Perihal Debat

5.5K 531 24
                                    

"Saya juga gak suka kamu dekat dengan cowok lain, Yang. Apalagi, Mamamu sendiri yang bilang," ujarnya.

"Mama bilang apa?"

"Ya, tadi pas saya datang. Mamamu kira, saya ini teman model-mu itu," sungutnya.

"Cuma itu?" tanyaku lagi.

"Ya. Entah kenapa, saya gak suka dengarnya, Yang. Kalau begitu, Mamamu juga tahu 'kan sama cowok itu? Maksud saya, Mamamu tahu kalau kamu sedang dekat sama dia," keluhnya.

"Mas, saya tuh jarang banget cerita ini itu sama Mama kalau bukan Mbak Retno yang ceritain. Pokoknya semua tentangku, Mbak Retno yang lapor ke Mama. Dan akhirnya, ya udah. Saya jujur aja ke Mama pas Mama tanya-tanya. Meskipun yang saya bawa ke rumah itu, orang-orang tertentu. Bukan berarti semua cowok yang di ceritain Mbak Retno, saya kenalin ke Mama. Gak lah. Untuk urusan itu, saya tahu mana yang harus saya kenalkan,mana yang cuma sekedar teman bagi saya. Tapi ya gitu, Mama selalu tahu saya sedang dekat dengan siapa. Dan saya juga lupa bilang ke Mama kalau kami sekarang gak sedekat kemarin," ceplosku.

Sudut bibir si Babas terangkat saat mendengar penjelasanku.

"Jadi, saya termasuk orang tertentu?" tanyanya.

Wajahnya kenapa bisa kayak bunglon gitu sih? Sebentar serius, sebentar kesal, sekarang malah terlihat jahil.

"Maksudnya?"

"Kan saya kenalan sama Mama kamu? Jadi saya termasuk orang-orang tertentu versi kamu itu," jawabnya dengan senyum tipis.

"Ya enggak lah! Mas kan datang sendiri. Bukan saya yang kenalin."

"That point. Saya maju duluan tanpa harus kamu kenalin. Saya berani mengenalkan diri saya sendiri, itu tandanya saya serius," ujarnya.

Ini orang kenapa pede banget?

"Hmm... Tapi maaf, saya gak bisa, Mas. Maksud saya, saya gak bisa terima ajakan Mas," tolakku.

"Kenapa?"

"Kok kenapa sih Mas? Kita baru kenal lho Mas. Komunikasi aja baru semalam."

"Memang kenapa kalau komunikasi baru semalam? Kamu gak percaya sama saya?" tanyanya.

"Ya iyalah," jawabku cepat. Duh mulut, jujur banget sih.

"Kenapa? Kamu sudah bertemu dengan Mama saya. Kamu juga kenal adik saya dan calon ipar saya. Kamu sudah tahu keluarga besar saya. Kamu juga tahu rumah saya, kam-"

"Saya gak tahu Mas. Saya gak kenal Mas lebih dekat. Saya gak tahu sifat asli Mas kayak gimana. Saya juga gak tahu Mas ini player atau bukan. Bisa jadi kan, Mas bukan cuma ngajak saya untuk membina rumah tangga. Saya kan gak tahu," selaku.

"Saya sudah lama gak berhubungan dengan wanita, Yang. Kalau kamu mau tahu tentang saya, biar saya jelaskan dari hal basic. Nama lengkap saya Sebastian Budi Oetomo. Usia saya 35 tahun. Saya alum-"

"Bukan soal profile begitu, Mas!" protesku. Masa umur segitu yang dibahas biodata! Emangnya kita mau ta'arufan?

"Terus kamu mau tahu saya tentang apa?" tanyanya.

"Duh, gak tahu Mas. Saya pusing," keluhku.

"Oke. Santai, Yang. Minum dulu," titahnya.

Aku menuruti anjurannya. Buru-buru ku tandaskan isi gelasku. Pening banget rasanya. Sampai aku gak bisa berkata-kata lagi.

"Udah jam segini, Mas," ujarku setelah gak sengaja melirik jam yang melingkar di tangannya.

"Oh, gak kerasa ya Yang," cengirnya.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang