Perihal Air dan Api

3.7K 345 20
                                    

Aku dan Tian kayak air dan api. Aku udah menggebu-gebu dengan memuntahkan lahar emosi yang menjalar di hati dan pikiranku selama ada Mama, tapi respon si Tian setenang air. Dia malah senyum-senyum menggoda. Kayaknya kepalanya minta di getok.

"Kamu harusnya bersyukur, Yang. Hubungan ini berkembang pesat sebelum kita melangkah jauh," ujarnya kalem.

Berkembang pesat ndasmu!

"Mamamu... udah jadi Mamaku juga," cengirnya seolah mengolokku.

Gak tahan lagi, beneran aku mau getok kepalanya, ku dekati si Babas.

"Enak aja!" Ku tinju lengan si Babas. Niat hati mau getok kepalanya, tapi malah berakhir meninju lengannya. Seenggaknya aku masih menjunjung sopan santun dengan meninju lengannya saja.

Si Babas malah mengaduh sambil terbahak. Puas banget ketawanya.

"Ketawa, terus ketawa!" ketusku hendak memukul kembali lengannya. Tapi tanganku keburu di tangkap si Babas.

"Kita belum nikah, kamu jangan KDRT, Yang..." ujarnya membuat jantungku berkhianat. Sialan. Aku malah deg-degan.

"Mas!" desisku.

"Aduh... Galak banget calon istri, Mas," godanya lagi.

Double kill!

Minta di sumpel pake bibir itu orang. Eh, Yaaang! Kamu juga gak waras!

"Apaan sih!" ku tepis tangannya tapi dia malah tersenyum.

"Jangan marah-marah terus. Terima takdir dong kalau kamu memang diciptakan buat dampingi Mas," ujarnya.

"Mikirnya kejauhan!" ketusku sambil menjatuhkan diri di kursi samping si Babas.

Si Babas tersenyum lagi. Gila kali ya, ini orang!

"Kenapa sih otak dan hati kamu terus-terusan tolak, Mas?" tanyanya.

"Ya aneh aja! Aku gak pernah menjalin hubungan karena hal konyol kayak gini. Seeeeumur hidupku," delikan mata galakku membuat si Babas menahan senyum.

"Bagus kan? Jadi kenangan tersendiri buat kamu," ujarnya.

"Iya. Kenangan buruk!" ketusku. Si Babas malah terbahak lagi.

"Yang... Yang... you drive me crazy, Yang," gumamnya.

Aku hanya mendengkus. Pura-pura gak denger aja, biar dia gak makin menjadi.

"Kok marah sih? Orang-orang seneng lho, pasangannya di terima dengan baik sama keluarganya. Biasanya gak mudah menyatukan dua keluarga," ujarnya kalem.

"Dua keluarga apa!" ketusku sambil melototinya.

Babas tersenyum, "maksudnya, akrab dengan keluarga," ralat si Babas.

"Gak usah besar kepala! Bukan cuma situ yang begitu sama Mama!"

Si Babas menegakkan tubuhnya, "maksud kamu?" tanyanya serius.

Ku tatap wajahnya, "mantanku dulu juga deket sama Mama," ujarku berusaha mengecilkan kembali kepalanya yang terlanjur membesar.

Si Babas mendengkus, "tapi gak ada yang dekat dengan Puja kan?" sindirnya telak.

Aarrrgghhh...

"Ada," bohongku.

"Siapa?" tanyanya.

"Ya, pokoknya ada aja!" ketusku.

"Yakin? Mas tahu tipikal Puja seperti apa. Soalnya, dia mirip dengan Mas. Dia protektif. Sama kayak Mas ke Ellen juga gitu," ujarnya.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Место, где живут истории. Откройте их для себя