Perihal Paket

4.3K 420 23
                                    

"Istirahat makan siang dulu, Yang. Aku mau minum obat," ujar Mbak Retno padaku.

Banyak banget iklannya sih dari tadi? Perasaan kerja hari ini kurang efektif. Lagi kerja aja yang di bahas si Tian, Tian, Tiaaaan mulu. Muak banget sama nama itu. Tumbenan juga Mbak Retno kerjanya santai. Alasannya dia masih lemas. Dih, tadi pagi aja bilangnya udah sembuh. Giliran harus kerja, ada aja alesannya. Bilang aja niat ke rumah cuma mau ghibah sama Mama dan Mbak Gita doang. Pakai alasan kerja segala. Padahal, dia libur aja aku seneng kok. Damai rasanya hidupku tanpa diganggu Mbak Retno.

"Yang..."

"Hmm..."

"Makan dulu, yuk..." ajak Mbak No lagi.

"Aku kenyang, Mbak. Mbak duluan aja," jawabku tanpa meliriknya, masih asyik scroll instagram.

"Kenyang makan apa? Dari tadi kamu gak makan apa-apa. Kiriman dari Mas Tian aja belum kamu colek," omelnya.

"Ya udah, Mbak aja yang makan," jawabku enteng.

"Gimana kita mau ikutan makan makanannya kalau kamu belum sentuh? Nanti kalau dia tanya siapa yang makan, kita yang malu," omelnya. "Udah, kamu makan dulu," Mbak Retno menarik tanganku.

"Ish! Aku gak lapar, Mbak," ku tarik tanganku dari pegangan Mbak Retno.

"Bohong! Lagian cuma salad doang. Keburu gak enak kalau di lamain. Udah buruan. Atau jangan-jangan, kamu gak mau berbagi sama kita?" sindirnya.

"Suudzon! Buat Mbak semua juga aku ikhlas, kok!" ketusku.

Boro-boro ingin makan semua makanannya. Sentuh makanan dari dia aja ogah. Kalau dia pelet aku lewat makanan itu gimana? Amit-amit.

"Ck... Gak usah banyak omong. Buruan makan dulu. Mbak gak mau ya, nanti Lilik mar—"

"Iya!" potongku. Selaluuuu aja ngancam bawa-bawa nama Kanjeng Ratu. Tahu banget kelemahanku yang satu itu.

"Nah gitu. Gak banyak ngeles. Ayo..." ajaknya.

"Mbak, duluan aja. Aku ke toilet sebentar."

Aku butuh waktu buatku sendiri lho. Males kalau turun, udah tahu topiknya gak jauh dari si Tian. Bosen banget dengarnya.

"Yaaannggg..." teriak Farel menyusulku. Baru aja sebentar, udah di susulin lagi. Ya Tuhan... Keluargaku begini banget.

"Iya. Bawel banget sih, Rel..."

"Ada telepon, Yang... Buruaaan..." ujarnya.

"Telepon?"

"Iya. Di hape Yayang."

"Ha?" buru-buru aku mencari hapeku.

Ya Tuhan, Mbak Noooooo... Usil banget sih. Hapeku sampai dibawa turun segala. Lengah sedikit langsung di samber. Nyebelin banget punya manager!

"Ayo, Yang. Teleponnya keburu mati," titah si bocil lagi sambil menarik tanganku. Aku cuma pasrah mengikuti langkahnya.

"Yang, Mas Tian..." Mbak Retno menyodorkan hapeku.

Ku lirik Mama memberiku kode lewat sorot matanya.

"Hallo Assalamu'alaikum, Mas..." sapaku basa-basi sambil menjauh dari makhluk-makhluk kepo.

"Hai, wa'alaikumsalam. Sibuk ya?"

"Oh, enggak," jawabku cepat.

"Kok, gak balas pesanku kalau gak sibuk?" tanyanya.

"Oh... Itu... Tadi kerja, Mas. Gak pegang hape. Ini baru aja pegang hape," bohong banget. Jelas-jelas dari tadi kerjaanku pegang hape terus.

"Oh, pantes yang angkat telepon Mbak Retno."

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Where stories live. Discover now