Perihal Akting

3K 289 35
                                    

"Ehm..." Aku deg-degan saat hendak mengangkat telepon si Babas. Pelan-pelan ku geser simbol hijau yang sedari tadi memanggilku.

"Assalamu'alaikum Mas..." sapaku seceria mungkin. Padahal dalam hati deg-degan parah, takut menerima kenyataan kalau...

"Wa'alaikumsalam. Yayang barusan telepon Mas ada apa? Kok, Mas panggil gak ada sahutan?" tanyanya. Seperti biasa to the point tanpa basa-basi.

"Ha? Aku gak telepon." Maaf bohong, Mas.

"Barusan kamu telepon. Coba lihat lagi," pinta si Babas padaku.

"Oh, ya ampun... Hape ku di mainin Farel dari tadi, Mas. Kayaknya kepencet deh." Maaf Cil, aku pinjem namamu bentar.

"Oh, Mas pikir kamu sengaja hubungi Mas. Lagi apa Yang?" tanyanya. Terdengar suara berisik di belakang si Babas.

"Lagi break kerja, Mas. Mas lagi apa? Sibuk ya?" tanyaku balik.

"Enggak. Mas lagi di Kokas bareng Andi, Ellen sama sepupunya Andi juga," jawabnya.

Oh, jadi cewek itu sepupunya Mas Andi. Tuhkan, si Babas gak mungkin move on secepat itu kalau memang dia suka sama aku.

"Lagi ngapain disana Mas?" tanyaku penasaran.

"Andi beli keperluan honeymoon. Tapi entahlah, Mas juga gak ngerti mereka beli apa aja. Gak mau ngurusin juga. Yang jelas, Mas diseret mereka buat ikut," jawabnya panjang lebar.

"Oohh..."

Itu sepupunya Andi kenapa ikut juga? Duh, muter otak dulu mau singgungnya gimana ya?

"Yuk Mas, udah," suara wanita dibelakang si Babas begitu jelas terdengar.

"Oh, udah? Bentar," si Babas membalas ajakan wanita itu.

"Mbak Ellen, Mas?" tanyaku merasa ada celah untuk kepo.

"Bukan. Sepupu Andi. Yang, Mas—"

"Tumben ada yang ikut Mas?"

"Ha?"

"Tumben sepupunya Mas Andi ikut, Mas. Biasanya jalan bertiga aja," selidikku.

"Hmm... Kebetulan aja masih ngumpul di hotel. Terus diajak Andi sama Ellen, akhirnya dia ikut. Sekalian cari buku katanya," jawab si Babas panjang lebar.

"Oh, kirain di jodohin mereka lagi," gumamku.

"Ngeliat gelagat Andi kayaknya sih iya," balas si Babas.

"Ha? Apa Mas?" tanyaku kaget.

"Barusan kamu bilang, kirain di jodohin, kan?"

Emang dia denger? Perasaan aku ngomong dalam hati.

"Ah... Enggak," sangkalku. "Emang Mas dijodohin lagi?" tanyaku akhirnya.

"Ya, kalau ngeliat Andi kayaknya mau jodohin Mas lagi," ujarnya. Entah dia jujur atau sengaja biar aku cemburu.

"Cieee... Dijodohin lagi. Sikat, Mas," aku terkekeh sok asik.

"Sikat apa? Sikat gigi?" tanyanya becanda.

"Ya, deketin maksudnya," jawabku.

"Enggak lah, Yang. Yang kemarin aja masih melekat di hati. Gimana mau sikat yang baru? Kasihan kalau nanti dia cuma jadi pelarian aja."

Sorak-sorak bergembira. Bergembira semua. Sudah bebas negeri kita. Indonesia merdeka. MERDEKA!

Sumpah, berasa menang sebelum berperang kalau kayak gini. Hatiku berdendang penuh semangat.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Where stories live. Discover now