Perihal Dinner

5.8K 584 24
                                    

"Kamu mau makan dimana?" tanya si Babas padaku saat kami keluar pagar menuju mobilnya.

Kasihan juga, parkir mobilnya malah di depan rumah tetangga. Untung aja, mobilnya gak baret diisengi orang. Mana mobil keren pula.

Dan, kesan pertama begitu membuka pintu mobil si Babas adalaah... Classy. Iyalah mobil mevvah gitu loh. Tapi serius, begitu masuk ke mobil dia rasanya nyamaaan banget. Bersih, rapi, wangi, keren. Cocok banget sama pembawaan si Tian yang ganteng.

Interiornya juga oke banget. Beda banget sama mobil sejuta umat yang aku pakai. Mana kursinya juga empuk lagi. Fiturnya canggih banget. Aku yang norak, langsung jatuh cinta sama mobil ini.

"Yang, mau makan dimana?" tanyanya lagi.

"Terserah Mas aja. Mas kan yang ajak saya makan," jawabku.

"Maaf ya, saya tiba-tiba datang gak kabarin kamu dulu," ujarnya dengan senyuman. Tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Mas telepon Mbak Retno ya?" tuduhku.

"Yah... Ketahuan deh," si Babas menggodaku.

Apaan sih?

"Kok malah telepon Mbak Retno? Mas kenapa gak tanya saya aja kalau mau ke rumah?" protesku.

"Nanti sama kamu di kasih alamat palsu lagi," sindirnya.

"Ck... Ya eng—"

"Becanda, Yang. Kan biar surprise aja. Tadi kita batal makan siang, kebetulan jadwalku di padatkan. Jadi jam empat sudah beres semua. Dan, saya merasa bersalah sama kamu, makanya saya ke sini," terangnya.

"Surprise sih surprise, Mas. Tapi Mbak No jadi ledekin saya," gerutuku.

"Kok ledekin?" tanyanya heran.

"Ya, Mas pake minta alamat sama dia segala."

Si Babas cuma nyengir, "ya udah, gak apa-apa. Sekarang kita mau makan dimana?" tanyanya.

"Mas kan yang—"

"Oke, yang deket aja ya? Biar efisien waktu. Soalnya kalau kemalaman, takutnya Cinderella-nya berubah lagi," goda si Babas.

Refleks ku pukul lengan si Babas, "enak aja! Saya bukan Cinderella ya!" protes ku yang membuat si Babas terbahak seketika.

Ya Tuhan, sedekat apa sih aku sama dia? Sampai dia tertawa lepas begitu? aku juga bisa mukul lengannya segala. Duh, berani banget ini tangan pukul-pukul lengan orang. Semua gara-gara Mbak Retno, bikin aku ketularan.

"Bercanda Yang," jawabnya membuatku lega. Dia gak marah ternyata.

Jujur aja, ada rasa deg-degan duduk berduaan di mobil mevvah milik si Babas. Kayak mimpi tahu gak sih. Tiba-tiba aja dia ke rumah, terus jalan begini. Di luar ekspetasiku.

"Ehm, diam-diam ternyata ada yang ceritain saya sama Mamanya ya?" goda si Tian padaku.

"Cerita apa?" tanyaku. Aku paham sih, dia mulai nyindir lagi.

"Cerita sama Mamanya kalau dia salah paham waktu saya minta nomor telepon waktu itu. Sampai Mamanya ikutan minta maaf juga," Si Babas nyengir bahagia.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang