Perihal Over Thinking

6.4K 592 17
                                    

Sudah dua minggu pasca aku diomeli Mama dan Mbak Retno untuk minta maaf sama si Babas Tumbas, sudah dua minggu pula WhatsApp-ku di anggurin. Di-ang-gu-rin pemirsa.

Sialan emang si Tian itu!

Dia niat ngerjain aku ternyata. Biar aku malu plus diomeli habis-habisan sama Mama dan Mbak Retno kali ya? Sampe aku dipaksa minta maaf sama dia tapi gak ditanggapi sama sekali. Ngenes kan!

Udah ketus, belok, sombong, idup lagi! Kenapa manusia-manusia yang sifatnya kayak gitu malah dikasih wajah tampan dan mapan? Seakan mendukung sekali kalau mereka itu 'mahal'. Merasa dirinya paling "WOW" dari orang lain.

Dan herannya lagi, kenapa pula orang yang kayak gitu banyak di agung-agungkan? Dibilang cool, atau keren oleh sebagian orang. Padahal sejatinya mereka itu tidak menghargai orang lain. Definisi lelaki menyebalkan versi aku, ya...yang begini.

Sebenernya, aku udah lupa sama si Babas itu. Malah aku bersyukur banget, dia gak menghubungiku. Itu artinya, aku bisa hidup tenang tanpa harus basa-basi dan mengeluarkan bakat aktingku untuk beralasan dan menebar senyum palsu.

Tapi, tiba-tiba saja Mas Andi mengajakku bertemu. Otomatis otakku ingat kembali sama si pacar posesifnya itu. Jangan-jangan Mas Andi sudah dapat laporan dari si Babas Tumbas perkara kebohonganku. Gimana kalau ucapan Mbak No bener terjadi, kalau tiba-tiba aku di cut jadi BA HPEC?

Jujur aja, berkecimpung di dunia seperti ini tuh benar-benar harus kuat mental. Betul kata Mbak Gita waktu itu, kita harus benar-benar menjual diri. Dalam artian, harus menunjukan bakat dan prestasi. Meskipun sebagian orang malah diperkuat oleh relasi. Gak sedikit juga yang suka jilat sana-sini. Malah, saling sikut dan menjatuhkan itu menjadi hal lumrah demi popularitas. Bukan cuma itu, terkadang sebagian dari mereka juga melakukan settingan, ya karena itu tadi hanya demi sebuah popularitas. Miris.

Tapi aku gak gitu. Sama sekali memulai semuanya dari nol. Merangkak sedikit demi sedikit tanpa satu pun relasi atau menjilat sana-sini. Makanya, aku harus menjaga apa yang sudah aku raih saat ini. Kan katanya, semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya. Apa masalah ini termasuk angin kencang untuk karirku?

Kalau boleh menarik ke belakang, aku mending gak kenal sama sekali dengan lekong itu. Baru pertama kali ketemu, langsung bikin hidupku gonjang-ganjing.

Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Asli. Aku sampai gak paham sama hidupku, kenapa jadi ruwet begini sih? Aku takut si Babas Tumbas pakai cara halus untuk menjatuhkanku. Tapi masa iya, pihak HPEC gak profesional? Aku kan gak terlibat skandal ataupun bermasalah dengan hukum.

Yang kamu bohongi itu BOS OKE.COM, YANG!

Tuh kan, suara Mbak Retno terngiang lagi di kepalaku. Aku yang lagi berjalan ke meja Mas Andi, rasanya jadi mules gak karuan. Dari semalam udah kepikiran terus mengingat pertemuanku dengan Mas Andi hari ini. Sementara Mbak Retno malah biasa aja. Iyalah, dia mana peduli. Kayaknya dia bakal bahagia kalau aku dipermalukan mereka.

Bahkan lambaian tangan Mas Andi membuatku semakin gugup untuk mendekatinya. Ku lihat wajahnya semakin berkharisma. Beda ya, yang kebutuhan lahir batinnya terpenuhi seperti Mas Andi ini. Auranya sampe aur-auran.

"Hai, Yang, Mbak Retno... Apa kabar?" sapa Mas Andi padaku.

"Sehat, Mas. Mas Andi apa kabar?" sapaku balik.

"Sehat, dan bahagia dong," jawabnya disertai tawa.

Bahagia banget yang punya pasangan. Jadi iri, eewwww...

"Sorry kalau saya bikin kaget tiba-tiba hubungi kamu, Yang. Gak keberatan kan?"

"Enggaklah Mas. Masa sih keberatan,"

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Where stories live. Discover now