Perihal Minta Maaf

6.7K 591 23
                                    

"Yang, kamu kok gitu sih sama orang? Kamu gak mikir akibat ke depannya gimana? Padahal kesempatan emas kalau kamu bisa deket sama dia. Dia itu 'kan bos. Siapa tahu kamu dapat banyak kerjaan dari dia. Atau kamu malah dikenalkan sama bos-bos lain. Pergaulan kamu juga jadi semakin luas," ujar Mama padaku setelah Mbak No cerita semuanya pada Mama.

Eh tapi tumben banget Mama gak teriak-teriak sama aku?

"Aku takut Ma. Masa belum apa-apa aku udah diancam jangan deketi Mas Andi. Mama gak tahu, orang-orang belok kayak gitu kalau cemburu lebih nyeremin dari pada yang normal."

"Ya tapi gak gitu juga tho Yang! Siapa sing ngajari kamu gak sopan kayak gitu, Yang? Jangan ngisini Mbakmu!"

"Iya maaf."

Mbak No dari tadi hanya diam saja mendengarkan Mama memberikan kuliah pagi padaku. Kayaknya dia puas banget aku dikuliahi Mama.

"Minta maaf, Yang! Hubungi dia, alasannya sama kayak Mbakmu semalam." titah Mama seraya sibuk menyuapi si bocil.

"Ma... Udah sih biarin aja. Dia juga gak telepon aku lagi kok, padahal Mbak No kasih nomorku sama dia," belaku.

Pokoknya, aku ogah banget harus menghubungi si Babas lagi. Mau ngapain coba?

"Ya, dia bete duluan lah!" ketus Mbak No padaku. "Pasti dia mikir, ngapain juga ngehubungin orang yang udah nipu dia," seloroh Mbak No dengan wajah kesal.

"Ya udah, bagus kalau gitu. Jadi gak usah komunikasi lagi," aku gak kalah kesel. Kenapa sih mereka malah nyuruh aku hubungi si Babas untuk minta maaf? Kalau si Babas perlu sama aku, dia pasti hubungi aku lagi 'kan? Bukan aku yang harus hubungi dia.

"Ya gak gitu tho, Yang! Sing sopan sama orang. Sing anggun, gak boleh sombong. Kamu tu perempuan. Bukan malah ngerjain anak orang. Apalagi yang punya opo tho, No?"

"Oke.com, Lik."

"Nah iya itu. Jangan suka bikin malu Mama sama Mbakmu. Nanti dikiranya Mama sama Mbakmu gak ngajari kamu sopan santun. Nanti dikiranya Mama membiarkan anaknya suka bohong."

Nah, bagian ini nih, aku udah hapal banget. Nanti habis ini bahas tata krama. Perempuan harus begini-begitu. Terus merembet aku ini siapa, kerjaanku apa, bla bla bla...

"Ama pagi-pagi udah marah-marah terus," sela Farel yang dari tadi sibuk merakit mobil mainannya.

Bagus, Cil. Protes aja, biar Amamu berhenti ngomel.

"Ama gak marah lho, Sayang. Ama cuma kasih tahu Lik Yayang. Biar Lik Yayang-nya gak nakal."

"Emang Yayang kenapa?"

"Nakal sama temennya, kamu ndak boleh gitu ya?"

Farel menatapku, "udah minta maaf sama temennya, Yang?" tanya si bocil membuat Mama dan Mbak No menahan senyum.

Dih, bocah. Sok-sok-an

"Yayang gak nakal ya, kamu yang nakal," balasku tak mau kalah sama si bocil.

"Enggak. Aku gak nakal. Iya kan Ama?"

"Iya dong. Cucu Ama kan anak baik," bela Mama yang membuat si Farel bangga sendiri.

Terserah kamu lah, Cil. Yang penting kamu udah bantu selamatkan aku dari mata kuliah tatakrama dosen Ibu Lestari.

"Mending kamu hubungi dia deh, Yang," tiba-tiba suara Mbak No kembali menarik kami ke bahasan tadi.

Ih! Kenapa sih Mbak Retno keukeuh banget aku harus hubungi dia? Dapat apa dari si Babas sampe segitunya nyuruh aku minta maaf?

Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Donde viven las historias. Descúbrelo ahora