagian, bikin malu terus! Heran aku sama kamu. Kok pikiranmu itu negatif terus sama orang. Sekali-sekali harus di gurah itu isi kepalamu? Siapa tahu ada jin yang bikin kamu begitu."

"Lha kok di gurah tho Mbak?" tanyaku sambil tertawa.

Mbak No ikut ngakak, "eh, apa sih namanya?"

"Bekam, Mbak," jawabku masih dengan tertawa.

Mbak No menggeplak bahuku, "bukan! Apa sih namanya? Lali (lupa) aku ini," ujarnya ikut tertawa.

"Ruqyah, Bestieee. Ya ampuun... Umurmu masih di bawah Mas Andi, Mbak. Tapi otakmu udah seumur Bude," cibirku.

"Heh! Sembarangan! Cuma lupa namanya doang, masa otakku dibilang seumur Ibu," gerutunya. Tapi kami berdua masih tertawa.

"Pokoknya Yang, lain kali kalau mau ngomong di pikir dulu. Jangan sembarangan menyimpulkan sesuatu. Untung aja, apa yang kamu pikirin gak kejadian. Gimana kalau benar kejadian? Tahu-tahu Mbak Ellen beneran gantiin posisimu."

"Yang awalnya takut-takuti aku bakal diganti jadi BA HPEC siapa? Mbak kan? Mbak juga yang bikin aku kepikiran kayak gitu! Tapi Mbak gak ngaku. Malah tadi Mbak bilang kalau aku suka over thinking," ketusku kesal.

"Iya. Tadinya biar kamu jera. Kamu kalau gak ditakut-takuti, mana bisa jera! Harusnya kamu sadar posisi, dong. Kamu itu, bukan orang sembarangan. Maksudku, sekarang kamu terikat kontrak. Tindak-tanduk kamu itu seharusnya dijaga. Jangan seenaknya. Jangan emosian juga kayak kemarin yang bikin kamu bertindak gegabah. Yang anggun tho jadi perempuan. Bukan malah bohongin orang. Gak tanggung-tanggung yang kamu bohongi itu yang punya Oke.com lagi. Kelakuanmu Yaang..."

"Iya. Iya. Udah sih Mbak. Kan aku udah minta maaf sama dia. Terus aja di bahas. Kayak Mama aja."

Serius, dibandingkan aku yang notabene anak kandung Mama Lestari, malah Mbak Retno yang plek-ketiplek kelakuannya sama Mama. Wajahnya juga sih. Makanya, orang-orang kira Mbak Retno ini kakak kandungku. Padahal, dia itu anak dari kakak perempuannya Mama alias sepupuku.

Mama juga gak kalah nyebelin kalau ada Mbak Retno. Kalau ada apa-apa, Mama lebih percaya sama Mbak No daripada sama aku anaknya. Hiih... Sebel!

"Eh tapi, Mas Tian nanti datang gak ya, ke acara Mas Andi?" tanya Mbak No padaku.

"Mana ku tahu lah. Tanyain aja sama Mbak sendiri. Mbak kan punya nomornya," ketusku. Mulai deh, bahas dia lagi.

"Iya. Tapi nanti Mbak bilangnya, 'Mas Tian, kata Yayang di undang gak ke acara Mas Andi?'"

"Eh? Kok kataku?" Refleks aku melotot.

"Ya kan, kamu yang suruh aku tanyain dia," jawabnya enteng.

Dasar Mbak Retno! Kalau debat gak mau kalah.

Tapi omong-omong, gimana nasib si Tian ya? Aku jadi penasaran kebenarannya kayak gimana. Mereka benar ada hubungan atau cuma becanda? Kalau misalkan Mas Andi gak belok, terus kenapa si Tian mesti cemburu waktu itu?

Aku gak paham sebenernya apa yang terjadi di antara mereka. Apa Mas Andi dan Mbak Ellen melakukan fake wedding untuk menutupi hubungan Mas Andi dan si Babas Tumbas? Atau memang betulan Mas Andi mencintai Mbak Ellen? Ah mbuuuhlaaah... Bukan urusanku.

Yang jadi urusanku, bagaimana caranya biar aku gak bertemu dengan si Babas Tumbas. Kalau Mas Andi tunangan, ada kemungkinan si Babas Tumbas gentayangan di sana dari mulai acara sampai acara selesai. Itu pun dengan catatan, Mas Andi dan si Babas Tumbas beneran lurus-lurus aja loh ya. Secara, si Babas Tumbas katanya teman dekat Mas Andi.

Lagian, kenapa Mas Andi harus pilih aku sebagai MC di acara pertunangannya sih? Masih banyak MC kondang lainnya. Atau MC dari EO yang harusnya dia pakai. Kenapa mesti aku?

Kalau bukan permintaan Mas Andi yang sangat berjasa di hidupku atas nama cuan, aku mana mau. Sumpah. Pasti ku tolak mentah-mentah. Tapi ini Mas Andi yang minta. Mau nolak gak enak, di iya-in malah jadi kepikiran lagi. Ah! Embleketek dasar! Baruuu aja aku bernafas lega, sekarang sudah berasa sesak lagi.

Kalau aja hubungan Mas Andi dan Si Babas kandas, berarti ada kemungkinan juga si Babas gak datang dong? Semoga Ya Tuhan...

"Kenapa senyum-senyum? Mikirin aku telepon Mas Tian atas nama kamu?" sindir Mbak Retno membuyarkan lamunanku.

"Dih, apa sih Mbak. Siapa juga yang mikirin itu?" gerutuku.

Aku senyum, mikirin si Tian patah hati. Bukan mikirin dia telepon!

"Ya kali, kamu malah bayangin ketemu Mas Tian lagi. Aku gak tahu deh, kalau kamu beneran ketemu si Mas Tian itu bakalan gimana?" cengirnya masih menggodaku.

"Makanya doain, biar gak ketemu dia lagi, Mbak," balasku.

"Gak ada untungnya juga buat Mbak," ketusnya.

Dasar manager terjulid sejagat raya. Kayaknya gak ada manager yang sejulid dia. Kalau orang lain, manager itu bener-bener mendukung tallentnya. Lha ini? Kayaknya dia lebih girang kalau aku dipermalukan.

"Yang, dari pada penasaran, aku telepon Mas Tian aja ya?" ujarnya seraya mengacungkan hape.

Sialaaan!



.
Kira-kira si Babas bakal datang gak ke acara pertunangan Mas Andi?
Yuuuukkk Ah, meriahkan komentarnya. Bantu vote juga, Bestieee...

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Donde viven las historias. Descúbrelo ahora