Perihal Curhat

3.1K 291 26
                                    

"Mbak... hari ini libur ya? Aku kayaknya gak enak badan," ujarku begitu Mbak Retno mengangkat telepon dariku.

Kepalaku sakit banget gara-gara mikirin buku catatan si Babas sampe aku gak bisa tidur sama sekali.

"Wa'alakumsalam," sindirnya.

"Assalamu'alaikum ya ahli kubur," jawabku yang langsung mendapat bentakan dari Mbak Retno.

"Kurang ajar! Doain Mbak meninggal! Teganya kamu sama Mbak!" omelnya gak henti.

"Becanda, Mbak. Ya ampun..."

"Becandamu itu gak lucu lho, Yang!"

"Iya. Maaf... Mbak, aku serius. Hari ini aku libur ya?"

"Kenapa? Tian apain kamu sampai kamu minta libur gitu?"

"Gak apa-apain, Mbak," jawabku malas.

"Mbak kaget lho, semalam Mbak mau susul kamu eh Tian tiba-tiba telepon katanya biar dia yang anterin kamu pulang. Yowislah, Mbak akhirnya pulang. Gak jadi susul kamu."

"Kenapa gak datang aja sih? Aku telepon Mbak malah gak diangkat-angkat!" gerutuku.

"Ya biar kalian ada waktu buat bicara. Mau sampai kapan hubungan gak jelas begitu? Kalau ketemu kan jadinya jelas. Buktinya dia udah tancap gas lagi buat anterin kamu pulang," jawabnya santai.

"Ya tapi-"

"Jadi baikan? Dia kasih alasan apa sama kamu selama dia menghilang? Mbak semalam sempet tegur dia."

"Mbak tegur gimana?" tanyaku penasaran.

"Ya, jangan ngilang-ngilang. Yayang jadi uring-uringan gak jelas," Mbak Retno terbahak.

"Enak aja! Aku gak uring-uringan, ya!"

"Tapi sensian," cibir Mbak Retno di seberang sana.

"Enggak ya, Mbak!"

"Enggak. Gak salah lagi," jawabnya. "Sing penting sekarang udah clear kan masalahnya? Udah mesra lagi kan?" godanya. "Terus apa alasan dia ngilang selama dua mingguan ini? Ke Mbak bilangnya dia ada masalah di perusahaan," cerocos Mbak Retno tanpa henti. Dia nanya udah kayak wartawan yang berburu berita. Gak sabaran banget. Aku harus respon yang mana dulu coba?

"Idem," jawabku singkat. Biar Mbak Retno penasaran.

"Sudah ku dugong. Pacarmu itu kan bukan orang sembarangan, Yang. Harus banyak-banyak maklum. Tapi gak bisa di maklumi juga sih kalau gak ada kabar sama sekali. Masa buat WhatsApp atau telepon gak ada waktu?" gerutunya. Emang labil Mbak yang satu ini. Tadi dia bilang harus maklum, eh sekarang dia sendiri juga yang bilang gak bisa di maklumi kalau tanpa kabar. Lha, terus aku kudu piye?

"Mantan pacar, Mbak. Udah gak penting lagi kalau sekarang gak kasih kabar," ralatku.

"Ha? Opo Yang? Maksudnya mantan pacar apa? kalian putus?" tanyanya histeris. Nadanya langsung naik dua oktaf dari biasanya. Untung telingaku udah teruji, jadi gak sawan lagi denger suaranya yang melengking itu.

"Hmmm-"

"Wes, Mbak ke rumahmu sekarang. Awas kalau kamu menghindar!" ancamnya.

Ya udahlah, aku emang butuh Mbak Retno juga biar sedikit tenang. Gitu-gitu dia suka kasih saran, apa yang harus aku lakukan karena aku udah lelah banget setelah menangis semalam kayak lagunya Audy. Belum lagi mataku kayak abis oplas, bengkak sampe njendul gini.

Siapa tahu dengan berbagi cerita sama Mbak Retno bebanku sedikit berkurang. Palingan nanti kalau aku cerita, dia ngomel dan gak segan siksa aku dengan geplakannya.

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Where stories live. Discover now