Perihal Buka-bukaan

3K 300 30
                                    

Terbawa perasaan saat berbincang dengan si Babas tadi membuatku melakukan hal diluar nalar.

Sumpah, gak kepikiran sama sekali bisa melangkah secepat dan sejauh ini. Tiba-tiba si Babas menyematkan cincin emas putih yang begitu pas melingkar di jari manisku.

Ini mimpi bukan sih? Kenapa aku dengan mudahnya nerima lamaran si Babas? Padahal, gak ada bayangan kalau aku akan tunangan atau serius dengan seseorang dalam waktu dekat ini. Fatalnya, malah aku sendiri yang mengulurkan tanganku untuk dipasangkan cincin ini. Gak tahu malu banget. Dia bakal berpikir aku murahan gak ya?

Sayangnya, aku gak bisa menghindar untuk menyelematkan wajahku yang terlanjur kayak kepiting rebus ini. Si Babas malah menarikku ke unitnya karena tiba-tiba dia di telepon oleh kantornya untuk mengecek kerjaan yang katanya urgent. Mbuhlah urusane opo, aku juga gak paham. Yang pasti, sekarang aku cuma duduk di depan televisi dengan pikiran melanglang buana, sementara dia masuk ke dalam kamarnya meninggalkanku seorang diri di sini.

"Yang..." panggilnya dari dalam kamar.

"Apa Mas?" jawabku sedikit berteriak. Namun aku segera bangkit menghampirinya. "Apa?" tanyaku lagi.

Dari balik monitor, si Babas menatapku, "maaf Mas cuekin bentar ya. Kamu kalau mau apa-apa ambil sendiri. Gak apa-apa kan?" tanyanya.

"Iya," jawabku pendek karena terpaku dengan tiga monitor yang berderet menutupinya. Gilaa... Komputer sebanyak itu buat apa coba?

"Sini," pintanya padaku.

Ragu-ragu aku mendekat. "Akun sosmed Oke di hack, Mas coba bantu tim IT buat balikin akunnya. Kamu gak apa-apa kan?" tanyanya serius.

"Iya gak apa-apa, Mas," jawabku.

"Kamu gak marah kan, kita belum rayain hari jadi kita?"

"Ha? Hari jadi apa?"

"Balikan lagi," cengirnya membuatku ikut tersenyum malu.

"Lanjutkan aja Mas. Aku tunggu di luar aja ya? Biar Mas fokus," tawarku.

"Boleh. Kalau cape, tiduran aja di kamar Mas, ya?"

Gila aja. Nanti kalau aku pules terus di apa-apain sama dia, gimana? Masuk ke sini aja deg-degan parah. Takutnya ada setan lewat terus aku sama dia sama-sama khilaf. Ih, amit-amit gustiiii... Jangan sampe terjadi hal yang iya-iya sebelum waktunya. Dedek masih butuh banyak bimbingan buat ke arah sana.

"Aku nonton tv aja, Mas," jawabku. Si Babas hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Gak usah sungkan di sini ya? Bentar lagi juga kamu bakal tinggal di sini," godanya.

"Apa sih, Mas!" jawabku seraya melangkah keluar kamar.

"Jangan di tutup, Yang," ujarnya saat aku hendak menutup pintu kamar. Aku hanya menurut tanpa menjawab lagi.

Unit si Babas begitu tertata rapi, bersih, sesuai banget dengan ciri khasnya dia. Tak ada satu pun barang yang disimpan sembarangan. Bahkan sapu, lap pel sampe printilan-printilan kecil pun tersimpan di tempatnya masing-masing.

Aku sebagai perempuan sedikit tersentil dengan keapikan si Babas. Apalah dayaku yang kamar dan gudang tak ada bedanya. Semua barang endorsan masuk ke dalam kamar padahal untuk ngonten, aku punya studio tersendiri di rumah. Tapi tetap aja, kamarku jadi tempat penyimpanan barang-barang endors.

Jauh banget sama si Babas. Kayaknya kamarnya khusus buat tidur, dan yang barusan ku masuki sepertinya kamar ke dua yang dia sulap jadi ruang kerja.

Lama nungguin, aku jadi bosen sendiri. Sampe aku iseng masuk ke area dapur, siapa tahu ada makanan yang bisa aku kunyah daripada ngantuk.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Where stories live. Discover now