Perihal Nomor Hape

6K 610 24
                                    

Acara pertunangan dua keluarga kelas kakap memang beda. Dari mulai dekorasi mewah meski di rumah, sampai bawaan srah-srahan dari keluarga Mas Andi yang luar biasa harganya membuat isi rekeningku ikut iri melihatnya.

Selama acara berlangsung, diam-diam aku mengamati interaksi antara Mas Andi dan Mbak Ellen. Aku masih penasaran sama mereka ini lho. Apakah mereka melakukan settingan atau beneran saling mencintai? Kok rasanya masih gak percaya.

Tak hanya Mas Andi dan Mbak Ellen yang ku perhatikan. aku juga curi-curi pandang ke arah si Babas Tumbas, barangkali dia sedih dan patah hati melihat kedua insan yang saling menyematkan cincin di jari manis dengan senyum mengembang diantara keduanya.

Tapi semua ekspetasiku tak terbukti. Si Babas stay cool dengan wajah juteknya seperti waktu itu.

Emang kayaknya si Tian ini, tipikal serius yang gak suka becanda kali ya. Orang-orang ketawa karena ucapan Mas Andi waktu mau melangkahinya, eh si Babas cuma mesem doang. Itupun kayak terpaksa banget. Malah aku heran, tadi dia bisa becandain aku meskipun jokes ala bapack-bapack yang super garing.

"Mbak Retno kemana?" tanya si Babas padaku setelah aku menutup acara.

Kaget. Ini orang kenapa tiba-tiba ada di belakangku.

"Sakit Mas," jawabku singkat.

"Pantes gak kelihatan."

Terus yang tadi bilang aku gak punya temen siapa? Pake nanya sekarang!

"Terus kamu ke sini sama siapa?" tanyanya lagi.

KEPO.

"Ya, sendiri aja Mas."

"Kamu gak punya asisten? Biasanya kalau artis kan punya asisten?"

Mulai deh ini orang.

"Saya bukan artis Mas. Jadi gak punya asisten," Lagian Mbak No juga multi job. Bisa jadi asisten, bisa jadi manager juga. Ngapain aku rekrut banyak orang?

"Sekarang kamu pulang sama siapa?" tanyanya.

"Ha? Sendiri aja Mas," jawabku singkat, padat, dan jelas.

"Gak takut nyetir sendiri? Saya gak pernah biarin adik perempuan saya sendirian di atas jam sembilan."

Tapi aku bukan adikmu wahai bujang tua.

"Saya kan bukan adiknya Mas Tian," Kenapa sih ini orang rempong amat?

"Maksudnya, mmm... Saya antar pulang aja gimana?"

"Oh, gak usah Mas. Makasih. Masih jam segini, di jalan juga masih rame, Mas," tolakku. Dih, sekarang si songong bisa modus juga!

Ogah banget dianterin sama dia. Lagian, aku kan bawa mobil sendiri. Dia mau nganterin gimana coba? Aneh-aneh ae ini orang.

"Serius?" tanyanya.

Ya iyalah Baaas!

"Iya Mas. Bukan kali ini saja saya pulang jam segini sendirian Mas."

"Hm... Kalau gitu, tulis nomormu, Yang. Biar saya tahu, kamu udah sampe rumah atau belum," ujarnya sambil menyodorkan hape untuk ke dua kalinya padaku. "Tapi kamu jangan kasih nomor Mbak Retno, ya? Karena ini gak ada sangkut pautnya dengan kerjaan," wajahnya begitu serius membuatku meringis malu akan sindirannya.

"Maaf ya Mas. Saya pikir waktu itu Mas Tian mau hubungi saya soal kerjaan," ujarku seraya mengambil hape miliknya.

"No problem," jawabnya enteng.

What the heerrggghhhttt... Kemarin aku kepikiran setengah mampus. Dia bilang apa barusan? NO PROBLEM? sialan. Rasanya buang-buang waktu merasa bersalah sama dia. Belum lagi, di rumah jadi perdebatan gara-gara aku harus minta maaf. Dan dia, seenak udel bilang no problem? Anjir banget tuh orang!

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Место, где живут истории. Откройте их для себя